Fadli Zon: Inggris belum bersedia kembalikan benda bersejarah
6 November 2024 17:27 WIB
Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi X DPR RI dengan Kementerian Kebudayaan dan Kemendikdasmen di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu. (ANTARA/ Putri Hanifa)
Jakarta (ANTARA) - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan proses repatriasi benda-benda bersejarah sudah berjalan puluhan tahun, dengan sejumlah negara, seperti Belanda telah menandatangani kesepakatan atau MoU untuk pengembalian, namun Inggris hingga kini masih belum menunjukkan kesediaan.
"Terus di dalam proses itu, kita menerima artefak dan benda-benda bersejarah yang dulu diambil oleh kolonial, baik itu Belanda, Inggris, Perancis, Perancis juga pernah menjajah kita ya, Netherlands, France, Indies itu ketika zaman Napoleon, dan kemudian juga Jepang dan lain-lain. Tetapi memang yang terbanyak tentu saja Belanda dan Inggris," kata Fadli Zon saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Fadli Zon menyebut salah satu peristiwa bersejarah yang menjadi bukti hilangnya banyak artefak adalah "Geger Spey" tahun 1812, di mana Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles dari Inggris menjarah Keraton Yogyakarta dan mengangkut ratusan artefak hingga manuskrip ke Inggris.
Baca juga: Indonesia pamerkan artefak yang dikembalikan AS pada Oktober
Baca juga: Museum dan Cagar Budaya simpan artefak sejarah dari Belanda
Meski Inggris belum merespons permintaan repatriasi ini, Kementerian Kebudayaan tetap berkomitmen melakukan pendataan dan upaya berkelanjutan.
Artefak itu kini tersebar di museum-museum besar seperti British Museum dan British Library, dan dari peristiwa itu saja, dua dari empat kapal yang membawa artefak bahkan tenggelam dalam perjalanan.
"Kalau kita lihat itu dalam peristiwa Geger Spey di tahun 1812, itu Raffles melakukan satu perampokan terhadap Keraton Yogyakarta, sampai empat kapal, dua kapal itu kemudian tenggelam. Nah selebihnya kemudian sekarang berada di British Museum dan juga di British Library, termasuk ratusan manuskrip yang sampai sekarang tentu saja belum ada yang kembali," ungkapnya.
Sementara itu, proses pemugaran situs-situs bersejarah seperti Muara Jambi dan Sangiran juga menjadi fokus utama sebagai pusat peradaban prasejarah yang berpotensi mengubah pandangan dunia tentang asal-usul manusia.
Dengan segala upaya ini, pemerintah berharap kekayaan budaya dan sejarah Indonesia yang selama ini tersimpan di luar negeri dapat kembali ke Tanah Air untuk memperkaya wawasan kebudayaan nasional.
Baca juga: Artefak bersejarah dari konstruksi MRT akan dipamerkan ke publik
Baca juga: Menbud siap daftarkan tiga kebudayaan Indonesia ke UNESCO
"Terus di dalam proses itu, kita menerima artefak dan benda-benda bersejarah yang dulu diambil oleh kolonial, baik itu Belanda, Inggris, Perancis, Perancis juga pernah menjajah kita ya, Netherlands, France, Indies itu ketika zaman Napoleon, dan kemudian juga Jepang dan lain-lain. Tetapi memang yang terbanyak tentu saja Belanda dan Inggris," kata Fadli Zon saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi X DPR RI di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Fadli Zon menyebut salah satu peristiwa bersejarah yang menjadi bukti hilangnya banyak artefak adalah "Geger Spey" tahun 1812, di mana Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles dari Inggris menjarah Keraton Yogyakarta dan mengangkut ratusan artefak hingga manuskrip ke Inggris.
Baca juga: Indonesia pamerkan artefak yang dikembalikan AS pada Oktober
Baca juga: Museum dan Cagar Budaya simpan artefak sejarah dari Belanda
Meski Inggris belum merespons permintaan repatriasi ini, Kementerian Kebudayaan tetap berkomitmen melakukan pendataan dan upaya berkelanjutan.
Artefak itu kini tersebar di museum-museum besar seperti British Museum dan British Library, dan dari peristiwa itu saja, dua dari empat kapal yang membawa artefak bahkan tenggelam dalam perjalanan.
"Kalau kita lihat itu dalam peristiwa Geger Spey di tahun 1812, itu Raffles melakukan satu perampokan terhadap Keraton Yogyakarta, sampai empat kapal, dua kapal itu kemudian tenggelam. Nah selebihnya kemudian sekarang berada di British Museum dan juga di British Library, termasuk ratusan manuskrip yang sampai sekarang tentu saja belum ada yang kembali," ungkapnya.
Sementara itu, proses pemugaran situs-situs bersejarah seperti Muara Jambi dan Sangiran juga menjadi fokus utama sebagai pusat peradaban prasejarah yang berpotensi mengubah pandangan dunia tentang asal-usul manusia.
Dengan segala upaya ini, pemerintah berharap kekayaan budaya dan sejarah Indonesia yang selama ini tersimpan di luar negeri dapat kembali ke Tanah Air untuk memperkaya wawasan kebudayaan nasional.
Baca juga: Artefak bersejarah dari konstruksi MRT akan dipamerkan ke publik
Baca juga: Menbud siap daftarkan tiga kebudayaan Indonesia ke UNESCO
Pewarta: Putri Hanifa
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2024
Tags: