Jakarta (ANTARA) - Wakil Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Harya S. Dillon memandang perlunya ketersediaan sistem pembayaran transportasi di Jakarta yang dapat diakses dengan mudah bagi wisatawan mancanegara (wisman), apalagi jika Jakarta memang ingin menjadi kota global.

“Wisatawan mancanegara, hambatan terbesar bagi mereka sebenarnya adalah sistem pembayaran. Kita memang membutuhkan sistem pembayaran yang dapat diakses oleh pasar internasional,” kata Harya atau yang akrab disapa Koko itu dalam webinar di Jakarta, Kamis.

Saat ini, sistem pembayaran transportasi di Jakarta, terutama kartu uang elektronik (e-money), diterbitkan oleh bank-bank dalam negeri. Metode pembayaran transportasi Jakarta belum terhubung dengan jaringan pembayaran global seperti Visa, Mastercard, dan seterusnya.

Padahal, ujar Koko, wisatawan mancanegara sebenarnya adalah pasar utama sebagai pengguna layanan transit dalam transportasi umum. Ini mengingat mereka pada dasarnya tidak memiliki kendaraan pribadi di Indonesia, sehingga mereka sangat bergantung pada layanan transit.

“Ketika sampai di bandara, mereka selalu naik taksi. Apakah kita dapat mempermudah wisatawan untuk menggunakan transportasi umum. Maka, kita mungkin dapat melihat, kita mungkin bisa mulai memasarkan penggunaan transportasi umum untuk wisatawan secara lebih agresif,” katanya.

Koko mencontohkan, negara tetangga seperti Singapura yang berorientasi pada wisatawan mancanegara terutama wisatawan yang hanya singgah dalam jangka waktu pendek. Di negara tersebut, metode pembayaran yang disediakan tidak hanya sistem uang elektronik yang dapat dibeli di toserba, melainkan juga menerima pembayaran dengan kartu Visa dan Mastercard.

“Jadi menurut saya, jika Jakarta ingin menjadi kota global, memang itulah arah yang harus dilakukan -menyediakan akses pembayaran transportasi umum yang mudah bagi wisman-,” ujar Koko.

Sejak satu-dua dekade terakhir, transportasi umum di Jakarta telah berkembang secara signifikan. Moda transportasi seperti Transjakarta, Kereta Rel Listrik (KRL) Commuter Line, Mass Rapid Transit (MRT), dan Light Rail Transit (LRT) telah terintegrasi satu sama lain (transit hub) terutama di daerah pusat-pusat bisnis di tengah kota Jakarta.

Bahkan kini Pemerintah DKI Jakarta juga terus mengembangkan kawasan berorientasi transit (transit oriented development/TOD). Koko mengatakan bahwa konsep TOD berarti juga harus memperhatikan desain pembangunan yang berorientasi pada pejalan kaki (pedestrian oriented design). Meski area pedestrian di pusat kota kini telah lebih baik, namun hal itu perlu untuk ditingkatkan.

“Yang sering saya amati, orang Indonesia jika bepergian ke Eropa atau ke negara lain seperti Singapura, mereka berjalan kaki -di pusat-pusat kota-. Mereka tidak punya masalah dengan berjalan kaki. Hanya di Jakarta fasilitasnya masih tertinggal. Dan memang, kita perlu memperbaikinya jika kita ingin menjadi kota global,” kata Koko.