Museum NTB teliti tradisi berladang masyarakat Sasak di Pulau Lombok
6 November 2024 18:19 WIB
Sejumlah mahasiswa mengikuti seminar hasil kajian tradisi berladang etnis Sasak yang digelar Museum NTB di Aula Universitas Hamzanwadi, Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Selasa (5/11/2024). ANTARA/HO-Museum NTB
Mataram (ANTARA) - Museum Negeri Nusa Tenggara Barat (NTB) meneliti tradisi berladang yang dilakukan oleh etnis Sasak yang mendiami Pulau Lombok, NTB.
Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam mengatakan hasil penelitian tradisi berladang merupakan bagian dari aplikasi rencana strategis museum sekaligus menambah informasi koleksi etnografika yang tersimpan di Museum NTB.
"Kajian itu merupakan upaya kami untuk mengkaji tradisi berladang agar informasi tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat," ujarnya dalam pernyataan di Mataram, Rabu.
Pada 5 November 2024 Museum NTB mengadakan seminar hasil kajian koleksi tradisi berladang masyarakat Sasak di Universitas Hamzanwadi di Kabupaten Lombok Timur.
Masyarakat Sasak menjalankan proses berladang dan ritual sebagai bentuk rasa syukur kepada alam, seperti memangar atau memanggar sebagai bentuk 'betabek' perizinan kepada leluhur dan makhluk gaib di sekitar area lahan yang merefleksikan pola pikir masyarakat yang harmonis dengan lingkungan.
Hasil penelitian Museum NTB mengungkapkan bahwa tradisi berladang yang dilakukan etnis Sasak secara filosofis sangat mengutamakan keharmonisan lingkungan.
Nuralam menuturkan pihaknya berkomitmen memperkenalkan dan mengembangkan potensi budaya lokal melalui riset dan publikasi ilmiah agar budaya yang ada dapat dieksplorasi dalam lingkup yang lebih luas.
Menurut dia, museum memiliki posisi sebagai pusat informasi dan pelestarian budaya yang berharga di Nusa Tenggara Barat.
Wakil Rektor I Universitas Hamzanwadi, Abdullah Muzakar, mengatakan berladang merupakan bagian dari peradaban manusia yang telah menjadi unsur penting dari kehidupan masyarakat di Pulau Lombok selama berabad-abad.
Dia menekankan pentingnya penelitian terhadap tradisi yang berkembang di masyarakat agar semakin dikenal oleh generasi muda dan menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya lokal.
"Museum NTB bisa menjadi satu posisi yang bisa kita manfaatkan. Memanfaatkan sebagai pusat pendidikan dan penelitian mengenai budaya dan sejarah," kata Muzakar.
Hasil penelitian pada tradisi berladang yang dilakukan di masing-masing daerah Lombok, terdapat beberapa tahapan yang mempunyai istilah yang berbeda-beda tapi memiliki tujuan yang sama.
Kegiatan melubangi lahan untuk memasukkan benih tanaman, yaitu makpak (Beririjarak di Lombok Timur), najuk (Sengkol di Lombok Tengah), mengasek (Bayan di Lombok Utara), dan menupak (Gumantar di Lombok Utara).
Lebih lanjut Muzakar menyampaikan bahwa tradisi berladang masyarakat di Pulau Lombok saat ini hampir punah akibat dari modernisasi pertanian.
Dia berharap kajian yang dilakukan Museum NTB dapat membangkitkan kearifan lokal sebagai langkah konkret dalam upaya pelestarian warisan budaya di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Museum NTB gelar pertunjukan wayang sasak
Baca juga: Wayang Sasak, media komunikasi lintas budaya yang harus berteman zaman
Kepala Museum NTB Ahmad Nuralam mengatakan hasil penelitian tradisi berladang merupakan bagian dari aplikasi rencana strategis museum sekaligus menambah informasi koleksi etnografika yang tersimpan di Museum NTB.
"Kajian itu merupakan upaya kami untuk mengkaji tradisi berladang agar informasi tersebut dapat tersampaikan kepada masyarakat," ujarnya dalam pernyataan di Mataram, Rabu.
Pada 5 November 2024 Museum NTB mengadakan seminar hasil kajian koleksi tradisi berladang masyarakat Sasak di Universitas Hamzanwadi di Kabupaten Lombok Timur.
Masyarakat Sasak menjalankan proses berladang dan ritual sebagai bentuk rasa syukur kepada alam, seperti memangar atau memanggar sebagai bentuk 'betabek' perizinan kepada leluhur dan makhluk gaib di sekitar area lahan yang merefleksikan pola pikir masyarakat yang harmonis dengan lingkungan.
Hasil penelitian Museum NTB mengungkapkan bahwa tradisi berladang yang dilakukan etnis Sasak secara filosofis sangat mengutamakan keharmonisan lingkungan.
Nuralam menuturkan pihaknya berkomitmen memperkenalkan dan mengembangkan potensi budaya lokal melalui riset dan publikasi ilmiah agar budaya yang ada dapat dieksplorasi dalam lingkup yang lebih luas.
Menurut dia, museum memiliki posisi sebagai pusat informasi dan pelestarian budaya yang berharga di Nusa Tenggara Barat.
Wakil Rektor I Universitas Hamzanwadi, Abdullah Muzakar, mengatakan berladang merupakan bagian dari peradaban manusia yang telah menjadi unsur penting dari kehidupan masyarakat di Pulau Lombok selama berabad-abad.
Dia menekankan pentingnya penelitian terhadap tradisi yang berkembang di masyarakat agar semakin dikenal oleh generasi muda dan menumbuhkan rasa cinta terhadap budaya lokal.
"Museum NTB bisa menjadi satu posisi yang bisa kita manfaatkan. Memanfaatkan sebagai pusat pendidikan dan penelitian mengenai budaya dan sejarah," kata Muzakar.
Hasil penelitian pada tradisi berladang yang dilakukan di masing-masing daerah Lombok, terdapat beberapa tahapan yang mempunyai istilah yang berbeda-beda tapi memiliki tujuan yang sama.
Kegiatan melubangi lahan untuk memasukkan benih tanaman, yaitu makpak (Beririjarak di Lombok Timur), najuk (Sengkol di Lombok Tengah), mengasek (Bayan di Lombok Utara), dan menupak (Gumantar di Lombok Utara).
Lebih lanjut Muzakar menyampaikan bahwa tradisi berladang masyarakat di Pulau Lombok saat ini hampir punah akibat dari modernisasi pertanian.
Dia berharap kajian yang dilakukan Museum NTB dapat membangkitkan kearifan lokal sebagai langkah konkret dalam upaya pelestarian warisan budaya di Nusa Tenggara Barat.
Baca juga: Museum NTB gelar pertunjukan wayang sasak
Baca juga: Wayang Sasak, media komunikasi lintas budaya yang harus berteman zaman
Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Riza Mulyadi
Copyright © ANTARA 2024
Tags: