Pemerintah lihat potensi perkecil celah pendanaan untuk konservasi
5 November 2024 19:16 WIB
Arsip - Proses pelepasliaran orangutan oleh BKSDA Kalbar dan IARI di lokasi Taman Nasional Bukit Baka Bukit Raya (TNBBBR). ANTARA/HO- IARI.
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah melihat potensi untuk pendanaan khusus konservasi untuk memperkecil celah pendanaan dan terdapat beberapa pihak yang sudah menyatakan komitmenya.
Saat pertemuan dengan media di Jakarta Selasa, Satyawan Pudyatmoko selaku Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang kini menjadi Kementerian LH dan Kemenhut, mengatakan pihaknya tengah menyusun aturan mengenai pendanaan khusus untuk kegiatan konservasi.
Hal itu dilakukan, jelas Satyawan, karena terdapat gap atau celah dalam pendanaan untuk pengelolaan keanekaragaman hayati. Dari kebutuhan Rp33,6 triliun per tahun dengan dana yang tersedia Rp10,21 triliun berasal termasuk dari APBN.
Dia menyebut tengah memproses dengan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk menampung hibah dari berbagai pihak untuk kegiatan konservasi di Indonesia, sembari memastikan adanya payung hukum dengan penyusunan aturan pendanaan berkelanjutan turunan dari UU No. 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).
"Lalu banyak juga misalnya dana-dana yang terkait dari NGO internasional, berasal dari NGO yang berada di dalam negeri, ada kerja sama dengan sektor publik misalnya, itu banyak sekali yang bisa kita cari dari situ," ujarnya.
"Saya optimistis dengan adanya payung hukum ini, maka nanti gap antara pendanaan yang dibutuhkan dengan yang tersedia itu bisa semakin diperkecil," tambah Satyawan.
"Pemerintah sendiri sudah mengkaji potensi pendanaan tersebut dan ditemukan sekitar 43 sumber pendanaan khusus untuk kegiatan konservasi," kata Indra Exploitasia sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Pangan.
"Tapi itu bisa kita pilah mana yang benar-benar bisa kita pakai sebagai yang kategori sumber-sumber sah sesuai ketentuan perundangan tadi, itu sekitar 17," tuturnya.
Dia juga menjelaskan, saat ini Indonesia tengah mengkaji skema pembagian keuntungan (benefit sharing) yang berkeadilan dari usaha terkait dengan konservasi sumber daya alam hayati sebagai bagian dari aturan pendanaan tersebut.
Tujuannya untuk memastikan para pihak dapat melakukan penandaan anggaran (budget tagging) demi kepentingan upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Saat pertemuan dengan media di Jakarta Selasa, Satyawan Pudyatmoko selaku Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), yang kini menjadi Kementerian LH dan Kemenhut, mengatakan pihaknya tengah menyusun aturan mengenai pendanaan khusus untuk kegiatan konservasi.
Hal itu dilakukan, jelas Satyawan, karena terdapat gap atau celah dalam pendanaan untuk pengelolaan keanekaragaman hayati. Dari kebutuhan Rp33,6 triliun per tahun dengan dana yang tersedia Rp10,21 triliun berasal termasuk dari APBN.
Dia menyebut tengah memproses dengan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH) untuk menampung hibah dari berbagai pihak untuk kegiatan konservasi di Indonesia, sembari memastikan adanya payung hukum dengan penyusunan aturan pendanaan berkelanjutan turunan dari UU No. 32 tahun 2024 tentang Perubahan atas UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE).
"Lalu banyak juga misalnya dana-dana yang terkait dari NGO internasional, berasal dari NGO yang berada di dalam negeri, ada kerja sama dengan sektor publik misalnya, itu banyak sekali yang bisa kita cari dari situ," ujarnya.
"Saya optimistis dengan adanya payung hukum ini, maka nanti gap antara pendanaan yang dibutuhkan dengan yang tersedia itu bisa semakin diperkecil," tambah Satyawan.
"Pemerintah sendiri sudah mengkaji potensi pendanaan tersebut dan ditemukan sekitar 43 sumber pendanaan khusus untuk kegiatan konservasi," kata Indra Exploitasia sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Pangan.
"Tapi itu bisa kita pilah mana yang benar-benar bisa kita pakai sebagai yang kategori sumber-sumber sah sesuai ketentuan perundangan tadi, itu sekitar 17," tuturnya.
Dia juga menjelaskan, saat ini Indonesia tengah mengkaji skema pembagian keuntungan (benefit sharing) yang berkeadilan dari usaha terkait dengan konservasi sumber daya alam hayati sebagai bagian dari aturan pendanaan tersebut.
Tujuannya untuk memastikan para pihak dapat melakukan penandaan anggaran (budget tagging) demi kepentingan upaya konservasi keanekaragaman hayati.
Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: