Wamendagri: Perubahan sosial butuh aktor dan kultur yang kuat
1 November 2024 21:22 WIB
Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya Sugiarto dalam acara Capacity Building bagi Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur di Lingkungan Pemerintah Kota Balikpapan yang berlangsung di Bogor, Jawa Barat, Jumat (1/11/2024). (ANTARA/HO-Puspen Kementerian Dalam Negeri)
Jakarta (ANTARA) - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan bahwa terdapat tiga elemen utama dalam menciptakan perubahan sosial yang nyata, yaitu aktor, struktur, dan kultur.
Menurutnya, ketiga unsur ini merupakan fondasi penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam mengelola birokrasi yang lebih efektif dan responsif.
"Nonsense, omong kosong, (bila) terjadi perubahan tanpa aktor, tidak mungkin,” kata Bima dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan aktor atau sosok yang berkomitmen pada perubahan adalah bagian krusial dalam mencapai transformasi. Namun, tanpa struktur yang terorganisir, seperti tata kelola dinas yang jelas, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang tepat, serta sistem tunjangan yang memadai, perubahan tidak akan berjalan secara efektif.
“Tapi aktor yang hebat tanpa kemudian dirapikan dan dikuatkan strukturnya, dinas-dinas ditata, tupoksinya, remunerasi, tunjangan, tunjangan kinerja (tukin) dan lain-lain, tidak bisa juga (melakukan perubahan),” tegasnya.
Selain aktor dan struktur, Bima juga menekankan pentingnya membangun kultur yang mendukung perubahan.
Ia berbagi pengalamannya saat menjabat sebagai wali kota, ketika berupaya menanamkan budaya disiplin di lingkungan pemerintahannya.
“Selama 10 tahun saya enggak pernah telat. Setiap Selasa jam 8 pasti briefing staf, 2 minggu sekali, kadang-kadang seminggu sekali,” tambah Bima.
Di hadapan para peserta, Bima juga mengingatkan pentingnya pelembagaan agar perubahan yang dicapai dapat bertahan lama.
Ia mengutip tokoh Singapura, Lee Kuan Yew, yang menyatakan bahwa perubahan tidak akan bertahan tanpa institusi yang kokoh.
“Bapak/Ibu sekalian tugas berat kita adalah bagaimana kemampuan secara personal bisa ditransfer menjadi institusional, regulasi, kebiasaan dibangun dan lain-lain,” pungkasnya.
Menurutnya, ketiga unsur ini merupakan fondasi penting yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah dalam mengelola birokrasi yang lebih efektif dan responsif.
"Nonsense, omong kosong, (bila) terjadi perubahan tanpa aktor, tidak mungkin,” kata Bima dalam keterangannya di Jakarta, Jumat.
Lebih lanjut, dia menjelaskan aktor atau sosok yang berkomitmen pada perubahan adalah bagian krusial dalam mencapai transformasi. Namun, tanpa struktur yang terorganisir, seperti tata kelola dinas yang jelas, tugas pokok dan fungsi (tupoksi) yang tepat, serta sistem tunjangan yang memadai, perubahan tidak akan berjalan secara efektif.
“Tapi aktor yang hebat tanpa kemudian dirapikan dan dikuatkan strukturnya, dinas-dinas ditata, tupoksinya, remunerasi, tunjangan, tunjangan kinerja (tukin) dan lain-lain, tidak bisa juga (melakukan perubahan),” tegasnya.
Selain aktor dan struktur, Bima juga menekankan pentingnya membangun kultur yang mendukung perubahan.
Ia berbagi pengalamannya saat menjabat sebagai wali kota, ketika berupaya menanamkan budaya disiplin di lingkungan pemerintahannya.
“Selama 10 tahun saya enggak pernah telat. Setiap Selasa jam 8 pasti briefing staf, 2 minggu sekali, kadang-kadang seminggu sekali,” tambah Bima.
Di hadapan para peserta, Bima juga mengingatkan pentingnya pelembagaan agar perubahan yang dicapai dapat bertahan lama.
Ia mengutip tokoh Singapura, Lee Kuan Yew, yang menyatakan bahwa perubahan tidak akan bertahan tanpa institusi yang kokoh.
“Bapak/Ibu sekalian tugas berat kita adalah bagaimana kemampuan secara personal bisa ditransfer menjadi institusional, regulasi, kebiasaan dibangun dan lain-lain,” pungkasnya.
Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2024
Tags: