Bali (ANTARA) - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyatakan butuh sekitar tujuh hingga sembilan pabrik pengolahan minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) menjadi biodiesel tambahan untuk bisa memproduksi bahan bakar jenis B50.

"Makanya untuk itu perlu dibangun lagi, sekitar tujuh sampai sembilan pabrik, atau nanti meningkatkan kapasitas dari pabrik-pabrik yang ada," ujar Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Edi Wibowo dalam acara Indonesia Palm Oil Conference (IPOC) 2024 di Bali, Kamis.

Disampaikannya, penambahan pabrik pengolahan CPO tersebut guna mengejar celah antara kebutuhan konversi ke B50 yang membutuhkan biodiesel sebanyak 19,7 juta kiloliter, sementara saat ini total produksi dalam negeri baru sebanyak 15,8 juta kiloliter.

"Berarti ada shortage sekitar 3,9 juta kiloliter," ujarnya.

Selanjutnya, Edi mengatakan kebutuhan produksi tersebut juga bisa dijadikan peluang investasi, mengingat untuk merealisasikan B50 butuh penanaman modal tambahan sebesar 360 juta dolar AS.

"Sebenarnya peluang investasi juga kalau nanti pemerintah harus taruh sekitar hampir 360 juta dolar AS untuk tambahan investasi tadi," kata Edi.

"Kalau pabriknya tetap, mungkin apakah nanti akan mundur itu aja implementasi dari B50-nya," lanjut dia.

Sementara itu terkait rencana penerapan B40 yang mulai direalisasi pada awal Januari 2025 nanti, pihaknya menyatakan masih kekurangan kapasitas produksi sebesar 0,3 juta kiloliter, namun hal ini bisa disiasati dengan meminta 24 Badan Usaha Bahan Bakar Nabati (BUBBN) untuk meningkatkan produksinya.

Diketahui, pemerintah menargetkan untuk bisa menerapkan B50 pada tahun 2026 mendatang.

Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyatakan bahwa pihaknya sedang menyiapkan rancangan konsep pengembangan bahan bakar biodiesel hingga biodiesel 100 (B100) sebagai salah satu upaya mewujudkan swasembada energi.

“Salah satu rancangan yang dilakukan adalah mempersiapkan semua konsep sampai dengan B100, tapi sudah tentu itu bertahap, nanti kami laporkan (perkembangannya),” ujar Bahlil di Jakarta, Minggu (3/11).

Kini, produk biodiesel yang wajib digunakan di Indonesia adalah B35, yakni campuran 35 persen Fatty Acid Methyl Esters (FAME) dari minyak sawit dan 65 persen BBM diesel jenis solar, yang penerapannya dimulai pada 1 Februari 2023.

Baca juga: Kementan genjot intensifikasi sawit untuk produksi biodiesel B50
Baca juga: Indef: Penerapan Biodiesel B50 harus diiringi peningkatan produksi CPO
Baca juga: Bahlil sebut biodiesel B50 masih dalam kajian tim