Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong inovasi industri produk di Tanah Air atau dalam negeri untuk mengurangi ketergantungan terhadap barang impor.
"Ini juga dapat menjadi sebuah upaya untuk meningkatkan perekonomian Indonesia, khususnya untuk menutup substitusi impor. Sehingga, semua menggunakan edukasi riset yang berbasis pada produk dalam negeri," kata Deputi Pemanfaatan Riset dan Inovasi BRIN, R. Hendrian di sela diskusi nasional tentang optimasi produk riset dan inovasi yang digelar di Jakarta, Jumat.

Baca juga: Anggota DPR dorong pemerintah kurangi ketergantungan impor pangan
Hendrian mengatakan pihaknya juga bekerja sama dengan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) dan industri di bidang inovasi, untuk memenuhi kebutuhan produk dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN).

Sehingga, lanjut dia, produk tersebut tidak hanya bisa dijual kepada masyarakat, namun juga dapat diperoleh pada e-Katalog untuk dapat digunakan oleh seluruh instansi pemerintahan di Indonesia.

Hingga kini, lanjutnya, setidaknya terdapat 146 produk inovasi yang dihasilkan oleh kerja sama antara industri dan BRIN, yang dapat diperoleh di dalam e-Katalog.

Sejumlah produk tersebut, kata dia, memiliki nilai kerja sama hingga Rp118 miliar, dan melebihi target yang ditetapkan.

"Saya kira kita sudah cukup baik, tapi perlu ditingkatkan, dan Rp118 miliar itu juga masih perlu terus didorong supaya nilainya semakin besar," ujarnya.

Meski demikian, Hendrian mengungkapkan adanya berbagai kendala yang dihadapi, salah satunya adalah jenis produk yang dihasilkan melalui inovasi tersebut kebanyakan merupakan produk di sektor kesehatan.

Baca juga: ITB: biofuel kurangi ketergantungan Indonesia pada impor minyak

Baca juga: BRIN kembangkan mi berbahan lokal kurangi ketergantungan impor
Oleh karenanya, Hendrian berharap melalui kegiatan diskusi ini, berbagai masukan dapat dihasilkan guna meningkatkan inovasi produk dalam negeri, demi mengurangi ketergantungan terhadap barang impor.

Diketahui, kegiatan ini melibatkan pakar dan praktisi dari sejumlah institusi, seperti BRIN, LKPP, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (KemenPPN/Bappenas), dan Institut Teknologi Bandung (ITB).