Jakarta (ANTARA News) - Jerman membantai Brasil 7-1 sebelum ke final, sedangkan Argentina lolos hanya karena menang adu penalti 4-2 melawan Belanda pada semifinal.

Lantas, apakah laga final ketiga mereka pada Piala Dunia nanti akan diwarnai hujan gol seperti pada final Piala Dunia Meksiko 1986 ketika Argentina menang 3-2 atau irit gol ketika Jerman Barat menang 1-0 pada Piala Dunia 1990 di Italia?

Berkaca dari kecenderungan final Piala Dunia belakangan ini yang didominasi adu kuat di pertahanan, maka mungkin tak akan banyak gol yang tercipta di Stadion Maracana, Rio de Janeiro, Senin dini hari nanti.

Ilustrasinya terlihat pada final Piala Dunia 1986 dan sebelumnya, dengan priode final Piala Dunia 1986 ke atas.

Menurut Reuters, enam final sampai Piala Dunia 1986 menghasilkan 27 gol, sedangkan enam final sejak Piala Dunia 1990 hanya menelurkan sembilan gol.

Ada alasan untuk mengatakan final di Brasil akan diwarnai pesta gol, salah satunya produktivitas gol Piala Dunia 2014 yang sejauh ini sudah 170 gol atau kurang satu gol dari rekor sepanjang masa 171 gol yang tercipta pada Piala Dunia 1998 di Prancis.

Tetapi, ada keraguan final kali ini tidak akan boros gol, kendati Jerman memproduksi tujuh gol ke gawang Brasil sebelum bertemu Argentina.

Menghadapi Argentina yang diperkuat si jenius Lionel Messi dan barisan pertahanan yang disiplin di bawah komando gelandang bertahan Javier Macherano yang disebut gelandang Jerman Bastian Schweinsteiger "pemimpin para serigala", Der Panzer tak akan mudah mengalahkan Argentina. Faktor utamanya adalah Lionel Messi.

Pada perempat final Piala Dunia 2010, Jerman memang memukul Argentina yang sudah diperkuat Messi dan para pemain yang kini bertempur di Brasil, dengan skor 4-0.

Dulu Messi bukan penentu, tapi sekarang dia telah menjadi penentu permainan Argentina seperti Diego Maradona di masa silam.

Oleh karena itu, hal pertama yang dilakukan pelatih Jerman Joachim Loew adalah melumpuhkan Messi, kendati dia pernah berkata, "Tim ini bukan hanya soal Messi. Jika Anda berkeyakinan seperti itu, maka Anda jelas keliru."

Tim para gelandang

Tak dipungkiri lagi Messi akan menjadi ganjalan lapangan tengah Jerman yang superior dan berbeda dari tim-tim Jerman masa lalu yang kerap menonjolkan sosok pemain terpenting seperti Lothar Matthaus pada Piala Dunia 1990.

Sekarang, Jerman adalah tim yang merata kemampuannya dan merajai lapangan tengah.

"Mereka adalah tim para gelandang," kata kolumnis The Guardian Raphael Honigstein. Dan tiang pancang tim berorintasi lapangan tengah ini dibangun oleh Louis van Gaal selagi menukangi Bayern Munchen pada 2009-2011 yang lalu diadopsi timnas Jerman karena banyak anggota skuat Jerman berasal dari Bayern.

Namun menghadapi Argentina, para gelandang Jerman menghadapi masalah utama pada Lionel Messi yang bisa mengubah jalannya pertandingan.

Dia memang bisa dijinakkan, tapi sedikit saja mendapatkan celah, Messi akan berbalik mematikan. Dia menanti lawan melakukan kesalahan untuk memberinya sedikit ruang dan setelah dia datang menghukum lawan.

Iran yang menumpuk pemain di belakang akhirnya dibobol Messi begitu Pemain Terbaik Dunia empat kali itu memperoleh ruang. Begitu pula Swiss yang menugaskan dua pemain untuk menempel Messi, lengah ketika Messi memanfaatkan momen kecil guna mengarsiteki gol Angel Di Maria.

Messi terkarantina ketika pelatih Belanda Louis van Gaal menugaskan Nigel de Jong dan lalu Jordy Clasie untuk mengawalnya, sedangkan Georginio Wijnaldum dan Wesley Sneijder memotong suplai bola ke Messi, sementara Ron Vlaar sesekali melapis De Jong menempeli Messi. Tapi si jenius ini tetap bisa keluar dengan sempat melepaskan umpan berbahaya kepada Maxi Rodríguez.

Loew sepertinya akan meniru sukses Belanda itu dengan menugaskan Schweinsteiger untuk mengawal Messi.

Gelandang Bayern ini piawai mengumpan tapi juga bagus dalam bertahan. Loew juga akan menugaskan Toni Kroos dan Sami Khedira untuk menekan para gelandang Argentina sehingga tak bisa mengirimkan bola kepada Messi.

Tapi akan berbahaya jika Messi bergerak ke kanan seperti dia lakukan saat melawan Belanda di semifinal, karena di zona ini, Messi yang kidal bisa memanfaatkan titik lemah Jerman pada bek tengah Benedikt Howedes dengan memperdayainya dengan gerakan kidalnya.

Mengutip The Guardian, agar Messi lumpuh, Jerman perlu tiga hal. Pertama, ada pemain berketerampilan individual tinggi seperti Schweinsteiger. Dua, kerja tim yang kuat sehingga Schweinsteiger tak sendirian mengawal Messi. Tiga, memotong suplai bola ke Messi dan ini akan menjadi tugas Kroos dan Khedira.

Kross dan Khedira adalah kunci sukses permainan Jerman saat melawan Brasil, dan kini mereka berupaya melumpuhkan Javier Mascherano dan Lucas Biglia.

Serangan balik

Sebaliknya, tugas berat Argentina adalah mengatasi ancaman gelandang-gelandang Jerman jika tidak ingin hancur seperti Brasil di mana awal kehancuran Selecao berawal dari gasakkan para gelandang Jerman di lapangan tengah.

"Ini tugas amat sulit bagi Argentina yang tak dikaruniai para pengumpan hebat di tengah lapangan, apalagi dengan waktu istirahat sehari lebih singkat," tulis The Guardian.

Pelatih Alejandro Sabella mungkin akan menurunkan lagi Enzo Perez di sayap kanan yang biasa ditempati Angel di Maria, kendati pemain sayap Benfica ini biasa berfungsi sebagai gelandang tengah. Perez akan bermitra dengan Mascherano dan Biglia.

Demi memenangkan pertarungan di lapangan tengah, para gelandang Argentina mesti segera mengalirkan bola begitu menekan karena terlalu lama menahan bola akan kacau ketika menghadapi tim sekuat Jerman. Ulah gelandang Brasil Fernandinho yang lama menahan bola adalah pembuka bagi gol keempat Jerman di semifinal lalu.

Argentina juga akan bertumpu pada Mascherano yang selain hebat dalam tekel, namun juga piawai mendistribusikan bola. Tapi jawaban pamungkas untuk superiornya lapangan tengah Jerman adalah bertahan dan adu kuat di lapangan tengah sehingga Jerman tak berkesempatan melancarkan serangan balik yang pada semifinal lalu meluluhlantakkan Brasil.

Argentina tak ingin mengalami bencana seperti Brasil, namun Argentina sebenarnya tak perlu sekhawatir itu karena para pemainnya biasa solid ketika bola di depan mereka, seperti ketika melawan Belanda di semifinal. Kesolidan inilah yang membuat mereka hanya kebobolan satu gol di fase gugur.

Untuk itu, ulas The Guardian, Sabella tampaknya akan membebaskan Jerman merajalela di tengah, tetapi begitu lebih maju para pemain Argentina akan siap mengganggu sehingga pemainan menjadi ketat di tengah dan area sebelum kotak penalti. Dengan cara itu, Argentina akan menanti momen untuk serangan balik dengan bertumpu pada Messi.

"Mereka punya pemain yang bisa berubah melakukan serangan balik yang sangat cepat atau menyerap tekanan. Bisa jadi Argentina yang mencoba menyerang kami lebih awal, lalu mundur, kami harus bersiap untuk itu," kata Loew seperti dikutip AFP.

Jelas kedua tim sudah saling mengintip, saling mengamati dan telah bersiap dengan segala fomula.

Sekalipun mungkin tak ada hujan gol, final Piala Dunia, apalagi di Maracana dan mempertaruhkan dominasi dua kutub sepak bola di mana Jerman akan berjuang menjadi tim Eropa pertama yang menjadi juara dunia di Amerika Latin, akan selalu menjadi tontonan mengasyikan.