Tulola tuangkan ornamen tarian tradisional untuk koleksi baru
30 Oktober 2024 21:11 WIB
Dua pendiri Tulola Happy Salma (kanan) dan Dewa Sri Luce pada pameran koleksi perhiasan di Sanur, Denpasar, Bali, Rabu (30/10/2024) ANTARA/Dewa Ketut Sudiarta Wiguna.
Denpasar (ANTARA) - Jenama aksesori asal Bali Tulola menuangkan ornamen dalam tarian tradisional menjadi desain koleksi terbaru sebagai bentuk penghargaan terhadap seni budaya Nusantara.
“Tarian adalah hal penting dalam mengekspresikan diri dan juga identitas bangsa,” kata pendiri Tulola Happy Salma di Denpasar, Bali, Rabu.
Artis peran itu mengungkapkan tarian bukan sekedar gerak tubuh, namun, mengandung doa dan karakter yang diterjemahkan oleh Tulola dalam bentuk fisik berupa perhiasan berbahan perak yang dilapisi emas pada koleksi bertajuk "the dancer”.
Baca juga: Koleksi TULOLA "Pertemuan Purnama" hadirkan tiga tema berbeda
Bersama dengan pendiri lainnya yakni Dewa Sri Luce Rusna, Happy Salma mengaku menghabiskan waktu sekitar satu tahun untuk meriset tarian tradisional. Tarian tradisional yang menginspirasi koleksi Tulola yakni Tari Janger dari Bali, Tari Serimpi dari Yogyakarta, Tari Pajoge dari Bugis, Tari Ta’e Benu dari Rote, Nusa Tenggara Timur, dan Tari Saman dari Aceh.
Tulola juga menggandeng perajin perak asal Desa Taro, Kabupaten Gianyar, Bali, I Made Suama yang juga membuat tiga desain aksesoris bros berbentuk kipas yang terinspirasi dari Tari Narnir dari Desa Taro.
Kipas yang dipakai penari Narnir dituangkan menjadi perhiasan dengan ornamen ukiran yang banyak menghiasi pura di desa wisata tersebut. Selain itu, ada juga bros yang terinspirasi dari tumbuhan dan anting-anting berbentuk bunga yang menjadi aksesoris penari Bali.
Tulola sejak 2007 sudah mengeluarkan 17 koleksi yang terinspirasi dari berbagai ide spontan. Dewa Sri Luce mengatakan mereka mengembangkan tradisi yang sudah dikenal masyarakat alih-alih mengikuti tren perhiasan.
“Target kami itu kepada siapa pun yang merayakan diri dengan keindahan,” kata Dewa Sri Luce.
Baca juga: Happy Salma buat perhiasan terinspirasi novel "Bumi Manusia"
Baca juga: Kemenperin sebut industri perhiasan RI banyak diminati pasar AS-China
Baca juga: John Hardy hadirkan koleksi perhiasan baru untuk musim gugur 2024
“Tarian adalah hal penting dalam mengekspresikan diri dan juga identitas bangsa,” kata pendiri Tulola Happy Salma di Denpasar, Bali, Rabu.
Artis peran itu mengungkapkan tarian bukan sekedar gerak tubuh, namun, mengandung doa dan karakter yang diterjemahkan oleh Tulola dalam bentuk fisik berupa perhiasan berbahan perak yang dilapisi emas pada koleksi bertajuk "the dancer”.
Baca juga: Koleksi TULOLA "Pertemuan Purnama" hadirkan tiga tema berbeda
Bersama dengan pendiri lainnya yakni Dewa Sri Luce Rusna, Happy Salma mengaku menghabiskan waktu sekitar satu tahun untuk meriset tarian tradisional. Tarian tradisional yang menginspirasi koleksi Tulola yakni Tari Janger dari Bali, Tari Serimpi dari Yogyakarta, Tari Pajoge dari Bugis, Tari Ta’e Benu dari Rote, Nusa Tenggara Timur, dan Tari Saman dari Aceh.
Tulola juga menggandeng perajin perak asal Desa Taro, Kabupaten Gianyar, Bali, I Made Suama yang juga membuat tiga desain aksesoris bros berbentuk kipas yang terinspirasi dari Tari Narnir dari Desa Taro.
Kipas yang dipakai penari Narnir dituangkan menjadi perhiasan dengan ornamen ukiran yang banyak menghiasi pura di desa wisata tersebut. Selain itu, ada juga bros yang terinspirasi dari tumbuhan dan anting-anting berbentuk bunga yang menjadi aksesoris penari Bali.
Tulola sejak 2007 sudah mengeluarkan 17 koleksi yang terinspirasi dari berbagai ide spontan. Dewa Sri Luce mengatakan mereka mengembangkan tradisi yang sudah dikenal masyarakat alih-alih mengikuti tren perhiasan.
“Target kami itu kepada siapa pun yang merayakan diri dengan keindahan,” kata Dewa Sri Luce.
Baca juga: Happy Salma buat perhiasan terinspirasi novel "Bumi Manusia"
Baca juga: Kemenperin sebut industri perhiasan RI banyak diminati pasar AS-China
Baca juga: John Hardy hadirkan koleksi perhiasan baru untuk musim gugur 2024
Pewarta: Dewa Ketut Sudiarta Wiguna
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024
Tags: