Benghazi, Libya (ANTARA News) - Pihak berwenang Libya mengisyaratkan akan tetap dengan rencana untuk memindahkan parlemen negara ke Kota pelabuhan Benghazi, di sebelah timur negara itu, meskipun situasi di sana kacau.


Rencana memindahkan Majelis Nasional yang baru terpilih dari Ibu Kota Tripoli ke kota terbesar kedua, Benghazi, adalah bagian dari usaha untuk membangun kembali kekuasaan negara di wilayah timur yang kurang berkembang dan diabaikan oleh pemerintah Libya sebelumnya selama puluhan tahun.


Menteri Kehakiman Saleh al-Mergahni mengatakan pemerintah mengatakan pemerintah telah memutuskan pengalokasian 25 juta dinar Libya (20,83 juta dolar AS) untuk memindahkan Majelis Nasional baru, yang dipilih bulan lalu dalam pemilihan yang dinodai dengan kehadiran pemilih yang rendah dan kerusuhan.

"Tidak ada yang dapat mencegah kami utuk memiliki kekuasaan legislatif di kota ini," kata Mergahni, kepada wartawan, di Benghazi, Kamis.



Mergahni menambahkan, dirinya mengharapkan dana-dana akan diperoleh lagi untuk menjadikan Benghazi sebagai tempat permanen Majelis Nasional.


Para diplomat dan sejumlah anggota parlemen dari parlemen sebelumnya mempertanyakan bagaimana rencana-rencana majelis itu dapat bersidang di satu kota di mana pasukan pemerintah lemah dan mudah goyah.

Keamanan memburuk sejak seorang jenderal pensiun yang membangkang mengumumkan perang terhadap kelompok garis keras Islam sejak Mei, menjadikan bagian-bagian dari Benghazi satu medan tempur, dengan pertempuran berlangsung bahkan pada bulan suci Ramadan.

Berbicara setelah perundingan dengan para anggota parlemen dan para pejabat lokal, Merghani mengatakan pasukan keamanan akan menyusun satu rencana untuk melindungi parlemen di Benghazi.

Para anggota parlemen dari luar Benghazi akan tinggal di hotel Tibesti, yang juga akan menjadi tempat kedudukan parlemen, katanya. Satu gedung terkenal, hotel itu telah menarik para pelancong sejak pemimpin Libya Muammar Gaddafi disingkirkan dan dibunuh tahun 2011 dalam satu pemberontakan bersenjata.

Menjawab tentang keamanan bagi gedung yang terletak di kota itu, anggota parlemen Amal Bayu yang menghadiri pertemuan itu mengatakan: " Kami mengharapkan penduduk Benghazi akan melindungi parlemen itu seperti yang mereka lakukan melindungi Dewan Transisi Nasional selama revolusi (melawan Gaddafi)."

Benghazi adalah pusat pemberontakan tahun 2001 dan menjadi markas besar pemberontak.

Hasil-hasil pemilu Juni diperkirakan akan diumumkan 20 Juli, tetapi tidak sampai separuh dari warga Libya yang memiliki hak pilih memberikan suara mereka, satu kehadiran yang kecil mencerminkan kekecewaan dengan kekacauan yang terjadi di negara Afrika Utara yang kaya minyak sejak Gaddafi digulingkan.

(H-RN)