Vatikan (ANTARA News) - Paus Fransiskus kepada korban pelecehan seksual oleh ulama Katolik Roma menyatakan Gereja harus menangis dan memberikan pemulihan atas kejahatan yang disebutnya diambil dari kultus asusila.

"Untuk beberapa waktu sekarang, hati saya sakit mendalam dan menderita," katanya dalam tanggapan terkerasnya atas kejahatan itu, yang disampaikan pada misa dengan korban dewasa.

"Begitu banyak waktu tersembunyi, disamarkan dengan keterlibatan yang tak dapat dijelaskan hingga seseorang menyadari bahwa Yesus melihat," katanya.

Sri Paus menyampaikan khotbahnya kepada enam korban penganiayaan, masing-masing dua dari Irlandia, Inggris dan Jerman, sebelum bertemu mereka masing-masing secara pribadi dalam pertemuan hampir empat jam, dengan menghabiskan sekitar 30 menit dengan masing-masing.

"Saya meminta rahmat untuk menangis, rahmat bagi Gereja untuk menangis dan memulihkan putra-putrinya, yang mengkhianati tugas mereka, yang menyalahgunakan orang tidak bersalah," katanya, menurut salinan Vatikan.

"Di hadapan Tuhan dan umat-Nya, saya mengungkapkan kesedihan saya untuk dosa dan kejahatan berat pelecehan seksual ulama terhadap-Mu dan saya dengan rendah hati meminta maaf," katanya.

Sebelumnya, Paus Fransiskus mengatakan tidak akan menenggang siapa pun di gereja Katolik melakukan perundungan seksual terhadap anak-anak, termasuk uskup, dan membandingkan penganiayaan seksual terhadap anak-anak oleh pastor sebagai "misa setan".

Namun ia juga diserang kelompok korban, karena dalam wawancara pada tahun ini menyatakan gereja Katolik melakukan lebih banyak jika dibandingkan dengan lembaga lain dalam menangani kejahatan seksual.

Belum jelas alasan Paus menunggu hingga 16 bulan sejak terpilih pada Maret 2013 untuk bertemu dengan korban, khususnya setelah pendahulunya, Paus Benediktus, beberapa kali bertemu dengan korban dalam perjalanannya di luar Italia.

"Saya kira sangat penting bagi Paus bertemu dengan korban," kata Anne Doyle dari Akuntabilitas Uskup, pusat dokumentasi perundungan di gereja Katolik, yang berpusat di Amerika Serikat.

"Kami mengetahui kemampuan Paus dalam belas kasihan dan penolakannya bertemu dengan korban sejauh ini tidak sejalan dengan kemurahan hatinya terhadap banyak kelompok terpinggirkan. Itu yang mesti diralatnya," kata Anne Doyle dikutip oleh Reuters.

(SYS/B002/M016)