Bawaslu: selisih tipis berpotensi timbulkan kecurangan
10 Juli 2014 19:11 WIB
Petugas mencatat hasil pemungutan suara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden di Distrik Kuala Kencana dan Kwamki Narama, Kabupaten Mimika, Papua, Rabu (9/7). (ANTARA FOTO/Spedy Paereng)
Jakarta (ANTARA News) - Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Muhammad mengatakan selisih tipis hasil hitung cepat perolehan suara dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dapat menimbulkan potensi kecurangan dalam tahapan rekapitulasi berjenjang hingga tingkat Komisi Pemilihan Umum Pusat.
"Indikasi potensi kecurangan itu ada dan kami tetap mencermati itu, apalagi pemberitaan di media massa kemarin terkait hasil hitung cepat dari lembaga survei menunjukkan selisih yang sangat tipis," katanya di Jakarta, Kamis.
Tipisnya selisih perolehan suara kedua pasangan calon dalam hasil survei hitung cepat, menurut dia, dapat menimbulkan dinamika politik yang cukup tinggi di antara dua kubu pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa penentuan pemengang pemilihan umum dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi resmi KPU dan bukan hasil hitung cepat.
Ketua KPU Husni Kamil meminta masyarakat tidak mempercayai hasil hitung cepat perolehan suara itu sebagai hasil akhir perolehan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Pelaksanaan quick count dan survei adalah bentuk partisipasi masyarakat yang dalam PKPU Nomor 14 Tahun 2014 itu dinyatakan secara jelas bahwa hasil hitung cepat bukan hasil resmi penghitungan suara KPU," katanya.
KPU juga berharap seluruh lapisan masyarakat mengawal seluruh tahapan rekapitulasi hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Kami membuka partisipasi seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengikuti rangkaian kegiatan rekapitulasi agar masyarakat menjadi bagian penting dalam menentukan kualitas rangkaian kegiatan Pemilu yang tersisa," katanya.
Rekapitulasi perolehan suara dari tingkat desa-kelurahan berlangsung Kamis (10/7) hingga Sabtu (12/7) dan dilanjutkan rekapitulasi di tingkat kecamatan (13-15 Juli), tingkat kabupaten-kota (16-17 Juli) dan tingkat provinsi (18-19 Juli) dan tingkat pusat (20-22 Juli).
"Indikasi potensi kecurangan itu ada dan kami tetap mencermati itu, apalagi pemberitaan di media massa kemarin terkait hasil hitung cepat dari lembaga survei menunjukkan selisih yang sangat tipis," katanya di Jakarta, Kamis.
Tipisnya selisih perolehan suara kedua pasangan calon dalam hasil survei hitung cepat, menurut dia, dapat menimbulkan dinamika politik yang cukup tinggi di antara dua kubu pendukung pasangan calon presiden-calon wakil presiden.
Sementara Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan bahwa penentuan pemengang pemilihan umum dilakukan berdasarkan hasil rekapitulasi resmi KPU dan bukan hasil hitung cepat.
Ketua KPU Husni Kamil meminta masyarakat tidak mempercayai hasil hitung cepat perolehan suara itu sebagai hasil akhir perolehan suara Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden.
"Pelaksanaan quick count dan survei adalah bentuk partisipasi masyarakat yang dalam PKPU Nomor 14 Tahun 2014 itu dinyatakan secara jelas bahwa hasil hitung cepat bukan hasil resmi penghitungan suara KPU," katanya.
KPU juga berharap seluruh lapisan masyarakat mengawal seluruh tahapan rekapitulasi hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
"Kami membuka partisipasi seluas-luasnya kepada masyarakat untuk mengikuti rangkaian kegiatan rekapitulasi agar masyarakat menjadi bagian penting dalam menentukan kualitas rangkaian kegiatan Pemilu yang tersisa," katanya.
Rekapitulasi perolehan suara dari tingkat desa-kelurahan berlangsung Kamis (10/7) hingga Sabtu (12/7) dan dilanjutkan rekapitulasi di tingkat kecamatan (13-15 Juli), tingkat kabupaten-kota (16-17 Juli) dan tingkat provinsi (18-19 Juli) dan tingkat pusat (20-22 Juli).
Pewarta: Fransiska Ninditya
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2014
Tags: