Bandung (ANTARA) -
Para ahli meteorologi dan pertanian dalam Perhimpunan Meteorologi Pertanian Indonesia (Perhimpi) bersama Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) dan IPB berkumpul di Bandung dalam Simposium X dan Kongres IX Perhimpi, untuk merumuskan strategi kemandirian pangan.

Simposium dan kongres dengan tema Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim untuk Kemandirian Pangan Menuju Indonesia Emas 2024 ini, kata Kepala BSIP sekaligus Ketua Perhimpi Prof. Fadjry Djufry, digelar untuk merumuskan strategi restorasi sumber daya air dan iklim untuk mendukung kemandirian pangan Indonesia.

"Lewat kegiatan ini, para akademisi, praktisi dan pemangku kepentingan terkait akan berdiskusi dan bertukar informasi mengenai tantangan dan solusi dalam menghadapi krisis pangan akibat perubahan iklim. Harapannya nanti, kesimpulan dari simposium paling tidak bisa jadi bahan rujukan untuk menteri pertanian bagaimana mengelola sumber daya air," kata Fadjry di Bandung, Kamis.

Dalam acara yang dibuka pada Rabu (30/10), Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman memberikan amanat yang dibacakan Fadjry Djufry dengan pesan ada tantangan besar yang dihadapi sektor pertanian Indonesia yakni ancaman krisis global saat iklim esktrem seperti El-Nino, situasi geopolitik, inflasi pangan yang tinggi, harga beras naik akibat produsen stop ekspor beras.

"Diperlukan adanya restorasi sumber daya air dan iklim sebagai salah satu solusi permanen darurat pangan demi mendukung ketahanan pangan yang berkelanjutan. Acara ini sangat strategis, mengingat sektor pertanian kita tengah berada pada fase penuh tantangan dan dinamika akibat dampak perubahan iklim yang semakin nyata," ujarnya.

Pada tahun 2024 ini, Kementerian Pertanian telah mencapai beberapa hasil signifikan, terutama di bidang pengelolaan air dan perubahan iklim, dengan melakukan terobosan melalui solusi cepat peningkatan produksi padi.

Kementerian pertanian mengalokasikan subsidi pupuk sebesar 9,55 ton dan menggencarkan program Perluasan Areal Tanam (PAT) melalui pompanisasi, optimalisasi lahan rawa dan tumpang sisip padi gogo serta cetak sawah.

"Program pompanisasi di sawah tadah hujan telah berhasil meningkatkan produksi beras selama tiga bulan berturut-turut. Sejumlah 60.332 unit pompa dan 5.262 unit irigasi perpompaan direalisasikan untuk meningkatkan produktivitas dan menyelamatkan pertanaman dari ancaman kekeringan karena keterlambatan tanam akibat perubahan iklim," ucapnya.

Amran mengatakan peran restorasi sumber daya air menjadi semakin vital, begitu pula dengan penerapan teknologi pertanian cerdas iklim, terlebih berdasar data Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi kenaikan produksi beras pada bulan Agustus 2024 sebesar 2,84 juta ton, September 2,87 juta ton dan Oktober 2,59 juta ton, jika dibandingkan dengan tahun 2023 pada bulan yang sama.

Restorasi Sumber Daya Air dan Iklim di sektor pertanian, katanya, dimaksudkan untuk menyesuaikan, merekayasa, mengevaluasi dan memonitor sumber daya air dan iklim secara komprehensif dan berkelanjutan, berbasis kawasan dan masyarakat pertanian.

"Restorasi sumber daya air dan iklim diarahkan pada perbaikan ekosistem yang berperan dalam penyediaan jasa lingkungan melalui pengembangan pertanian terpadu," ujarnya.

Lebih lanjut, kata dia, Presiden Prabowo telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan, paling lambat 4-5 tahun dan siap menjadi lumbung pangan dunia 2045.

Karenanya, Kementerian Pertanian memiliki strategi menuju kemandirian pangan atau swasembada pangan, yaitu ekstensifikasi yang dilakukan dengan pencetakan sawah baru seluas tiga juta hektar selama kurun waktu tiga tahun.

Kemudian, intensifikasi untuk optimalisasi lahan melalui peningkatan indeks penanaman padi, menjamin ketersediaan benih unggul bersertifikat, pengendalian OPT, penggunaan mekanisasi pertanian modern seperti urban farming.

Revitalisasi irigasi dan pemanfaatan 61 bendungan dengan total potensi layanan mencapai 400.000 hektar, serta meningkatkan efisiensi alat mesin pertanian (alsintan) khususnya irigasi perpompaan bertenaga listrik, kemudian transformasi pertanian tradisional ke modern melalui cluster pertanian modern, mulai dari hulu ke hilir.

Selain itu, Kementerian Pertanian juga mendukung Restorasi Sumber Daya Air melalui Penerapan Pertanian Cerdas Iklim (ClimateSmart Agriculture) yang mencakup pemanfaatan teknologi sensor tanah, drip irrigation, serta pemantauan cuaca berbasis satelit yang secara real-time membantu petani dalam mengambil keputusan yang lebih tepat.

Termasuk juga penguatan Kapasitas Petani dan Infrastruktur Pendukung melalui pelatihan dan penyuluhan yang lebih intensif, serta peningkatan akses terhadap informasi iklim yang akurat melalui aplikasi digital.

Baca juga: Perencanaan pangan kunci utama swasembada pangan