Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menyebut Indeks Pembangunan Berwawasan Kependudukan (IPBK) di Indonesia di tahun 2024 sudah semakin membaik.

“IPBK menggunakan skala 0-100 dan bermakna positif, artinya nilai IPBK yang semakin besar menunjukkan kondisi pembangunan berwawasan kependudukan di suatu wilayah semakin baik, dan sebaliknya. Di tingkat nasional, capaian nilai IPBK tahun 2024 adalah 61,8 (status PBK menengah atas),” ujar Deputi Bidang Pengendalian Penduduk BKKBN Bonivasius Prasetya Ichtiarto dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu.

Provinsi yang memegang nilai tertinggi IPBK dengan nilai sebesar 80,0 yakni Bali, yang menandakan bahwa pembangunan di Provinsi Bali telah fokus pada penduduk, sedangkan provinsi dengan IPBK terendah yakni Papua Pegunungan sebesar 28,4.

“IPBK adalah indikator penting karena merupakan penanda apakah pembangunan yang telah berjalan sudah menjadikan penduduk bukan hanya sebagai objek, namun juga subjek pembangunan,” katanya.

Menurutnya, nilai dalam IPBK menentukan bagaimana pembangunan tetap memperhatikan peningkatan kualitas penduduk, sehingga penduduk dapat menjadi bahan bakar pembangunan yang hasilnya dapat dinikmati dalam jangka panjang.

Sumber data yang digunakan untuk penghitungan IPBK tahun 2024 berasal dari data Badan Pusat Statistik (BPS) dan Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Boni juga menjelaskan IPBK dibentuk dari lima dimensi pembangunan berwawasan kependudukan yang meliputi dimensi partisipasi, keberlanjutan, inklusivitas, holistik integratif, dan kesetaraan.

“Kelima dimensi tersebut merupakan elaborasi dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan memiliki keterkaitan dengan capaian tujuan pembangunan berkelanjutan, oleh karena itu, berbagai dimensi dan indikator IPBK mencerminkan proses pembangunan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi,” tuturnya.

Sementara itu, Direktur Pemaduan Kebijakan Pengendalian Penduduk BKKBN Lisna Prihantini memaparkan beberapa indikator yang menjadi penghitungan pada masing-masing dimensi dalam IPBK.

“Pada dimensi partisipasi terdapat indikator jaminan kesehatan, rata-rata prevalensi kontrasepsi (CPR), angka partisipasi sekolah (APS) SMA, tingkat partisipasi angkatan kerja usia 20-64 tahun, kemudian indikator pada dimensi keberlanjutan antara lain rumah layak, sumber air minum bersih, dan sanitasi layak,” paparnya.

Sedangkan pada dimensi inklusivitas terdapat indikator tingkat kemiskinan, kebutuhan KB yang tidak terpenuhi atau unmet need, pendidikan anak rumah tangga miskin, penyandang disabilitas yang bekerja, dan lansia mandiri.

Dimensi selanjutnya yaitu holistik integratif yang terdiri dari indikator stunting, akses informasi, perkawinan usia dini, akses transportasi umum, dan akta lahir balita. Dimensi terakhir yaitu kesetaraan yang terdiri atas indikator kesetaraan jabatan, prevalensi kekerasan, dan kesenjangan pendapatan.

Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN mendorong para pemangku kepentingan, baik internal, termasuk Perwakilan BKKBN Provinsi seluruh Indonesia, maupun kementerian/lembaga terkait, agar memanfaatkan hasil penghitungan IPBK sebagai dasar penentuan kebijakan pembangunan berbasis kependudukan.

Baca juga: BKKBN: Desain Pembangunan Penduduk butuh komitmen kuat pemda
Baca juga: BKKBN jadi ketua delegasi sidang kependudukan dan pembangunan PBB