Psikiater ungkap pola asuh yang sehat lindungi remaja dari NAPZA
30 Oktober 2024 20:14 WIB
Ilustrasi - Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan melakukan kegiatan Pergerakan Promosi Kesehatan Jiwa dan Napza Bagi Remaja bertempat di Masjid Islamic Center Sago, Kecamatan IV Jurai, Kamis (3/10).
Jakarta (ANTARA) - Psikiater atau dokter spesialis kesehatan mental dr. Kristiana Siste mengungkapkan pentingnya peran keluarga melalui pola asuh yang sehat dapat mencegah remaja terjerumus dalam kecanduan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (NAPZA).
Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu menjelaskan pola asuh yang sehat dan pengasuhan yang mendukung kesehatan mental remaja dapat mencegah anak dari penggunaan NAPZA sebagai pelarian dari masalah emosional.
"Jadi harus dimulai dari keluarga, mulai saja dengan cara sederhana seperti memberikan pujian, komunikasi dua arah, kalau bicara dengan anak itu tidak menggunakan gadget jadi mata ketemu mata. Jadi orang tua menjadi role model," kata Kristiana dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, penyalahgunaan NAPZA atau perilaku kecanduan lain seperti judi, gim daring, pornografi, atau media sosial merupakan bentuk pengalihan emosional ketika menghadapi suatu masalah.
Baca juga: Forum Genre tawarkan pendekatan komunitas untuk cegah penggunaan NAPZA
Baca juga: Kemenko PMK paparkan langkah strategis cegah penyalahgunaan NAPZA
Ia menerangkan sifat tersebut umumnya dimiliki remaja yang cenderung ingin menghindari masalah atau ingin segala sesuatu selesai dengan instan.
"Memang menggunakan narkoba pada tahap awal yang tadinya depresi ketika dia menggunakan sabu perasaannya jadi naik, depresinya jadi kurang. Tapi kemudian ketika dia mengalami kecanduan maka yang terjadi adalah depresinya semakin dalam," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan sifat tersebut bisa muncul karena pola asuh orang tuanya yang selalu menyelesaikan masalah anak, tanpa mengajarkan mereka untuk mencoba mengatasinya sendiri.
"Atau misalnya dari keluarga itu adalah keluarga yang otoriter, yang tidak pernah ada pujian atau kehangatan dalam keluarga sehingga anak ini tumbuh dengan karakter yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya dan ketika ada masalah dia jadi menghindar," ucapnya.*
Baca juga: Kemensos perkuat ekonomi eks pengguna NAPZA di Bandung Barat
Baca juga: Papua Barat buka pusat terapi jiwa dan rehabilitasi penyalahguna napza
Kepala Departemen Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Rumah Sakit dr.Cipto Mangunkusumo (RSCM) itu menjelaskan pola asuh yang sehat dan pengasuhan yang mendukung kesehatan mental remaja dapat mencegah anak dari penggunaan NAPZA sebagai pelarian dari masalah emosional.
"Jadi harus dimulai dari keluarga, mulai saja dengan cara sederhana seperti memberikan pujian, komunikasi dua arah, kalau bicara dengan anak itu tidak menggunakan gadget jadi mata ketemu mata. Jadi orang tua menjadi role model," kata Kristiana dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu.
Menurutnya, penyalahgunaan NAPZA atau perilaku kecanduan lain seperti judi, gim daring, pornografi, atau media sosial merupakan bentuk pengalihan emosional ketika menghadapi suatu masalah.
Baca juga: Forum Genre tawarkan pendekatan komunitas untuk cegah penggunaan NAPZA
Baca juga: Kemenko PMK paparkan langkah strategis cegah penyalahgunaan NAPZA
Ia menerangkan sifat tersebut umumnya dimiliki remaja yang cenderung ingin menghindari masalah atau ingin segala sesuatu selesai dengan instan.
"Memang menggunakan narkoba pada tahap awal yang tadinya depresi ketika dia menggunakan sabu perasaannya jadi naik, depresinya jadi kurang. Tapi kemudian ketika dia mengalami kecanduan maka yang terjadi adalah depresinya semakin dalam," imbuhnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan sifat tersebut bisa muncul karena pola asuh orang tuanya yang selalu menyelesaikan masalah anak, tanpa mengajarkan mereka untuk mencoba mengatasinya sendiri.
"Atau misalnya dari keluarga itu adalah keluarga yang otoriter, yang tidak pernah ada pujian atau kehangatan dalam keluarga sehingga anak ini tumbuh dengan karakter yang tidak bisa mengungkapkan perasaannya dan ketika ada masalah dia jadi menghindar," ucapnya.*
Baca juga: Kemensos perkuat ekonomi eks pengguna NAPZA di Bandung Barat
Baca juga: Papua Barat buka pusat terapi jiwa dan rehabilitasi penyalahguna napza
Pewarta: Farhan Arda Nugraha
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2024
Tags: