DMSI: KEK tingkatkan investasi hilir sawit hingga 1.600 miliar dolar
5 November 2024 15:09 WIB
Para narasumber berfoto bersama dalam Seminar "Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi" di Jakarta, Senin (4/11/2024). ANTARA/HO-DMSI
Jakarta (ANTARA) - Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) menyatakan pentingnya kawasan ekonomi khusus (KEK) dimaksimalkan untuk menarik minat investor dalam industri sawit.
Menurut Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga di Jakarta, Selasa, KEK merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk pengembangan pusat ekonomi, pengembangan ekonomi nasional, dan mendukung industrialisasi.
"Itulah mengapa kami merasa Dewan Sawit melihat supaya KEK perlu dimaksimalkan karena terdapat potensi investasi senilai 1.600 miliar dolar AS,” katanya dalam Seminar "Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi".
Nilai investasi sebesar itu, lanjutnya, berasal dari produk hilir sawit seperti biolubrikan, emulsifier, oleokimia, glycol, propylene, surfaktan, katalis, dan metanol.
Terlebih, lanjutnya, Indonesia memiliki keunggulan geografis yang strategis, menjadikannya tempat yang ideal untuk mengembangkan industri sawit.
“Jadi yang kami maksudkan dengan adanya KEK ini adalah industri yang ada di Eropa, industri yang ada di mana-mana itu bisa berpindah ke dalam negeri karena bahan bakunya ada di sini,” kata Sahat dalam kegiatan yang digelar DMSI dan Majalah Sawit Indonesia itu.
Sementara itu, Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian RI Dida Gardera menyatakan pemerintah akan melanjutkan kebijakan KEK untuk dapat dioptimalkan oleh pelaku usaha khususnya investasi hilir sawit yang bernilai tambah tinggi di bidang pangan dan energi baru terbarukan.
"KEK dapat mempercepat pertumbuhan investasi energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur yang bernilai tambah tinggi," katanya dalam seminar yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu.
Dida mengusulkan perlunya dikaji kembali supaya KEK bisa mendorong hilirisasi dari sawit karena memiliki berbagai kemudahan seperti fiskal, perizinan untuk meningkatkan investasi hilir sawit.
Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Rizal Edwin Manansang menjelaskan bahwa dari 24 KEK ada empat yang memiliki kegiatan utama terkait pengolahan sawit, yaitu KEK Sei Mangke di Sumatera Utara, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MTBK) di Kalimantan Timur, KEK Sorong di Papua Barat Daya, dan KEK Arun Lhokseumawe di Kabupaten Aceh.
Khusus KEK yang berusaha atau memiliki tema industri pengolahan sawit, tambahnya, sudah ada 37 pelaku usaha dengan realisasi investasi kumulatif Rp21,9 triliun dan juga menyerap tenaga kerja sebanyak 6.247 orang.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Putu Juli Ardika menjelaskan bahwa Visi Sawit Indonesia Emas 2045 yaitu Indonesia menjadi pusat produksi dan konsumsi sehingga menjadi price setter global CPO dan turunannya. Strategi ini dilakukan melalui jalur pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit nasional yaitu food and fitonutrient, fine chemical, fuel liquid, dan fiber biomassa.
Dikatakannya, pada 2030 ditargetkan akan ada 250 jenis produk hilir sawit. Hingga 2023, jumlah produk hilir sawit telah mencapai 193 jenis produk yang meningkat dari tahun 2010 sebesar 54 jenis produk..
Sementara itu, Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS Arfie Thahar menyebutkan lembaganya mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus yang fokus kepada produk hilir sawit bernilai tambah tinggi.
Dukungan ini diwujudkan BPDPKS melalui program Penelitian dan Pengembangan merupakan salah satu upaya BPDPKS untuk melakukan penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang saling bersinergi di sektor hulu dan hilir, demi terwujudnya industri sawit nasional yang tangguh dan berkelanjutan.
Program ini sejak dilaksanakan pada 2015 telah mendanai sebanyak 346 kontrak perjanjian kerjasama dengan 88 lembaga litbang yang melibatkan 1212 peneliti di 21 provinsi di Indonesia.
Dari tujuh bidang penelitian, terdapat 60 riset bidang bioenergi, 41 riset bidang biomaterial, 30 riset bidang pangan, 65 riset bidang lingkungan, 41 riset bidang budidaya, 19 riset bidang pasca panen dan 77 riset bidang sosial ekonomi/teknologi informasi.
Output dari program ini antara lain telah menghasilkan 58 paten yang telah didaftarkan, 305 publikasi di jurnal internasional dan nasional, serta 7 buku yang telah dicetak.
Baca juga: GPPI: Perlu kolaborasi tumbuhkan sektor kelapa sawit
Baca juga: TEA: Pemanfaatan limbah sawit untuk bioetanol lebih ramah lingkungan
Baca juga: Gapki minta pemerintah ikut lindungi industri sawit dari isu negatif
Menurut Ketua Umum DMSI Sahat Sinaga di Jakarta, Selasa, KEK merupakan kebijakan strategis pemerintah untuk pengembangan pusat ekonomi, pengembangan ekonomi nasional, dan mendukung industrialisasi.
"Itulah mengapa kami merasa Dewan Sawit melihat supaya KEK perlu dimaksimalkan karena terdapat potensi investasi senilai 1.600 miliar dolar AS,” katanya dalam Seminar "Peranan Kawasan Ekonomi Khusus Terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Industri Hilir Sawit Bernilai Tambah Tinggi".
Nilai investasi sebesar itu, lanjutnya, berasal dari produk hilir sawit seperti biolubrikan, emulsifier, oleokimia, glycol, propylene, surfaktan, katalis, dan metanol.
Terlebih, lanjutnya, Indonesia memiliki keunggulan geografis yang strategis, menjadikannya tempat yang ideal untuk mengembangkan industri sawit.
“Jadi yang kami maksudkan dengan adanya KEK ini adalah industri yang ada di Eropa, industri yang ada di mana-mana itu bisa berpindah ke dalam negeri karena bahan bakunya ada di sini,” kata Sahat dalam kegiatan yang digelar DMSI dan Majalah Sawit Indonesia itu.
Sementara itu, Deputi Menko II Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kementerian Perekonomian RI Dida Gardera menyatakan pemerintah akan melanjutkan kebijakan KEK untuk dapat dioptimalkan oleh pelaku usaha khususnya investasi hilir sawit yang bernilai tambah tinggi di bidang pangan dan energi baru terbarukan.
"KEK dapat mempercepat pertumbuhan investasi energi baru terbarukan seperti bioetanol dan bioavtur yang bernilai tambah tinggi," katanya dalam seminar yang didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) itu.
Dida mengusulkan perlunya dikaji kembali supaya KEK bisa mendorong hilirisasi dari sawit karena memiliki berbagai kemudahan seperti fiskal, perizinan untuk meningkatkan investasi hilir sawit.
Sekretaris Jenderal Dewan Nasional KEK Rizal Edwin Manansang menjelaskan bahwa dari 24 KEK ada empat yang memiliki kegiatan utama terkait pengolahan sawit, yaitu KEK Sei Mangke di Sumatera Utara, KEK Maloy Batuta Trans Kalimantan (MTBK) di Kalimantan Timur, KEK Sorong di Papua Barat Daya, dan KEK Arun Lhokseumawe di Kabupaten Aceh.
Khusus KEK yang berusaha atau memiliki tema industri pengolahan sawit, tambahnya, sudah ada 37 pelaku usaha dengan realisasi investasi kumulatif Rp21,9 triliun dan juga menyerap tenaga kerja sebanyak 6.247 orang.
Dirjen Industri Agro Kementerian Perindustrian RI Putu Juli Ardika menjelaskan bahwa Visi Sawit Indonesia Emas 2045 yaitu Indonesia menjadi pusat produksi dan konsumsi sehingga menjadi price setter global CPO dan turunannya. Strategi ini dilakukan melalui jalur pengembangan hilirisasi industri kelapa sawit nasional yaitu food and fitonutrient, fine chemical, fuel liquid, dan fiber biomassa.
Dikatakannya, pada 2030 ditargetkan akan ada 250 jenis produk hilir sawit. Hingga 2023, jumlah produk hilir sawit telah mencapai 193 jenis produk yang meningkat dari tahun 2010 sebesar 54 jenis produk..
Sementara itu, Kepala Divisi Program Pelayanan BPDPKS Arfie Thahar menyebutkan lembaganya mendukung pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus yang fokus kepada produk hilir sawit bernilai tambah tinggi.
Dukungan ini diwujudkan BPDPKS melalui program Penelitian dan Pengembangan merupakan salah satu upaya BPDPKS untuk melakukan penguatan, pengembangan dan peningkatan pemberdayaan perkebunan dan industri sawit yang saling bersinergi di sektor hulu dan hilir, demi terwujudnya industri sawit nasional yang tangguh dan berkelanjutan.
Program ini sejak dilaksanakan pada 2015 telah mendanai sebanyak 346 kontrak perjanjian kerjasama dengan 88 lembaga litbang yang melibatkan 1212 peneliti di 21 provinsi di Indonesia.
Dari tujuh bidang penelitian, terdapat 60 riset bidang bioenergi, 41 riset bidang biomaterial, 30 riset bidang pangan, 65 riset bidang lingkungan, 41 riset bidang budidaya, 19 riset bidang pasca panen dan 77 riset bidang sosial ekonomi/teknologi informasi.
Output dari program ini antara lain telah menghasilkan 58 paten yang telah didaftarkan, 305 publikasi di jurnal internasional dan nasional, serta 7 buku yang telah dicetak.
Baca juga: GPPI: Perlu kolaborasi tumbuhkan sektor kelapa sawit
Baca juga: TEA: Pemanfaatan limbah sawit untuk bioetanol lebih ramah lingkungan
Baca juga: Gapki minta pemerintah ikut lindungi industri sawit dari isu negatif
Pewarta: Subagyo
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2024
Tags: