"Kapasitas masyarakat pengelola hutan sosial harus ditingkatkan supaya mampu mengolah produk-produk turunan seperti briket, cocopeat dan lainnya," kata Jonni saat ditemui awak media di Manokwari, Kamis. Ia menjelaskan, pelatihan itu merupakan bagian dari upaya pemberdayaan masyarakat pengelola hutan sosial, sehingga mampu menciptakan produk olahan yang berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi sekaligus menjawab permintaan pasar.
Menurut dia kemandirian masyarakat pengelola hutan sosial perlu ditunjang dengan keterampilan dan sarana prasarana yang memadai dalam memproduksi briket arang atau produk lainnya seperti asap cair maupun cocopeat.
Selain itu, pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten se-Papua Barat juga perlu merumuskan konsep hilirisasi ekosistem bisnis produk perhutanan sosial bagi kelompok masyarakat setempat.
"Masyarakat punya potensi tapi mereka terbatas dari sisi sarana prasarana dan modal usaha, makanya perlu dukungan dari pemerintah," ucap Jonni.
Baca juga: Empat KPS di Manokwari ikut pelatihan pembuatan asap cair-briket arang
Baca juga: Biak kembangkan produksi briket arang sebagai EBT untuk masak
Peserta pelatihan merupakan kelompok pengelola hutan sosial yang sudah mendapatkan perizinan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan pelaksanaan kegiatan dilakukan secara bertahap sejak Juni 2024.
Permintaan briket arang untuk kebutuhan pembuatan shisha maupun barbecue di luar negeri terus mengalami peningkatan, dan Indonesia menjadi salah satu negara eksportir.
"Fokus program perhutanan sosial adalah pemberdayaan masyarakat pengelola hutan. Total kelompok tersebar di tujuh kabupaten se-Papua Barat ada 64 kelompokan Manokwari ada 13 kelompok," ucap Yunus.