Kemenkes paparkan pemanfaatan anggaran kesehatan Rp217,3 triliun
4 November 2024 20:35 WIB
Ilustrasi: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin (tengah) dan Sekjen Kemenkes Kunta Wibawa Dasa Nugraha (kiri) mengikuti rapat kerja bersama Komisi IX DPR di kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/6/2024). Raker tersebut membahas Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun anggaran 2025. ANTARA FOTO/Galih Pradipta/aww (ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah telah mengalokasikan anggaran kesehatan untuk 2025 sekitar Rp217,3 triliun atau mencapai sekitar enam persen dari total APBN 2025, meski kewajiban alokasi anggaran untuk kesehatan telah dihapus dalam UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman mengatakan dari total anggaran kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengelola sekitar Rp129,8 triliun. Sebanyak Rp105,6 triliun, katanya, akan dikelola Kemenkes, sementara Rp24,2 triliun dialokasikan untuk pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan nonfisik.
“Dengan adanya alokasi sebesar enam persen ini, tentunya pemerintah berkomitmen untuk mengelolanya secara efektif dan efisien bagi peningkatan kualitas dan akses layanan kesehatan,” kata Aji dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Dana tersebut, lanjutnya, akan digunakan untuk mendukung berbagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat dan produktif, serta menyukseskan agenda transformasi kesehatan.
Baca juga: Menkes: Rencana Induk Kesehatan langkah konkret ubah haluan anggaran
Aji menyebutkan program percepatan di bidang kesehatan yang dilaksanakan mulai tahun 2025 yaitu pemeriksaan kesehatan gratis, penurunan kasus TB, dan pembangunan rumah sakit daerah Kelas D/D Pratama menjadi Kelas C.
"Program strategis Kemenkes lainnya antara lain percepatan penurunan stunting melalui pemberian makanan bergizi bagi ibu hamil/menyusui dan balita, serta pengendalian penyakit menular seperti malaria dan AIDS," ucapnya.
Selain itu, katanya, anggaran kesehatan 2025 mencakup penguatan akses dan layanan kesehatan di seluruh daerah, seperti peningkatan Program JKN, penyediaan sarana dan prasarana, serta memperkuat kemandirian industri farmasi dalam negeri.
Untuk mendukung berbagai program strategis tersebut, kata Aji, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan guna meningkatkan kapasitas dan keterampilan SDM kesehatan agar peningkatan kualitas dan distribusi SDM kesehatan lebih merata.
Baca juga: Kemenkes: 10 tahun "Mandatory Spending" tak jamin kesehatan lebih baik
“Dengan adanya anggaran kesehatan yang lebih besar diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan,” harapnya.
Kewajiban alokasi anggaram dihapus dari UU Kesehatan karena pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin mengubah paradigma belanja kesehatan dari kewajiban alokasi anggaran harus dihabiskan apapun belanja kesehatannya menjadi program kesehatan berbasis kebutuhan.
“Sebelum UU Kesehatan, program disusun berdasarkan paradigma bagaimana membelanjakan lima persen kewajiban alokasi anggaran kesehatan, sehingga ada kecenderungan program dibuat-buat yang penting anggaran terbelanjakan. Contohnya anggaran stunting dipakai untuk renovasi pagar puskesmas. Ini tidak efisien dan tidak tepat sasaran,” kata Aji.
“Dalam paradigma baru, anggaran dibuat berdasarkan kebutuhan dan program yang akan dijalankan sehingga lebih tepat sasaran. Jadi tidak benar isu yang beredar hilangnya mandatory spending di UU Kesehatan berarti anggaran kesehatan akan menurun ke depannya,” ujar Aji.
Baca juga: Kemenkes uji publik aturan pendanaan kesehatan berbasis kinerja
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Aji Muhawarman mengatakan dari total anggaran kesehatan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan mengelola sekitar Rp129,8 triliun. Sebanyak Rp105,6 triliun, katanya, akan dikelola Kemenkes, sementara Rp24,2 triliun dialokasikan untuk pemerintah daerah (pemda) dalam bentuk Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik dan nonfisik.
“Dengan adanya alokasi sebesar enam persen ini, tentunya pemerintah berkomitmen untuk mengelolanya secara efektif dan efisien bagi peningkatan kualitas dan akses layanan kesehatan,” kata Aji dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin.
Dana tersebut, lanjutnya, akan digunakan untuk mendukung berbagai program unggulan Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang sehat dan produktif, serta menyukseskan agenda transformasi kesehatan.
Baca juga: Menkes: Rencana Induk Kesehatan langkah konkret ubah haluan anggaran
Aji menyebutkan program percepatan di bidang kesehatan yang dilaksanakan mulai tahun 2025 yaitu pemeriksaan kesehatan gratis, penurunan kasus TB, dan pembangunan rumah sakit daerah Kelas D/D Pratama menjadi Kelas C.
"Program strategis Kemenkes lainnya antara lain percepatan penurunan stunting melalui pemberian makanan bergizi bagi ibu hamil/menyusui dan balita, serta pengendalian penyakit menular seperti malaria dan AIDS," ucapnya.
Selain itu, katanya, anggaran kesehatan 2025 mencakup penguatan akses dan layanan kesehatan di seluruh daerah, seperti peningkatan Program JKN, penyediaan sarana dan prasarana, serta memperkuat kemandirian industri farmasi dalam negeri.
Untuk mendukung berbagai program strategis tersebut, kata Aji, pemerintah juga mengalokasikan dana untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kesehatan guna meningkatkan kapasitas dan keterampilan SDM kesehatan agar peningkatan kualitas dan distribusi SDM kesehatan lebih merata.
Baca juga: Kemenkes: 10 tahun "Mandatory Spending" tak jamin kesehatan lebih baik
“Dengan adanya anggaran kesehatan yang lebih besar diharapkan Indonesia dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat secara keseluruhan,” harapnya.
Kewajiban alokasi anggaram dihapus dari UU Kesehatan karena pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ingin mengubah paradigma belanja kesehatan dari kewajiban alokasi anggaran harus dihabiskan apapun belanja kesehatannya menjadi program kesehatan berbasis kebutuhan.
“Sebelum UU Kesehatan, program disusun berdasarkan paradigma bagaimana membelanjakan lima persen kewajiban alokasi anggaran kesehatan, sehingga ada kecenderungan program dibuat-buat yang penting anggaran terbelanjakan. Contohnya anggaran stunting dipakai untuk renovasi pagar puskesmas. Ini tidak efisien dan tidak tepat sasaran,” kata Aji.
“Dalam paradigma baru, anggaran dibuat berdasarkan kebutuhan dan program yang akan dijalankan sehingga lebih tepat sasaran. Jadi tidak benar isu yang beredar hilangnya mandatory spending di UU Kesehatan berarti anggaran kesehatan akan menurun ke depannya,” ujar Aji.
Baca juga: Kemenkes uji publik aturan pendanaan kesehatan berbasis kinerja
Pewarta: Mecca Yumna Ning Prisie
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: