Jakarta (ANTARA) - Peneliti Pusat Riset Agama dan Kepercayaan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Mustolehudin menyebutkan sikap moderasi beragama juga diterapkan oleh para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Mustolehudin memberikan contoh melalui Paguyuban Cahaya Sejati, sebagai salah satu paguyuban penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa di Cilacap, Jawa Tengah.

"Mereka memahami bahwа setiap agama memiliki keyakinan dan praktik yang berbeda-beda, dan menjunjung tinggi hak setiap individu untuk beragama sesuai dengan keyakinannya," katanya dalam seminar tentang penghayat kepercayaan terhadap Tuhan YME dan agama minoritas yang diikuti secara daring di Jakarta, Kamis.

Mustolehudin mengatakan berbagai upaya dalam membentuk kebiasaan moderasi beragama yang diajarkan pada paguyuban tersebut terjadi secara mekanisme sosial yang alami, yang terjadi secara struktural maupun kultural.

Ia menjelaskan upaya yang dilakukan oleh paguyuban tersebut dalam memelihara sikap moderasi beragama adalah dengan menggelar berbagai dialog, baik secara internal maupun eksternal, bagi sesama paguyuban penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, maupun terhadap masyarakat lintas agama.

"Kita sebagai warga penghayat harus taat kepada pemerintah, salah satunya dengan melakukan dialog ketika terjadi konflik atau perselisihan antarpaguyuban," ujarnya mengutip pernyataan salah seorang pemuka Paguyuban Cahaya Sejati.

Menurut Mustolehudin, kepercayaan para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam menghormati setiap ajaran agama tak lepas dari ajaran "Memayu hayuning bawana", yang berarti memperindah dunia atau mengalir dalam hembusan alam yang diajarkan secara turun temurun.

Di samping itu, sambungnya, para penghayat kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa juga memaknai ajaran "Memayu hayuning sasama", yang berarti berbuat baik kepada sesama manusia dan makhluk hidup, termasuk di antaranya dalam menghormati agama dan keyakinan sesama manusia.

Mustolehudin menyebut Paguyuban Cahaya Sejati juga menekankan pentingnya bertindak dengan integritas dan welas asih (kasih sayang) untuk menciptakan karma positif dan menjalani kehidupan yang baik dan harmonis.

"Konsep hidup welas asih menekankan tentang pentingnya transformasi batin sebagai sarana untuk mencapai pertumbuhan pribadi dan pencerahan spiritual," tutur Mustolehudin.

Baca juga: Kemenbud: Generasi muda penghayat kepercayaan berperan jaga keragaman
Baca juga: Komnas HAM: Penghayat kepercayaan harapkan adanya kesetaraan