Polisi ungkap penimbunan 25 ton pupuk subsidi di Garut
31 Oktober 2024 18:52 WIB
Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang mengecek karung berisikan pupuk subsidi yang disita karena dijual tanpa izin saat jumpa pers di Markas Polres Garut, Jawa Barat, Kamis (31/10/2024). (ANTARA/Feri Purnama)
Garut (ANTARA) - Kepolisian Resor Garut mengungkap kasus penimbunan sebanyak 25 ton pupuk subsidi di Kabupaten Garut, Jawa Barat, untuk tujuan diperjualbelikan tanpa izin sehingga menyebabkan kerugian terhadap masyarakat maupun negara.
"Pupuk itu diamankan di gudang, tersangka sampai saat ini baru satu, nanti masih kita kembangkan apabila ada pelaku atau tersangka lain," kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat jumpa pers pengungkapan kasus penimbunan pupuk di Garut, Kamis.
Ia menuturkan pengungkapan kasus tindak pidana penyimpanan, penampungan, penyaluran, dan memperjualbelikan pupuk bersubsidi tanpa izin itu merupakan hasil penyelidikan kepolisian yang akhirnya berhasil menyita pupuk subsidi di gudang daerah Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Garut Kota.
Polres Garut, kata dia, sementara baru menetapkan satu tersangka yakni inisial A (49) warga Kecamatan garut Kota yang terlibat dalam praktik ilegal penjualan pupuk bersubidi jenis urea dan NPK Phonska yang sudah berjalan hampir enam bulan.
"Saat ini terhadap yang bersangkutan sedang dilakukan pemeriksaan, nantinya, apabila sudah cukup bukti-bukti lainnya, maka kasus ini akan kita naikkan ke proses penyidikan," kata Fajar.
Kapolres mengungkapkan, dalam penggerebekan gudang pupuk itu terdapat tumpukan karung berisikan pupuk bersubsidi dengan total berat 25 ton lebih, terdiri dari 232 karung pupuk urea, dan 283 karung pupuk NPK Phonska.
Pengakuan tersangka, kata Kapolres, membeli pupuk dari kios resmi, kemudian menjualnya kembali dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET) seperti pupuk bersubsidi urea yang seharusnya dijual Rp2.250 per kg, namun oleh tersangka dijual jadi Rp4.000 per kg, sedangkan NPK Phonska seharusnya Rp2.300 dijual seharga Rp4.500 per kg.
"Jika dirupiahkan barang bukti itu sekitar Rp90 juta sampai Rp100 juta," kata Kapolres didampingi Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Ari Rinaldo.
Ia menyebutkan, perbuatan tersangka itu dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara atau denda sampai Rp10 miliar.
Kapolres menegaskan pengungkapan kasus penimbunan dan penjualan pupuk subsidi tanpa izin itu merupakan wujud komitmen Polri dalam memberantas penyalahgunaan barang subsidi, dan menjaga stabilitas ekonomi.
"Penangkapan ini menunjukkan komitmen Polres Garut dalam menegakkan hukum dan menjaga kestabilan pasar, terutama terkait pupuk bersubsidi," katanya,.
Ia menambahkan, kasus tersebut masih akan terus dikembangkan karena kemungkinan ada tersangka lain, atau tempat lain yang modusnya sama di wilayah Kabupaten Garut.
"Kami masih terus mendalami kasus ini dan melakukan pengembangan penyelidikan, semoga kasus ini bisa diungkap dengan tuntas," katanya.
Baca juga: Polisi Bongkar Penimbun 30 Ton Pupuk Bersubsidi
"Pupuk itu diamankan di gudang, tersangka sampai saat ini baru satu, nanti masih kita kembangkan apabila ada pelaku atau tersangka lain," kata Kepala Kepolisian Resor Garut AKBP Mochamad Fajar Gemilang saat jumpa pers pengungkapan kasus penimbunan pupuk di Garut, Kamis.
Ia menuturkan pengungkapan kasus tindak pidana penyimpanan, penampungan, penyaluran, dan memperjualbelikan pupuk bersubsidi tanpa izin itu merupakan hasil penyelidikan kepolisian yang akhirnya berhasil menyita pupuk subsidi di gudang daerah Kelurahan Cimuncang, Kecamatan Garut Kota.
Polres Garut, kata dia, sementara baru menetapkan satu tersangka yakni inisial A (49) warga Kecamatan garut Kota yang terlibat dalam praktik ilegal penjualan pupuk bersubidi jenis urea dan NPK Phonska yang sudah berjalan hampir enam bulan.
"Saat ini terhadap yang bersangkutan sedang dilakukan pemeriksaan, nantinya, apabila sudah cukup bukti-bukti lainnya, maka kasus ini akan kita naikkan ke proses penyidikan," kata Fajar.
Kapolres mengungkapkan, dalam penggerebekan gudang pupuk itu terdapat tumpukan karung berisikan pupuk bersubsidi dengan total berat 25 ton lebih, terdiri dari 232 karung pupuk urea, dan 283 karung pupuk NPK Phonska.
Pengakuan tersangka, kata Kapolres, membeli pupuk dari kios resmi, kemudian menjualnya kembali dengan harga di atas harga eceran tertinggi (HET) seperti pupuk bersubsidi urea yang seharusnya dijual Rp2.250 per kg, namun oleh tersangka dijual jadi Rp4.000 per kg, sedangkan NPK Phonska seharusnya Rp2.300 dijual seharga Rp4.500 per kg.
"Jika dirupiahkan barang bukti itu sekitar Rp90 juta sampai Rp100 juta," kata Kapolres didampingi Kepala Satuan Reskrim Polres Garut AKP Ari Rinaldo.
Ia menyebutkan, perbuatan tersangka itu dijerat dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara atau denda sampai Rp10 miliar.
Kapolres menegaskan pengungkapan kasus penimbunan dan penjualan pupuk subsidi tanpa izin itu merupakan wujud komitmen Polri dalam memberantas penyalahgunaan barang subsidi, dan menjaga stabilitas ekonomi.
"Penangkapan ini menunjukkan komitmen Polres Garut dalam menegakkan hukum dan menjaga kestabilan pasar, terutama terkait pupuk bersubsidi," katanya,.
Ia menambahkan, kasus tersebut masih akan terus dikembangkan karena kemungkinan ada tersangka lain, atau tempat lain yang modusnya sama di wilayah Kabupaten Garut.
"Kami masih terus mendalami kasus ini dan melakukan pengembangan penyelidikan, semoga kasus ini bisa diungkap dengan tuntas," katanya.
Baca juga: Polisi Bongkar Penimbun 30 Ton Pupuk Bersubsidi
Pewarta: Feri Purnama
Editor: Guido Merung
Copyright © ANTARA 2024
Tags: