Delapan WNI tertangkap akibat gunakan jalur ilegal
16 Juli 2014 23:33 WIB
ilustrasi Sejumlah Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal yang dideportasi dari Malaysia, menunggu pendataan imigrasi, di pelabuhan internasional Sri Bintan Pura Tanjungpinang, Kepulauan Riau. (ANTARA/Yusnadi Nazar)
Kuala Lumpur (ANTARA News) - Delapan warga negara Indonesia tertangkap pihak Maritim Malaysia di Perairan Batu Pahat, Johor, akibat menaiki kapal bot pancung ke perairan Batam melalui jalur ilegal.
"Delapan WNI yang ditangkap itu terdiri dari tujuh pria dan satu wanita. Semuanya tidak dilengkapi dokumen perjalanan resmi," ungkap Konsul Kepolisian KJRI Johor Bahru, Kompol Endro Sulaksono saat menjelaskan kepada Antara, Rabu.
Tim satgas KJRI Johor Bahru telah melakukan upaya perlindungan WNI dengan mendatangi delapan WNI dan berbicara dengan mereka.
Menurut pengakuan para WNI tersebut, mereka memilih jalur ilegal untuk ke Indonesia karena tidak memiliki dokumen paspor.
Mereka rata-rata telah menyerahkan uang sebesar 700 hingga 1.500 ringgit setara Rp2,5 juta hingga Rp5,4 juta kepada agen yang tidak menjamin keselamatan sesuai yang dijanjikan.
Terkait kasus ini, tim Satgas KJRI Johor juga telah menemui pihak Maritim Johor guna mendapatkan informasi lebih lanjut.
"Berdasarkan informasi dari Azhar selaku penyidik Maritim Johor (di Indonesia seperti Badan Keamanan Laut-red) bahwa pihaknya segera menyelesaikan proses penyidikan guna kepastian hukum," ungkapnya.
Dari penangkapan tersebut terdapat WNI berusia lanjut dan di bawah umur. Kedua orang tersebut, oleh tim Satgas dimohonkan untuk segera dipulangkan atas dasar kemanusiaan.
Permintaan tersebut disambut positif oleh pihak Maritim Johor dan mereka segera berkoordinasi dengan jaksa agar segera mendapatkan persetujuan.
Sementara itu, ke-8 WNI yang ditangkap tersebut di antaranya adalah seorang perempuan bernama Zaenab (40), asal Lombok.
Sedangkan tujuh lelaki yaitu Suma (20) asal Lombok, Ramli (23) asal Lombok, Sahdan (37) asal Lombok, Sukar (15) asal Lombok, Nurokhim (27), asal Blitar, Madi (65) asal Madura dan Misna (30) asal Majalengka.
Atas kejadian tersebut, delapan WNI itu dapat dijerat dengan Undang-Undang imigrasi sebagai pendatang asing tanpa izin (PATI) dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun.
(N004/T007)
"Delapan WNI yang ditangkap itu terdiri dari tujuh pria dan satu wanita. Semuanya tidak dilengkapi dokumen perjalanan resmi," ungkap Konsul Kepolisian KJRI Johor Bahru, Kompol Endro Sulaksono saat menjelaskan kepada Antara, Rabu.
Tim satgas KJRI Johor Bahru telah melakukan upaya perlindungan WNI dengan mendatangi delapan WNI dan berbicara dengan mereka.
Menurut pengakuan para WNI tersebut, mereka memilih jalur ilegal untuk ke Indonesia karena tidak memiliki dokumen paspor.
Mereka rata-rata telah menyerahkan uang sebesar 700 hingga 1.500 ringgit setara Rp2,5 juta hingga Rp5,4 juta kepada agen yang tidak menjamin keselamatan sesuai yang dijanjikan.
Terkait kasus ini, tim Satgas KJRI Johor juga telah menemui pihak Maritim Johor guna mendapatkan informasi lebih lanjut.
"Berdasarkan informasi dari Azhar selaku penyidik Maritim Johor (di Indonesia seperti Badan Keamanan Laut-red) bahwa pihaknya segera menyelesaikan proses penyidikan guna kepastian hukum," ungkapnya.
Dari penangkapan tersebut terdapat WNI berusia lanjut dan di bawah umur. Kedua orang tersebut, oleh tim Satgas dimohonkan untuk segera dipulangkan atas dasar kemanusiaan.
Permintaan tersebut disambut positif oleh pihak Maritim Johor dan mereka segera berkoordinasi dengan jaksa agar segera mendapatkan persetujuan.
Sementara itu, ke-8 WNI yang ditangkap tersebut di antaranya adalah seorang perempuan bernama Zaenab (40), asal Lombok.
Sedangkan tujuh lelaki yaitu Suma (20) asal Lombok, Ramli (23) asal Lombok, Sahdan (37) asal Lombok, Sukar (15) asal Lombok, Nurokhim (27), asal Blitar, Madi (65) asal Madura dan Misna (30) asal Majalengka.
Atas kejadian tersebut, delapan WNI itu dapat dijerat dengan Undang-Undang imigrasi sebagai pendatang asing tanpa izin (PATI) dengan ancaman hukuman penjara maksimal lima tahun.
(N004/T007)
Pewarta: N. Aulia Badar
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: