Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Shrimp Club Indonesia (SCI) Haris Muhtadi menyebut pihaknya memiliki program guna meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam subsektor perikanan budi daya terutama untuk komoditas udang.

“Kami juga memberikan training bekerja sama dengan kampus, pusat penelitian, dan sebagainya,” kata Haris dalam webinar yang dipantau secara daring di Jakarta, Rabu.

Ia menjelaskan, dalam beberapa waktu belakangan asosiasi yang terdiri atas 850 anggota petambak intensif ini juga memberikan pelatihan kepada para teknisi tambak sehingga lebih siap dalam menjalankan tugas sebagai teknisi pada masa mendatang setelah lulus.

Ia juga menjelaskan bahwa para teknisi yang bekerja di tambak udang memiliki durasi kerja per hari selama enam jam. Namun dalam kondisi tertentu para teknisi akan mendapatkan insentif atas kelebihan jam kerja harian.

“Masa kerja efektif enam jam per hari, meski mereka siap kerja 24 jam untuk kasus-kasus tertentu di tambak. Teknisi, anak pakan, maupun karyawan lain mendapatkan bonus dari keuntungan tambak,” jelasnya.

Menurut dia, para pekerja tambak terutama yang tergabung dengan SCI mampu memberikan insentif yang adil bagi para pekerja.

Terlebih bila dibandingkan dengan sektor agroforestri atau wanatani, pekerja di tambak udang mendapatkan insentif yang berlipat.

“Jika dibandingkan perkebunan dan pertanian lain, tambak jauh lebih tinggi prosentase bonus yang didapat teknisi maupun anak pakan setelah masa panen, karena teknisi rata-rata bukan mengejar gaji tapi mengejar insentif yang angkanya kalau kami diskusikan betapa itu jauh berlipat dari agroindustri lain,” pungkasnya.

Hal itu ia sampaikannya terkait hasil penelitian Akatiga Pusat Analisis Sosial Indrasari Tjandraningsih yang mengungkapkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan terdapat temuan adanya ciri kategori kerja paksa dalam indikator Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dalam hubungan kerja informal di subsektor perikanan budi daya udang.

“Kalau dirangkum maka di studi kami ada temuan utama, pekerja di tambak dan di pemrosesan (udang) itu memiliki ciri kerja paksa dalam indikator ILO, terutama dalam hubungan kerja informal yang adalah tambak budidaya,” kata Indrasari.

Ia menjelaskan bahwa dari aspek produksi, pihaknya juga mendapati pekerja tambak rentan terhadap pelanggaran hak pekerja dan Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca juga: Pemprov Kalteng pacu ekonomi daerah pesisir lewat Shrimp Estate Berkah
Baca juga: Pembudidaya udang tambak di Banten perlu tingkatkan kualitas perairan