Jakarta (ANTARA) - Dokter spesialis saraf RSUD Tanjung Priok dr. Priyanka Ganesha Utami, Sp.N mengatakan bahwa pasien membutuhkan fisioterapi rutin untuk dapat memperbaiki kondisi kesehatannya setelah terkena stroke.

“Jadi di dalam tubuh kita ada pembuluh darah besar dan kecil, kalau kita kenanya pembuluh darah yang kecil, mungkin bisa membaik fungsinya,” kata Priyanka dalam diskusi daring yang diikuti di Jakarta, Jumat.

Priyanka menjelaskan saat ini penyakit stroke menempati penyakit kedua sebagai penyebab kematian terbanyak di dunia dan pertama di Indonesia. Di mana penderitanya terkena serangan otak (brain attack) yang menyebabkan lemas setengah badan hingga buta pada satu mata secara mendadak.

Baca juga: Ahli gizi ingatkan jaga diet sehat untuk cegah stroke berulang

Dalam proses penyembuhannya, tenaga medis perlu melihat terlebih dahulu penyebab dari stroke yang diderita pasien. Apabila stroke terjadi akibat adanya pecah pembuluh darah yang kecil di otak, maka proses fisioterapi akan jauh lebih mudah dilakukan.

“Kalau kita kenanya di pembuluh darah yang kecil, mungkin kita bisa membaik fungsinya (dengan fisioterapi). Tapi di dalam otaknya, masih ada bekas luka dan kita bisa reparasi itu, caranya dengan fisioterapi,” ucap dia.

Ia mengatakan semakin rutin dilakukan, akan ada perubahan fungsi pada otak pasien sehingga sel-sel di dalamnya akan tumbuh secara perlahan.

Baca juga: Gaya hidup yang dapat kurangi risiko stroke

“Kita katakan sebagai neuroplastisitas, jadi otak kita tumbuh, kita bisa memolding seperti plastisin,” katanya.

Selain fisioterapi, tolak ukur lain yang dokter lihat dalam proses penyembuhan pasien stroke yakni tergantung pada gejala strokenya secara fungsional.

Biasanya para dokter akan melakukan penilaian menggunakan National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS), yakni sebuah skala nilai yang digunakan untuk menilai keparahan stroke dan respons terhadap terapi trombolisis.

Baca juga: Perbedaan stroke dan bell's palsy menurut dokter

Priyanka mengatakan semakin kecil nilai yang tertera pada NIHSS, maka pasien akan lebih mudah untuk direhabilitasi.

“Sebaliknya, kalau semakin berat, dia stroke berkali-kali sampai disabilitas berat yang dia tiduran saja, itu akan lebih sulit melakukan rehabilitasinya,” kata Priyanka.

Baca juga: Rutin kontrol tekanan darah jadi langkah cegah kena stroke

Baca juga: Stroke ringan bisa hilang 24 jam tapi tak bisa disepelekan