Jakarta (ANTARA News) - Kedua negara tidak pernah bertemu selama delapan tahun sejak seri 0-0 pada Piala Dunia 2006. Argentina hanya pernah sekali mengalahkan Belanda dalam delapan pertemuan mereka dan itu terjadi pada final Piala Dunia 1978.

Untuk itu, semifinal Piala Dunia 2014 mereka di Arena Corinthians, Sao Paulo, Kamis dini hari ini adalah ajang balas dendam Belanda, sekaligus pembuktian bagi Argentina bahwa mereka lebih besar dibandingkan dengan Belanda di arena Piala Dunia.

Argentina juga membawa misi kawasan karena merekalah yang kini mengemban tugas menjaga kehormatan Amerika yang sampai Piala Dunia edisi ini tak pernah tumbang pada final Piala Dunia dari tim-tim Eropa, setelah Brasil dihancurkan Jerman 7-1 pada semifinal lainnya sehari sebelumnya.

Untuk itu laga dua jago dari dua benua ini sangat mungkin berlangsung heroik dan habis-habisan.

Tidak hanya pertaruhan statistik, gengsi dan gaya permainan, laga di Arena Corinthians itu adalah juga duel satu lawan satu antara pelatih Belanda Louis van Gaal dan bintang jenius Argentina Lionel Messi.

Messi akan menjadi hambatan utama Eropa dalam mewujudkan impian mereka juara di Amerika. Kini dia dihadapkan pada Van Gaal yang bisa mengubah hasil pertandingan, seperti Messi melakukannya di lapangan.

Pelatih Brasil Luiz Felipe Scolari seorang motivator, pelatih Argentina Alejandro Sabella beruntung karena mempunyai si jenius Lionel Messi, Joachim Loew memang jenius tetapi dia belum pernah mendapatkan medali untuk kejeniusan itu, tulis The Guardian.

Van Gaal lain dari mereka. Dia ahli strategi ulung yang berlimpah medali. Dia lebih menekankan proses, yaitu menginjeksikan gagasan kepada tim guna dipraktikan di lapangan.

Dia tidak ingin semata teori, namun juga menciptakan gaya koheren dan sejalan dengan apa reaksi lawan.

Bagi Van Gaal, turnamen ini menjadi serangkaian miniatur untuk mahakarya yang telah dan akan dia ciptakan.

Dia selalu seperti orang yang selalu menikmati permainan sehingga hasilnya selalu menyenangkan dan membuat banyak orang berdecak kagum.

Lihat saja bagaimana dia meracik formula-formula permainan, tergantung lawan yang dihadapinya. Begitu fleksibel dan adaptif, tanpa mengesankan asal memenangi pertandingan.

Tak kawal Messi

Menghadapi juara bertahan Spanyol, dia gunakan taktik serangan balik yang terorganisasi. Melawan Australia, dia mengubah formasi tim untuk mengembalikan gaya asli Belanda.

Menghadang Chile, taktik serangan balik kembali bekerja baik sekali, bahkan saat menghadapi Kosta Rika, Van Gaal punya jalan keluar brilian seperti Messi meloloskan Argentina dari Swiss, dengan memasukkan kiper Tim Krul yang membawa Belanda menang lewat adu tendangan penalti.

Lantas, bagaimana Van Gaal menghadapi Argentina? Dengan menjinakkan si jenius Messi-kah?

"Kami bermain melawan Argentina bukan seorang pemain," sergah Van Gaal seperti dikutip AFP.

Bukannya Van Gaal tak ingin mematikan gerakan Messi, tetapi dia sadar untuk menjaga pemain sejenius Messi yang selalu bisa mengubah arah pemainan, justru akan banyak merugikan timnya sendiri.

Van Gaal pernah melakukan hal serupa ini tahun lalu ketika Belanda menghadapi Portugal dalam laga persahabatan.

Saat itu dia menugaskan Bruno Martins Indi untuk mengawal jenius lainnya, Cristiano Ronaldo. Tapi ternyata dia tidak hanya memerlukan seorang Martins Indi untuk mengawal Ronaldo.

Namun ketika terlalu banyak pemain mengawal Ronaldo, risikonya adalah tercipta ruang kosong yang membuat para pemain Portugal lainnya menciptakan peluang.

Itu persis manuver Messi saat keluar dari kawalan Belgia pada perempat final lalu.

Van Gaal tak mau mengulangi itu. Dia tak ingin ada kawalan khusus kepada Messi saat melawan Argentina nanti.

Jika pun menempuh cara itu, dia akan melakukannya tanpa mengorbankan pola bermain Belanda.

Messi memang sangat kentara mempengaruhi irama permainan Argentina, seperti Neymar kepada Brasil atau Ronaldo di Portugal.

Bedanya, Messi melakukannya dengan lebih canggih sehingga sesulit apa pun keadaan timnya dia selalu berhasil membuatnya menjadi pemenang. Bahkan dampaknya ini jauh lebih hebat dari pada pelatih Allejandro Sabella.

Sama jeniusnya

Namun jika akhirnya Van Gaal memutuskan Messi mesti dijaga, maka yang kemungkinan mendapat tugas adalah Daley Blind yang sukses meredam Alexis Sánchez saat melawan Chile.

Tapi mengingat pemain yang dijaga adalah Messi, maka Van Gaal mungkin akan memberi tugas tambahan kepada Nigel de Jong dan Kevin Strootman untuk mengganggu Messi.

Sebaliknya, Argentina akan menjinakkan Arjen Robben yang juga sulit dikendalikan seperti Messi.

Konsekuensinya, Argentina akan bermain lebih ke dalam sehingga hanya menempatkan Messi dan Ezequiel Lavezzi sebagai tumpuan serangan.

Tapi dengan posisi itu pun Messi tetap bakal menjadi penentu permainan Argentina seperti dilakukannya pada lima pertandingan sebelumnya.

Menurut The Guardian, saat melawan Belgia di perempat final, Messi lebih bertindak sebagai pencegah, ketimbang penghancur saat melawan Bosnia, Iran, Nigeria dan Swiss pada fase grup dan 16 Besar.

Tetapi saat melawan Swiss, dia membuktikan kejeniusannya dengan memberi assist cemerlang kepada Angel Di Maria sehingga Argentina tidak tersisih lebih awal di Piala Dunia ini.

Kamis dini hari nanti di Arena Corinthians, Sao Paulo, Messi akan menunjukkan kembali keberpengaruhannya kepada tim dan permainan.

Cuma, kali ini dia akan menghadapi lawan sama jeniusnya dengan dia. Lawan itu tidak berada di dalam lapangan, melainkan dari pinggir lapangan, dia Louis Van Gaal.