Jakarta (ANTARA) - Swasembada pangan merupakan elemen krusial yang harus menjadi prioritas semua negara, tak terkecuali Indonesia. Pangan merupakan kebutuhan primer rakyat.

Pemerintahan Prabowo-Gibran melalui Asta Cita menggencarkan program peningkatan produktivitas lahan pertanian dengan lumbung pangan desa, daerah, dan nasional.

Program tersebut selaras dengan program prioritas Asta Cita lainnya yakni Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang bertujuan untuk meningkatkan gizi sumber daya manusia Indonesia, sekaligus mengentaskan problem stunting yang menimpa anak-anak Indonesia.

Tidak hanya pertimbangan domestik, prioritas swasembada pangan dalam kebijakan pemerintah juga memerhatikan situasi geopolitik global di mana berlarutnya Perang Rusia-Ukraina dan meluasnya Perang Israel-Palestina ke sejumlah wilayah Timur Tengah. Kondisi itu telah mengganggu jalur distribusi bahan baku untuk pupuk yang penting dalam produksi pangan.

Di samping itu, perubahan iklim global yang semakin fluktuatif sangat mempengaruhi turunnya produksi pangan akibat terdisrupsinya curah hujan untuk sawah-sawah tadah hujan.

Dengan mempertimbangkan hal tersebut prioritas swasembada pangan menjadi fokus yang perlu didahulukan. Pemerintahan Prabowo-Gibran menargetkan pencapaian swasembada pangan pada tahun 2028.

Salah satu upaya untuk mencapai swasembada ini dengan mempercepat infrastruktur dan program pembangunan yang berkaitan dengan pangan yaitu infrastruktur sumber daya air. Salah satu strategi untuk mewujudkan hal tersebut adalah ​​​​​melalui pembangunan bendungan multifungsi.
.

Percepatan bendungan multifungsi

Sepanjang 2015-2024, pemerintah telah membangun 53 bendungan dari target 61 bendungan dengan rata-rata enam bendungan per tahun. Beberapa bendungan yang terbangun seperti Bendungan Semantok dan Bendungan Jatigede yang memiliki kapasitas tampungan besar.

Adapun pembangunan 8 bendungan sisanya dipercepat. Salah satu proyek yang dipercepat pembangunannya adalah Bendungan Jlantah di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.

Bendungan tersebut memiliki kapasitas tampung sebanyak 10,97 meter kubik (m3). Kemampuan air baku yang bisa disuplai mencapai 150 liter per detik (l/dt). Bendungan itu direncanakan untuk memasok air ke Kecamatan Jumapolo, Kecamatan Jumantono, dan Kecamatan Jatipuro, Kabupaten Karanganyar.

Bendungan Jlantah nantinya dapat mengairi lahan persawahan seluas 1.494 hektar (ha). Dengan demikian, kehadiran bendungan ini dapat meningkatkan indeks pertanaman di Kabupaten Karanganyar yang selama ini mengandalkan sawah tadah hujan.

Selain percepatan konstruksi Bendungan Jlantah, pemerintah juga sedang mengakselerasi dua bendungan di Aceh, yaitu Bendungan Rukoh dan Bendungan Keureuto.

Bendungan Rukoh terletak di Kabupaten Pidie memiliki kapasitas tampungan sebesar 128 juta m³ dan luas genangan 716,7 ha. Bendungan ini nantinya akan melayani area irigasi seluas 11.950 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija serta intensitas tanam yang mencapai 300 persen (eksisting 140 persen).

Sedangkan Bendungan Keureuto memiliki kapasitas tampungan 215,94 juta m³ dan luas genangan 896,6 ha. Diharapkan bendungan ini dapat melayani kebutuhan irigasi pada lahan seluas 9.455 ha serta menyediakan air baku sebesar 0,5 m³/detik.

Bendungan lainnya yang juga dipercepat pembangunannya adalah Bendungan Way Apu di Kabupaten Buru, Provinsi Maluku. Bendungan ini nantinya dapat memberikan manfaat bagi masyarakat Maluku terutama dalam hal ketersediaan air irigasi seluas 10.000 hektare, tersedianya air baku dengan debit 0,5 m3/detik

Percepatan bendungan-bendungan tersebut dalam rangka untuk mencapai target pembangunan 61 bendungan untuk mendukung pencapaian swasembada pangan pada tahun 2028.

Adapun manfaat tercapainya pembangunan 61 bendungan di antaranya adalah tersedianya volume tampungan air sebanyak 3,69 miliar m3, melayani pengairan irigasi seluas 395.669 ha, dan layanan penyaluran air baku sebesar 51,88 m3/detik.

Selain mendukung swasembada pangan melalui pengairan, percepatan pembangunan bendungan multifungsi juga dapat mendukung produktivitas melalui energi baru terbarukan seperti pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) terapung.

Pemasangan PLTS-PLTS terapung pada bendungan multifungsi berperan penting dalam menghasilkan hidrogen hijau (green ammonia) melalui proses elektrolisis dengan menggunakan listrik PLTS. Green ammonia sendiri merupakan bahan baku utama pupuk jenis Urea, NPK, ZA, dan sebagainya untuk meningkatkan produksi pangan nasional.

Dengan demikian, percepatan pembangunan bendungan multifungsi memiliki peran strategis juga dalam kemandirian pupuk. Harga pupuk dapat stabil serta terjangkau bagi para petani.

Melanjutkan P3TGAI

Percepatan pembangunan bendungan bukan solusi satu-satunya dalam mewujudkan swasembada pangan. Pembangunan bendungan tersebut harus ditindaklanjuti melalui Program Padat Karya Tunai yang berkaitan dengan peningkatan dan/atau pembangunan jaringan irigasi.

Salah satu Program Padat Karya tersebut yakni Program Percepatan Peningkatan Tata Guna Air Irigasi (P3-TGAI). P3-TGAI yang merupakan program rehabilitasi, peningkatan dan/atau pembangunan jaringan irigasi dengan berbasis peran serta masyarakat petani yang dilaksanakan secara swakelola oleh Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A), Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) atau Induk Perkumpulan Petani Pemakai Air (IP3A).

Program ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan air irigasi guna mendukung ketahanan pangan nasional dan mendukung aktivitas perekonomian serta mendorong pemerataan pembangunan nasional. Adapun kegiatan pelaksanaan P3-TGAI meliputi Jaringan Irigasi Tersier dan Jaringan Irigasi Desa.

Jaringan Irigasi Tersier adalah Jaringan Irigasi yang berfungsi sebagai prasarana pelayanan air Irigasi dalam petak tersier. Sedangkan Jaringan Irigasi Desa merupakan jaringan Irigasi yang dibangun dan dikelola oleh masyarakat desa atau pemerintah desa.

Program Padat Karya P3-TGAI sendiri rencananya dilanjutkan di 10.000 lokasi dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional pada tahun 2025.

Selain meningkatkan dan memperbaiki jaringan irigasi sebagai saluran air baku dari bendungan menuju lahan-lahan sawah, P3-TGAI juga memberikan penghasilan tambahan dan menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat pedesaan sehingga daya beli mereka pun menjadi terangkat.

Percepatan pembangunan bendungan dalam mewujudkan pencapaian swasembada pangan 2028 memiliki dua peran strategis, pertama meningkatkan produktivitas lahan-lahan sawah yang selama ini mengandalkan air hujan.

Peran strategis kedua yakni mendorong kemandirian pupuk nasional melalui pemanfaatan energi baru terbarukan yang merupakan elemen krusial dalam menghasilkan pupuk yang ramah lingkungan.

Kendati demikian, percepatan pembangunan bendungan juga perlu ditindaklanjuti dengan peningkatan dan perbaikan jaringan irigasi. Hal ini penting agar tampungan air di bendungan-bendungan dapat langsung tersalurkan dan dimanfaatkan oleh sawah-sawah petani.

Salah satu upaya kunci tersebut adalah melanjutkan Program Padat Karya P3-TGAI yang tidak hanya meningkatkan jaringan irigasi, tapi juga memberikan penghasilan tambahan bagi para petani yang terlibat.