Majelis Masyayikh gelar pleno percepat pengakuan pendidik pesantren
31 Oktober 2024 15:43 WIB
Rapat pleno pembahasan dokumen Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) demi mempercepat kebijakan pengakuan pendidik pesantren yang diinisiasi Majelis Masyayikh. (ANTARA/HO-Majelis Masyayikh)
Jakarta (ANTARA) - Majelis Masyayikh menggelar rapat pleno pembahasan dokumen Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) demi mempercepat kebijakan pengakuan pendidik pesantren agar memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan pendidik di lembaga formal lainnya.
"Secara substansi, RPL mendorong agar negara mengakui pendidik pesantren yang tidak menempuh jalur formal. Sejalur dengan itu kami juga mendorong percepatan lahirnya kebijakan dokumen kompetensi pendidik profesional," ujar Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Majelis Masyayikh: UU Pesantren jadi pijakan hukum pesantren
Rekognisi Pembelajaran Lampau merupakan kebijakan pengakuan terhadap kualifikasi individu berdasarkan capaian pembelajaran yang ditetapkan oleh Majelis Masyayikh. Hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Majelis Masyayikh sebagaimana mandat UU No.18 Tahun 2019 penjelasan Pasal 26 ayat 1.
Melalui kebijakan RPL, pendidik dapat mendapatkan pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal atau untuk melakukan penyetaraan kualifikasi tertentu.
RPL bertujuan untuk memberikan penghargaan dan pengakuan formal kepada para pendidik yang mendedikasikan hidup mereka untuk pengembangan pendidikan di lingkungan pesantren.
"Dengan adanya rekognisi ini, diharapkan para pendidik pesantren dapat memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan pendidik di lembaga formal lainnya, sekaligus memberikan dampak pada peningkatan kualitas pendidikan di pesantren," kata Gus Rozin.
Menurut Gus Rozin, dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pesantren untuk terus meningkatkan kualitas pendidikannya, tanpa mengesampingkan kekhasan pesantren.
"Dokumen-dokumen ini adalah dobrakan awal sehingga untuk mendekati kesempurnaan masih cukup panjang, tetapi kita perlu untuk memberanikan diri agar dokumen ini segera bisa dilaksanakan oleh Majelis Masyayikh, Dewan Masyayikh, serta pesantren-pesantren di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Majelis Masyayikh: Pesantren didorong jadi lembaga pendidikan unggulan
Sementara itu, Anggota Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghofur Maimoen mengatakan melalui program RPL, beberapa persoalan terkait penyelenggaraan pendidikan pesantren dapat diatasi.
Pertama, persoalan kualifikasi akademik guru atau ustadz di pendidikan pesantren dalam jabatan. Saat ini banyak guru dalam jabatan yang sudah mengajar puluhan tahun dengan ijazah yang tidak sesuai.
Kedua, RPL menjadi solusi atas persoalan kualifikasi akademik para guru atau kiai-kiai yang tidak memenuhi kualifikasi akademik sebagai dosen namun memiliki keilmuan mumpuni yang dibutuhkan oleh Pesantren.
"Penulisan dokumen ini merupakan salah satu langkah penting Majelis Masyayikh, tentunya juga sudah melewati banyak sekali pertimbangan, kriterianya apa yang bisa direkognisi, misal mengajar 10 atau 15 tahun dan mendapatkan rekomendasi dari anggota Majelis Masyayikh," kata dia.
"Kalau tidak ada ketentuannya yang jelas agak rawan. Harus ada rambu-rambu yang pas supaya juga bisa menjadi ketegasan. Karena rekomendasi yang diterbitkan oleh Majelis Masyayikh harus mempertimbangkan banyak hal," kata dia menambahkan.
Baca juga: Masyayikh: Ma'had Aly jadi pilar pertahankan tradisi di pesantren
Baca juga: Majelis Masyayikh kembali gelar uji publik dokumen mutu pesantren
"Secara substansi, RPL mendorong agar negara mengakui pendidik pesantren yang tidak menempuh jalur formal. Sejalur dengan itu kami juga mendorong percepatan lahirnya kebijakan dokumen kompetensi pendidik profesional," ujar Ketua Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghaffar Rozin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Baca juga: Majelis Masyayikh: UU Pesantren jadi pijakan hukum pesantren
Rekognisi Pembelajaran Lampau merupakan kebijakan pengakuan terhadap kualifikasi individu berdasarkan capaian pembelajaran yang ditetapkan oleh Majelis Masyayikh. Hal ini juga sebagai bentuk tanggung jawab Majelis Masyayikh sebagaimana mandat UU No.18 Tahun 2019 penjelasan Pasal 26 ayat 1.
Melalui kebijakan RPL, pendidik dapat mendapatkan pengakuan atas capaian pembelajaran yang diperoleh dari pendidikan formal, nonformal, informal, dan/atau pengalaman kerja sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan formal atau untuk melakukan penyetaraan kualifikasi tertentu.
RPL bertujuan untuk memberikan penghargaan dan pengakuan formal kepada para pendidik yang mendedikasikan hidup mereka untuk pengembangan pendidikan di lingkungan pesantren.
"Dengan adanya rekognisi ini, diharapkan para pendidik pesantren dapat memiliki hak dan kesempatan yang setara dengan pendidik di lembaga formal lainnya, sekaligus memberikan dampak pada peningkatan kualitas pendidikan di pesantren," kata Gus Rozin.
Menurut Gus Rozin, dokumen ini diharapkan dapat menjadi pedoman bagi pesantren untuk terus meningkatkan kualitas pendidikannya, tanpa mengesampingkan kekhasan pesantren.
"Dokumen-dokumen ini adalah dobrakan awal sehingga untuk mendekati kesempurnaan masih cukup panjang, tetapi kita perlu untuk memberanikan diri agar dokumen ini segera bisa dilaksanakan oleh Majelis Masyayikh, Dewan Masyayikh, serta pesantren-pesantren di Indonesia," kata dia.
Baca juga: Majelis Masyayikh: Pesantren didorong jadi lembaga pendidikan unggulan
Sementara itu, Anggota Majelis Masyayikh KH. Abdul Ghofur Maimoen mengatakan melalui program RPL, beberapa persoalan terkait penyelenggaraan pendidikan pesantren dapat diatasi.
Pertama, persoalan kualifikasi akademik guru atau ustadz di pendidikan pesantren dalam jabatan. Saat ini banyak guru dalam jabatan yang sudah mengajar puluhan tahun dengan ijazah yang tidak sesuai.
Kedua, RPL menjadi solusi atas persoalan kualifikasi akademik para guru atau kiai-kiai yang tidak memenuhi kualifikasi akademik sebagai dosen namun memiliki keilmuan mumpuni yang dibutuhkan oleh Pesantren.
"Penulisan dokumen ini merupakan salah satu langkah penting Majelis Masyayikh, tentunya juga sudah melewati banyak sekali pertimbangan, kriterianya apa yang bisa direkognisi, misal mengajar 10 atau 15 tahun dan mendapatkan rekomendasi dari anggota Majelis Masyayikh," kata dia.
"Kalau tidak ada ketentuannya yang jelas agak rawan. Harus ada rambu-rambu yang pas supaya juga bisa menjadi ketegasan. Karena rekomendasi yang diterbitkan oleh Majelis Masyayikh harus mempertimbangkan banyak hal," kata dia menambahkan.
Baca juga: Masyayikh: Ma'had Aly jadi pilar pertahankan tradisi di pesantren
Baca juga: Majelis Masyayikh kembali gelar uji publik dokumen mutu pesantren
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Nurul Hayat
Copyright © ANTARA 2024
Tags: