Jakarta (ANTARA) - Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof Muhammad Reza Cordova mengatakan penentuan baku untuk polutan baru atau emerging seperti mikroplastik membutuhkan waktu yang lama, karena perlu melalui beberapa tahapan.

Dalam diskusi daring terkait pengendalian pencemaran dan kerusakan pesisir dan laut yang diikuti dari Jakarta Kamis, Peneliti Pusat Riset Oseanografi BRIN Reza Cordova mengatakan dalam penentuan baku mutu cemaran mikroplastik membutuhkan waktu lama, dimulai dari adanya data dasar atau baseline dari kondisi pesisir dan perairan Indonesia.

Setelah didapatkan data dasar, maka dilakukan uji toksisitas atau uji dampak terhadap beberapa organisme sebelum dapat menentukan baku mutu, yaitu batas atau kadar untuk unsur pencemar atau polutan.

"Ini memang perlu jangka panjang sekali," katanya

Karena itu, dia menyarankan sembari menunggu langkah awal pengelolaan data dasar dan pengujian yang membutuhkan waktu lama untuk menentukan baku mutu, maka dapat mengumpulkan hasil penelitian yang sudah dan tengah dilakukan terkait mikroplastik. Dari situ dapat diseleksi mengenai mana yang dapat menjadi data dasar atau yang sudah melakukan uji toksisitas.

Setelahnya, kata Reza, maka berbagai lembaga/instansi terkait seperti BRIN dan perguruan tinggi dapat melakukan uji dampak yang dapat membantu percepatan penentuan baku mutu.

"Waktunya masih panjang karena secara global belum ada, karena mikroplastik ini termasuk emerging polutan. Ke depan tidak hanya mikroplastik, ada pencemar yang lain, ada antibiotik, parasetamol," jelasnya.

Dia memberikan contoh bagaimana cemaran parasematol sendiri sudah ditemukan di beberapa wilayah perairan, berdasarkan penelitian yang dilakukan sejumlah pihak, termasuk di Teluk Jakarta. Namun, masih belum ada baku mutu terkait jenis polutan itu.

Karena itu, dia menyambut baik upaya KLH untuk mengumpulkan penelitian terkait uji toksisitas sebagai dasar untuk meramu baku mutu ke depannya untuk jenis polutan baru.