Menko Yusril: KUHP baru tidak kedepankan hukum penjara
7 November 2024 14:44 WIB
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Impas) Yusril Ihza Mahendra menjawab pertanyaan pewarta dalam sesi wawancara khusus dengan Kantor Berita ANTARA di Jakarta, Selasa (5/11/2024). Wawancara tersebut membahas beberapa isu di antaranya terkait reformasi hukum dan pemberantasan korupsi. ANTARA FOTO/Fauzan/nym/pri.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru tidak akan mengedepankan hukuman penjara.
"Kitab UU pidana nasional yang baru yang penekanannya sanksi pidana tidak lagi bersifat pembalasan, penjaraan, seperti yang kita kenal dalam sistem hukum kolonial," kata Yusril saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pimpinan Pusat di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Yusril menjelaskan, KUHP baru yang akan berlaku 2026 lebih mengedepankan penegakan hukum dengan cara keadilan restorasi atau restorative justice.
Baca juga: Yusril klarifikasi pernyataan Boyamin terkait kasus Sisminbakum
Hal tersebut dikarenakan KUHP yang baru dibentuk berdasarkan asas hukum yang berkembang di masyarakat.
"Jadi kita menciptakan sistem hukum baru yang berasaskan pada hukum rakyat kita, hukum adat hukum agama yang berkembang di tengah masyarakat kita sesuai dengan falsafah Pancasila," kata dia.
Dalam konsep keadilan restorasi, lanjut Yusril, pemerintah akan lebih mengedepankan upaya musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan pidana seperti pemulihan hak korban, pemberian sanksi kepada pelaku.
Jalan musyawarah itu ditempuh agar tercipta keadilan tanpa menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Pemberlakuan keadilan restoratif itu tentu harus dalam pemantauan para penegak hukum.
Baca juga: Menko Kumham Imipas: Keadilan dan kepastian hukum fokus pemerintahan
Namun demikian, Yusril memastikan hal tersebut tidak membuat konsep pemberian sanksi hukum luntur dari penerapan KUHP.
"Kalau tidak ada jalan keluar (dalam keadilan restoratif), baru norma-norma hukum pidana dipaksakan negara," kata Yusril.
Yusril berharap penerapan KUHP yang baru ini dapat memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan program Astacita Presiden Prabowo Subianto.
"Kitab UU pidana nasional yang baru yang penekanannya sanksi pidana tidak lagi bersifat pembalasan, penjaraan, seperti yang kita kenal dalam sistem hukum kolonial," kata Yusril saat memberikan sambutan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pimpinan Pusat di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis.
Yusril menjelaskan, KUHP baru yang akan berlaku 2026 lebih mengedepankan penegakan hukum dengan cara keadilan restorasi atau restorative justice.
Baca juga: Yusril klarifikasi pernyataan Boyamin terkait kasus Sisminbakum
Hal tersebut dikarenakan KUHP yang baru dibentuk berdasarkan asas hukum yang berkembang di masyarakat.
"Jadi kita menciptakan sistem hukum baru yang berasaskan pada hukum rakyat kita, hukum adat hukum agama yang berkembang di tengah masyarakat kita sesuai dengan falsafah Pancasila," kata dia.
Dalam konsep keadilan restorasi, lanjut Yusril, pemerintah akan lebih mengedepankan upaya musyawarah dalam menyelesaikan permasalahan pidana seperti pemulihan hak korban, pemberian sanksi kepada pelaku.
Jalan musyawarah itu ditempuh agar tercipta keadilan tanpa menimbulkan konflik antar kedua belah pihak. Pemberlakuan keadilan restoratif itu tentu harus dalam pemantauan para penegak hukum.
Baca juga: Menko Kumham Imipas: Keadilan dan kepastian hukum fokus pemerintahan
Namun demikian, Yusril memastikan hal tersebut tidak membuat konsep pemberian sanksi hukum luntur dari penerapan KUHP.
"Kalau tidak ada jalan keluar (dalam keadilan restoratif), baru norma-norma hukum pidana dipaksakan negara," kata Yusril.
Yusril berharap penerapan KUHP yang baru ini dapat memberikan keadilan bagi seluruh masyarakat sesuai dengan tujuan program Astacita Presiden Prabowo Subianto.
Pewarta: Walda Marison
Editor: Edy M Yakub
Copyright © ANTARA 2024
Tags: