Komisi II apresiasi Menteri ATR/BPN bereskan lahan sawit tak ada HGU
30 Oktober 2024 22:55 WIB
Suasana Rapat Kerja perdana Komisi II DPR RI bersama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid beserta jajaran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (30/10/2024). ANTARA/Melalusa Susrhira K
Jakarta (ANTARA) - Komisi II DPR RI mengapresiasi rencana program Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid untuk membereskan 2,5 juta hektare lahan sawit yang belum mempunyai sertifikat Hak Guna Usaha (HGU) dalam 100 hari pertama kerjanya.
"Salah satu hal yang patut mendapat apresiasi kita bahwa dalam 100 hari ke depan Pak Menteri ingin membereskan lebih kurang 2,5 juta hektare lahan yang selama berpuluh-puluh tahun kebun sawit-nya sudah ada di situ, sudah panen, sebagian besar sudah ada pabriknya, dan ini merupakan pembodohan terhadap negara setiap hari," kata Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda .
Hal itu disampaikan-nya dalam Rapat Kerja perdana Komisi II DPR RI bersama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid beserta jajaran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, apabila Nusron mampu menertibkan 2,5 juta hektare lahan sawit tak memiliki HGU dalam waktu yang sesingkat-singkatnya maka dapat membawa dua hal baik.
"Satu, negara punya marwah karena bisa menegakkan hukum pertanahan di hadapan siapa pun yang ingin berusaha di republik ini," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, penerimaan negara akan menjadi signifikan, sebagaimana visi Presiden RI Prabowo Subianto.
"Kalau ini bisa selesai dalam 100 hari pertama, Kementerian ATR/BPN akan menjadi pejuang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) terbesar dari seluruh kementerian yang ada, yang dibentuk oleh Pak Prabowo," tuturnya.
Namun, dia mengingatkan agar Kementerian ATR/BPN juga cermat sebab bisa jadi jumlah lahan perkebunan sawit tak memiliki HGU di Tanah Air tersebut lebih dari 2,5 juta hektare.
Baca juga: BPN serap aspirasi penolak rencana pemutihan izin 2,2 juta ha sawit
Baca juga: Kementan rumuskan aturan baru peremajaan sawit rakyat di kawasan HGU
Baca juga: Sutarmidji ungkap banyak perkebunan tidak miliki sertifikat HGU
"Jangan-jangan, kalau kita tambah yang ada di kawasan hutan, angkanya lebih dari 3 juta hektare di seluruh Indonesia," ucap dia.
Di awal, Nusron menyebut bahwa Kementerian ATR/BPN berencana menyelesaikan pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU untuk 537 badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha perkebunan (IUP) kelapa sawit, namun belum mempunyai HGU.
Dia mengatakan bahwa luas perkebunan sawit dari 537 badan hukum perkebunan sawit yang belum mempunyai HGU itu bila ditotal berjumlah 2,5 juta hektare.
"Ini yang mau kita tertibkan dalam 100 hari ini harus tuntas. Kalau di total jumlahnya berapa, jumlahnya ada 2,5 juta hektare ini yang APL (Area Penggunaan Lain), bukan di kawasan hutan," kata Nusron.
Dia mengatakan bahwa penertiban tersebut perlu dilakukan sebab adanya perubahan aturan yang merupakan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
"Jadi sebelumnya yang boleh tanam kelapa sawit harus punya IUP atau HGU (saja), sekarang berdasarkan keputusan MK itu adalah punya IUP dan HGU. Akibat keputusan itu ada 537 badan hukum dari 2016 bulan Oktober sampai sekarang ada yang menanam kepala sawit punya IUP, tapi tidak punya HGU," ucapnya.
Dia pun mengaku tak segan untuk memberikan sanksi tegas kepada 537 badan hukum perkebunan sawit yang belum melengkapi IUP dan HGU tersebut.
"Soal sanksinya itu nanti dendanya sedang dihitung oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Soal masalah hukumnya itu nanti menjadi ranah-nya Pak Jaksa Agung," ujar dia.
"Salah satu hal yang patut mendapat apresiasi kita bahwa dalam 100 hari ke depan Pak Menteri ingin membereskan lebih kurang 2,5 juta hektare lahan yang selama berpuluh-puluh tahun kebun sawit-nya sudah ada di situ, sudah panen, sebagian besar sudah ada pabriknya, dan ini merupakan pembodohan terhadap negara setiap hari," kata Ketua Komisi II DPR RI M. Rifqinizamy Karsayuda .
Hal itu disampaikan-nya dalam Rapat Kerja perdana Komisi II DPR RI bersama dengan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid beserta jajaran di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu.
Menurut dia, apabila Nusron mampu menertibkan 2,5 juta hektare lahan sawit tak memiliki HGU dalam waktu yang sesingkat-singkatnya maka dapat membawa dua hal baik.
"Satu, negara punya marwah karena bisa menegakkan hukum pertanahan di hadapan siapa pun yang ingin berusaha di republik ini," ujarnya.
Kedua, lanjut dia, penerimaan negara akan menjadi signifikan, sebagaimana visi Presiden RI Prabowo Subianto.
"Kalau ini bisa selesai dalam 100 hari pertama, Kementerian ATR/BPN akan menjadi pejuang PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) terbesar dari seluruh kementerian yang ada, yang dibentuk oleh Pak Prabowo," tuturnya.
Namun, dia mengingatkan agar Kementerian ATR/BPN juga cermat sebab bisa jadi jumlah lahan perkebunan sawit tak memiliki HGU di Tanah Air tersebut lebih dari 2,5 juta hektare.
Baca juga: BPN serap aspirasi penolak rencana pemutihan izin 2,2 juta ha sawit
Baca juga: Kementan rumuskan aturan baru peremajaan sawit rakyat di kawasan HGU
Baca juga: Sutarmidji ungkap banyak perkebunan tidak miliki sertifikat HGU
"Jangan-jangan, kalau kita tambah yang ada di kawasan hutan, angkanya lebih dari 3 juta hektare di seluruh Indonesia," ucap dia.
Di awal, Nusron menyebut bahwa Kementerian ATR/BPN berencana menyelesaikan pendaftaran dan penerbitan sertifikat HGU untuk 537 badan hukum yang sudah mempunyai izin usaha perkebunan (IUP) kelapa sawit, namun belum mempunyai HGU.
Dia mengatakan bahwa luas perkebunan sawit dari 537 badan hukum perkebunan sawit yang belum mempunyai HGU itu bila ditotal berjumlah 2,5 juta hektare.
"Ini yang mau kita tertibkan dalam 100 hari ini harus tuntas. Kalau di total jumlahnya berapa, jumlahnya ada 2,5 juta hektare ini yang APL (Area Penggunaan Lain), bukan di kawasan hutan," kata Nusron.
Dia mengatakan bahwa penertiban tersebut perlu dilakukan sebab adanya perubahan aturan yang merupakan dampak dari putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.
"Jadi sebelumnya yang boleh tanam kelapa sawit harus punya IUP atau HGU (saja), sekarang berdasarkan keputusan MK itu adalah punya IUP dan HGU. Akibat keputusan itu ada 537 badan hukum dari 2016 bulan Oktober sampai sekarang ada yang menanam kepala sawit punya IUP, tapi tidak punya HGU," ucapnya.
Dia pun mengaku tak segan untuk memberikan sanksi tegas kepada 537 badan hukum perkebunan sawit yang belum melengkapi IUP dan HGU tersebut.
"Soal sanksinya itu nanti dendanya sedang dihitung oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan). Soal masalah hukumnya itu nanti menjadi ranah-nya Pak Jaksa Agung," ujar dia.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2024
Tags: