Jakarta (ANTARA) - Likuifaksi merupakan suatu fenomena alam yang berkaitan dengan lapisan tanah akibat gempa bumi. Tanah yang awalnya bertekstur keras berubah menjadi lembek bahkan menelan benda-benda yang berada di atasnya. Lantas, apa penyebab hal tersebut bisa terjadi?

Kondisi likuifaksi terjadi karena perubahan tekanan air dalam pori-pori tanah saat terjadi guncangan yang kuat.

Tanah yang biasanya bertekstur keras dan berfungsi sebagai penopang berubah menjadi tidak stabil dan kehilangan kekuatannya, sehingga bertekstur seperti cairan.
Umumnya, likuifaksi rentan terjadi terhadap tanah yang jenuh air karena pori-pori tanah dapat mudah terisi dengan air. Sehingga, ketika terjadi gempa, getaran tersebut dapat meningkatkan tekanan air di dalam pori-pori tanah.

Akibatnya, partikel-partikel tanah tidak lagi saling mengikat dengan kuat dan mulai bergerak bebas dalam tekanan air, yang menyebabkan tanah kehilangan kekuatannya.

Proses ini sering kali terjadi pada jenis tanah non kohesif yaitu tanah berbutir kasar dan tidak memiliki kelekatan antar butirnya, sehingga kemampuannya sangat rendah dalam melewatkan air dalam jumlah besar, seperti pasir dan kerikil.
Fenomena ini membuat tanah tampak seperti mengalir, mirip dengan pasir hisap.

Tanah yang mengalami likuifaksi tidak dapat menahan beban berat, sehingga bangunan, pohon, kendaraan, dan beban di atasnya bisa tenggelam atau bergeser dari tempatnya.
Beberapa faktor penyebab dari likuifaksi yakni sering terjadinya kadar air yang tinggi, jenis tanah yang berbutir kasar, hingga guncangan gempa yang terlalu kuat.

Walaupun sudah pernah terjadi di beberapa wilayah Indonesia, bencana likuifaksi ini mulai dikenal saat terjadi di wilayah Sulawesi Tengah, daerah Palu dan Donggala setelah terjadi gempa dengan kekuatan M 7,4. Fenomena ini pun mengakibatkan kerusakan wilayah yang sangat parah hingga menelan banyak korban jiwa.

Tanda-tanda bahaya likuifaksi

Bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa, terutama di dekat pesisir, mengenali tanda-tanda likuifaksi dapat meminimalisir risiko bencana ini.

Jika terpantau ketinggian air tanah di sekitar lokasi mencurigakan seperti naik dan turun secara tiba-tiba, hal ini dapat menjadi tanda terjadinya pencairan tanah.

Kemudian, saat gempa bumi terjadi, likuifaksi dapat ditunjukkan dengan adanya air dan lumpur yang muncul dari permukaan tanah. Kemunculan lumpur dan air ini dapat berbentuk seperti semburan ke udara atau geyser.

Kondisi tanah pun dapat terlihat sebagai tanda dari likuifaksi. Tanah yang retak dengan bentuk berantakan dan besar saat terjadi getaran gempa, hal ini menjadi tanda yang perlu diwaspadai.

Retakan tanah yang tak wajar seperti ini biasa muncul di sekitar bangunan rumah bahkan gedung tinggi yang mulai miring atau tenggelam.
Tanda-tanda tersebut dapat dikenali dengan beberapa pengamatan ilmiah, seperti melakukan analisis geologi area yang meliputi pendataan sifat tanah, karakteristik lapisan batuan, hingga pengenalan histori gempa yang pernah terjadi, memantau getaran tanah menggunakan seismometer, dan mengambil sampel tanah untuk dianalisis sifat hingga mekanik tanahnya.

Itulah pengertian dari likuifaksi dan tanda-tanda bahaya yang perlu diketahui untuk meminimalisir risiko bahaya atau kerugian yang akan terjadi. Dengan pemahaman yang baik tentang likuifaksi, masyarakat dapat lebih waspada dan siap menghadapi ancaman yang muncul terutama di wilayah rawan gempa.