Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis sore melemah 15 poin menjadi Rp11.640 per dolar AS dari posisi terakhir sebelumnya, Rp11.625 per dolar AS.

"Kegembiraan pelaksanaan pemilu presiden yang berjalan cukup aman cenderung sudah mulai mereda, sebagian pelaku pasar uang kembali melihat kondisi fundamental ekonomi Indonesia," kata Kepala Riset Monex Investindo Futures, Ariston Tjendra.

Menurut dia, Indonesia masih harus memperbaiki neraca perdagangan agar tidak defisit, menarik lebih banyak investasi dan mendapatkan presiden yang berkomitmen untuk mereformasi ekonomi untuk memperpanjang penguatan rupiah.

"Masih banyak yang harus dilakukan untuk menjaga kestabilan rupiah," katanya.

Sementara dari faktor eksternal, ia menjelaskan, pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) memberi sinyal untuk mengakhiri program Quantitative Easing bulan Oktober 2014.

"Kondisi itu akan membuat mata uang dolar AS menjadi ketat, sehingga potensi dolar AS menguat cukup besar," katanya.

Kendati demikian, lanjut dia, FOMC juga memberi sinyal bahwa bank sentral Amerika Serikat (the Federal Reserve) juga tidak tergesa-gesa menaikan suku bunga ketika program pembelian obligasi berakhir.

"Hal itu membuat apresiasi dolar AS menjadi terbatas," katanya.

Pada kurs tengah Bank Indonesia, rupiah tercatat bergerak menguat menjadi Rp11.594 per dolar AS dari posisi sebelumnya Rp11.695 per dolar AS.