Menko sebut pertumbuhan ekonomi 8 persen bukan hal yang mustahil
30 Oktober 2024 12:35 WIB
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam pernyataan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/10/2024). ANTARA/Fathur Rochman/am.
Jakarta (ANTARA) - Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen pada 2029 bukan merupakan hal yang mustahil, karena secara historis Indonesia pernah mencatatkan pertumbuhan tersebut di masa lampau.
“Sebagaimana kita sering dengar bersama, Bapak Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada tahun 2029. Ini bukan hal mustahil mengingat Indonesia pernah mencapai rata-rata pertumbuhan 7,3 persen di periode 1986-1997, bahkan 8,2 persen pada tahun 1995,” kata Menko Airlangga dalam acara pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan sebagai dampak pandemi COVID-19, hingga saat ini pertumbuhan perekonomian dunia belum sepenuhnya kembali ke era seperti sebelum COVID-19. Saat ini rata-rata pertumbuhan dunia masih di kisaran 3 persen.
Oleh sebab itu, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menurut Menko Airlangga, diperlukan sumber-sumber pertumbuhan baru dan adaptasi teknologi dan inovasi sehingga bisa mewujudkan pendapatan yang lebih tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi dunia belum kembali seperti era sebelum COVID. Sekarang masih rata-rata di 3 persen. Oleh karena itu, untuk menggali pertumbuhan perlu didorong sumber pertumbuhan baru, adaptasi teknologi dan inovasi agar kita bisa mencapai pendapatan di atas pendapatan menengah,” ujarnya.
Baca juga: RI butuh dukungan swasta capai target pertumbuhan ekonomi 8 persen
Baca juga: Ekonom: Perbaikan kualitas institusi penting demi genjot ekonomi
Lebih lanjut, ia menuturkan ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan ke depan.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada Kamis (24/10) memperingatkan bahwa perekonomian global terancam terjebak dalam jalur pertumbuhan rendah dan tingkat utang tinggi, mendesak para pembuat kebijakan untuk mengatasi utang dan melaksanakan reformasi pro-pertumbuhan.
"Perekonomian global terancam terjebak dalam jalur pertumbuhan rendah dan tingkat utang tinggi, yang berarti pendapatan yang lebih rendah dan lapangan kerja yang lebih sedikit. Itu juga berarti pendapatan pemerintah yang lebih rendah, yang mengarah pada lebih sedikitnya investasi untuk mendukung keluarga dan memerangi tantangan jangka panjang seperti perubahan iklim," demikian disampaikan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva dalam sebuah konferensi pers pada Pertemuan Tahunan IMF dan World Bank Group 2024 yang sedang berlangsung.
Dalam World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dirilis pada Selasa (22/10), IMF mempertahankan proyeksi pertumbuhan global pada 2024 sebesar 3,2 persen, konsisten dengan proyeksinya pada Juli.
Selain itu, prospek pertumbuhan untuk lima tahun ke depan tetap lesu, yaitu 3,1 persen. Ini merupakan tingkat pertumbuhan terendah dalam beberapa dekade terakhir.
Ekonomi-ekonomi maju diproyeksikan tumbuh 1,8 persen tahun ini, sementara "emerging market" dan negara-negara berkembang akan tumbuh 4,2 persen. Ekonomi China berada di jalur yang tepat untuk tumbuh sebesar 4,8 persen, menurut proyeksi tersebut.
Baca juga: Ekonom sarankan Prabowo selesaikan PR investasi guna pacu ekonomi
Baca juga: Tugas bertambah, Airlangga komitmen genjot kinerja Kemenko Ekonomi
“Sebagaimana kita sering dengar bersama, Bapak Presiden menargetkan pertumbuhan ekonomi mencapai 8 persen pada tahun 2029. Ini bukan hal mustahil mengingat Indonesia pernah mencapai rata-rata pertumbuhan 7,3 persen di periode 1986-1997, bahkan 8,2 persen pada tahun 1995,” kata Menko Airlangga dalam acara pembukaan Indonesia Sharia Economic Festival (ISEF) 2024 di Jakarta, Rabu.
Ia menuturkan sebagai dampak pandemi COVID-19, hingga saat ini pertumbuhan perekonomian dunia belum sepenuhnya kembali ke era seperti sebelum COVID-19. Saat ini rata-rata pertumbuhan dunia masih di kisaran 3 persen.
Oleh sebab itu, untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi, menurut Menko Airlangga, diperlukan sumber-sumber pertumbuhan baru dan adaptasi teknologi dan inovasi sehingga bisa mewujudkan pendapatan yang lebih tinggi.
“Pertumbuhan ekonomi dunia belum kembali seperti era sebelum COVID. Sekarang masih rata-rata di 3 persen. Oleh karena itu, untuk menggali pertumbuhan perlu didorong sumber pertumbuhan baru, adaptasi teknologi dan inovasi agar kita bisa mencapai pendapatan di atas pendapatan menengah,” ujarnya.
Baca juga: RI butuh dukungan swasta capai target pertumbuhan ekonomi 8 persen
Baca juga: Ekonom: Perbaikan kualitas institusi penting demi genjot ekonomi
Lebih lanjut, ia menuturkan ekonomi dan keuangan syariah dapat menjadi salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi berkelanjutan ke depan.
Sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) pada Kamis (24/10) memperingatkan bahwa perekonomian global terancam terjebak dalam jalur pertumbuhan rendah dan tingkat utang tinggi, mendesak para pembuat kebijakan untuk mengatasi utang dan melaksanakan reformasi pro-pertumbuhan.
"Perekonomian global terancam terjebak dalam jalur pertumbuhan rendah dan tingkat utang tinggi, yang berarti pendapatan yang lebih rendah dan lapangan kerja yang lebih sedikit. Itu juga berarti pendapatan pemerintah yang lebih rendah, yang mengarah pada lebih sedikitnya investasi untuk mendukung keluarga dan memerangi tantangan jangka panjang seperti perubahan iklim," demikian disampaikan Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) Kristalina Georgieva dalam sebuah konferensi pers pada Pertemuan Tahunan IMF dan World Bank Group 2024 yang sedang berlangsung.
Dalam World Economic Outlook (WEO) terbaru yang dirilis pada Selasa (22/10), IMF mempertahankan proyeksi pertumbuhan global pada 2024 sebesar 3,2 persen, konsisten dengan proyeksinya pada Juli.
Selain itu, prospek pertumbuhan untuk lima tahun ke depan tetap lesu, yaitu 3,1 persen. Ini merupakan tingkat pertumbuhan terendah dalam beberapa dekade terakhir.
Ekonomi-ekonomi maju diproyeksikan tumbuh 1,8 persen tahun ini, sementara "emerging market" dan negara-negara berkembang akan tumbuh 4,2 persen. Ekonomi China berada di jalur yang tepat untuk tumbuh sebesar 4,8 persen, menurut proyeksi tersebut.
Baca juga: Ekonom sarankan Prabowo selesaikan PR investasi guna pacu ekonomi
Baca juga: Tugas bertambah, Airlangga komitmen genjot kinerja Kemenko Ekonomi
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024
Tags: