"Artinya dalam tiga tahun terakhir menurun sebesar 33,2 persen," katanya.
Rincinya, di tahun 2022, angka kekerasan anak terjadi sebanyak 1.561 kasus, kemudian menurun menjadi 1.386 kasus di tahun 2023, dan kembali menurun di tahun 2022 menjadi 1.065 kasus.
Baca juga: KemenPPPA apresiasi tetangga yang laporkan penganiayaan anak di Malang
Baca juga: KemenPPPA kecam pernikahan santriwati dengan pengasuh ponpes di Jatim
Selain itu juga dilakukan advokasi dan sosialisasi terhadap guru BK di sekolah-sekolah baik jenjang SMP maupun SMA. Serta melakukan advokasi dan sosialisasi forum anak Jawa Timur.
"Kami juga memiliki sistem pelaporan on call one stop service di call center POS Sayang Perempuan dan Anak (SAPA), yang mana call center ini melayani bullying, perdagangan anak, pernikahan dini usia, eksploitasi seksual dan ekonomi dan juga kekerasan pada perempuan dan anak," ujarnya.
Baca juga: Sekda Jatim pastikan kehadiran Pemprov tangani kekerasan perempuan
Baca juga: Komnas : Kasus suami mutilasi istri di Malang Jatim tergolong femisida
"Kami juga mendorong kabupaten kota se-Jatim untuk membentuk UPTD PPA dan membentuk RAD Pencegahan Perkawinan Anak (PPA)," ujar Adhy.
Tidak sampai di sana, Adhy menegaskan bahwa dua tahun terakhir, angka data dispensasi kawin yang dikabulkan menurut pendidikan calon pengantin Jatim juga menurun signifikan.
Untuk dispensasi kawin Jatim jenjang SD di tahun 2023 mencapai 3.339 orang, di tahun 2024 turun menjadi 1.867 orang. Kemudian untuk dispensasi kawin untuk jenjang SMP di tahun 2023 mencapai 6.103 orang, di tahun 2024 menurun menjadi 3.221 orang.
Sedangkan untuk dispensasi kawin jenjang SMA, di tahun 2023 di Jatim ada 3.130 orang, di tahun 2024 menurun menjadi 1.686 orang.