Jakarta (ANTARA) -
Peneliti bidang hukum The Indonesian Institute sekaligus alumni Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Christina Clarissa Intania memberikan lima rekomendasi kepada DPR RI untuk melibatkan partisipasi publik dalam pembuatan rancangan undang-undang.

Menurut Christina, rekomendasi pertama adalah DPR, DPD, dan pemerintah harus lebih update dalam membagikan perkembangan penyusunan RUU pada laman resmi masing-masing sehingga masyarakat bisa mengikuti informasi terbaru yang ada terkait proses tersebut.

"Yang kedua, pemanfaatan naskah akademik yang lebih optimal untuk menampung sudut pandang berbagai macam pihak terdampak dan memiliki kepentingan secara objektif serta berdasar penelitian," katanya dalam diskusi daring bertema "Harapan untuk Peningkatan Partisipasi Publik di Parlemen Baru" yang diselenggarakan The Indonesian Institute dan diikuti ANTARA di Jakarta, Selasa.

Ia menjelaskan rekomendasi ketiga untuk meningkatkan partisipasi publik, yakni perlunya penentuan pihak-pihak terlibat dalam perancangan undang-undang berdasarkan analisis dampak yang mumpuni.

Baca juga: DPR tegaskan penyusunan RUU Kesehatan libatkan partisipasi publik

Penentuan pihak-pihak itu diharapkan bisa meningkatkan kualitas rapat dengar pendapat umum dari berbagai latar belakang masyarakat sehingga tidak ada elemen yang tertinggal untuk membahas rancangan yang sedang dikerjakan.

Kemudian, saran keempat adalah memaksimalkan metode penerimaan aspirasi publik yang sudah ada, seperti kelompok diskusi terarah (FGD) dan lainnya.

"Yang terakhir tidak kalah penting, yaitu melakukan pertemuan lebih dari satu kali dengan pihak selain Pemerintah guna meningkatkan jaminan dipertimbangkannya masukan masyarakat sipil," ujarnya.

Baca juga: DPR sampaikan alasan penyusunan RUU Statistik di Bali

Christina menambahkan semua rekomendasi itu berdasarkan Pasal 96 Ayat 1 sampai dengan 5 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 25 Tahun 2019 dan UU Nomor 13 Tahun 2022.

Dalam ayat pertama pasal tersebut disebutkan bahwa masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis dalam setiap tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan.

Bahkan, kata dia, ayat lima juga menekankan bahwa pembentuk peraturan perundang-undangan yang dalam hal ini DPR, harus menginformasikan kepada masyarakat tentang pembentukan RUU.

Selain itu, dalam hal partisipasi bermakna, masyarakat baik perorangan maupun kelompok memiliki tiga hak dasar yang harus dipenuhi, yakni hak untuk didengar, hak untuk dipertimbangkan, dan hak untuk dijelaskan.

Ketiga hak itu harus berjalan maksimal guna pelibatan masyarakat dalam proses pembentukan undang-undang.