Artikel
Memperkuat karakteristik perbankan syariah
Oleh Citro Atmoko
29 Oktober 2024 15:26 WIB
Petugas sebuah bank syariah membantu nasabah menggunakan tablet untuk mengakses informasi pelunasan Biaya Penyelenggara Ibadah Haji (BPIH), di Bandung, Jawa Barat, Kamis (26/3/2020). ANTARA /FOTO/Audy Alwi/hp/aa.
Jakarta (ANTARA) - Tak seperti perbankan konvensional, perbankan syariah punya karakteristik unik yang membuatnya berbeda. Karakteristik itu berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah yang memprioritaskan keadilan, transparansi, dan kemaslahatan bersama.
Jika perbankan konvensional menerapkan sistem bunga, dalam perbankan syariah justru ada larangan terhadap riba. Riba adalah praktik pengambilan tambahan atau bunga dalam transaksi keuangan, terutama dalam pinjaman dan jual beli.
Sebagai alternatif, perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam berbagai produk simpanan dan pembiayaan. Keuntungan maupun kerugian akan dibagi antara pihak bank dan nasabah sebagaimana dengan kesepakatan yang telah ditetapkan di awal.
Prinsip keadilan dan saling menguntungkan mendasari setiap transaksi di perbankan syariah. Bank dan nasabah harus paham dan sepakat terkait hak dan kewajiban masing-masing tanpa adanya ketidakpastian atau penipuan.
Dalam perbankan syariah, transaksi yang mengandung ketidakpastian atau spekulasi berlebihan (gharar) dan perjudian (maysir) sangat dihindari. Setiap transaksi harus punya dasar yang jelas.
Perbankan syariah menggunakan berbagai jenis akad dalam setiap transaksi yang sesuai dengan syariah. Akad yang pertama adalah mudharabah yaitu kerja sama antara bank dan nasabah dalam suatu usaha, dengan bank sebagai pengelola dana dan nasabah sebagai penyedia dana. Keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai kesepakatan.
Selanjutnya ada akad musyarakah, yaitu kerja sama antara bank dan nasabah dalam suatu usaha, dengan keduanya sama-sama berperan sebagai pengelola dana. Ada pula akad murabahah, yaitu jual beli dengan menyebutkan harga pokok dan keuntungan yang diinginkan oleh penjual. Selain itu ada akad ijarah, yaitu sewa-menyewa suatu barang atau jasa dan akad wakalah, yakni perjanjian pemberian kuasa untuk melakukan suatu tindakan atas nama pihak lain.
Produk pembiayaan menggunakan akad mudarabah merupakan salah satu produk yang unik dan tidak terdapat dalam perbankan konvensional. Produk ini menjadi alternatif bagi industri perbankan syariah guna diversifikasi produk pembiayaan yang berbasis bagi hasil selain dari pembiayaan musyarakah.
Pedoman dari OJK
Dalam Peta Jalan atau Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023--2027 terkait penguatan karakteristik perbankan syariah, salah satu strategi yang telah dirancang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator perbankan adalah pengembangan produk syariah yang inovatif dan memiliki keunikan. Produk pembiayaan mudarabah adalah salah satunya.
Selain unik, produk ini dinilai punya daya saing tinggi karena mengusung konsep bagi hasil berdasarkan kinerja usaha yang dibiayai. Potensi fluktuasi pendapatan yang diperoleh dinilai lebih memenuhi konsep keadilan bagi bank dan nasabah.
Dengan karakteristik bagi hasilnya, produk pembiayaan mudarabah juga berpotensi menjadi salah satu opsi bagi pembiayaan modal kerja di sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi baik di sektor riil maupun sektor keuangan.
Namun, per Desember 2023, jumlah portofolio pembiayaan mudarabah baru mencapai 2,12 persen dari total jumlah pembiayaan yang ada pada perbankan syariah. Porsi pembiayaan mudarabah masih jauh dibandingkan pembiayaan musyarakah dan pembiayaan murabahah yang masing-masing mencapai 48,25 persen dan 44,21 persen.
Oleh karena itu, OJK pun berkomitmen mendorong peningkatan produk pembiayaan mudarabah agar lebih memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia.
Guna mendukung upaya tersebut, OJK baru saja menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Mudarabah. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan yang jelas bagi seluruh pelaku industri perbankan syariah dalam mengembangkan dan menerapkan produk pembiayaan mudarabah.
Pedoman tersebut mencakup ketentuan pembiayaan mudarabah secara umum, para pihak yang terlibat dalam pembiayaan mudarabah, ketentuan terkait modal dan cakupan atau ruang lingkup kegiatan usaha yang dapat dibiayai serta metode dan mekanisme distribusi hasil usaha, mekanisme restrukturisasi pembiayaan mudarabah, mekanisme pelunasan dipercepat, mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan pengakuan hasil usaha dalam pembukuan pembiayaan mudarabah.
Di dalam pedoman itu, ada juga skema-skema yang dapat dilakukan menggunakan akad pembiayaan mudarabah dilengkapi dengan ilustrasi dan pencatatan sehingga pedoman tersebut menjadi lebih komprehensif dan diharapkan memudahkan industri perbankan syariah dalam implementasi pembiayaan mudarabah.
Tak berorientasi bisnis semata
Kehadiran perbankan syariah bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat dan ekonomi masyarakat, alih-alih hanya berorientasi pada keuntungan finansial semata. Layanan seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf atau disingkat Ziswaf memungkinkan nasabah menyalurkan sebagian harta mereka kepada yang membutuhkan, yang menunjukkan komitmen perbankan syariah untuk menjadi bagian dari solusi ekonomi dan sosial.
Perbankan syariah diharapkan memberikan sumbangsih lebih besar dalam pembangunan ekonomi melalui salah satu instrumen keuangan sosial syariah yaitu wakaf. Wakaf adalah konsep dalam Islam yang merujuk pada pemberian atau penyerahan harta oleh seseorang atau lembaga untuk kepentingan umum atau amal yang bersifat abadi. Harta wakaf tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan sosial, keagamaan, dan kesejahteraan umat.
Di Indonesia, sektor wakaf telah bertumbuh secara signifikan, terutama dalam wakaf uang. Menurut Badan Wakaf Indonesia, potensi sektor wakaf di tanah air khususnya wakaf uang diproyeksikan mencapai Rp180 triliun per tahun.
Pada 2023, realisasi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp2,2 triliun atau baru mencapai 1,22 persen dari potensinya. Dengan kata lain, masih terdapat selisih atau gap yang sangat besar antara potensi dan realisasi pengumpulan wakaf sehingga diperlukan dukungan dan inovasi produk wakaf uang.
Dalam penerimaan dan pengelolaan wakaf uang oleh nazhir wakaf uang, diperlukan dukungan dari bank syariah selaku Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang berperan dalam penerimaan wakaf uang serta menjadi tempat pengelolaan wakaf uang oleh nazhir wakaf uang melalui produk yang relevan.
Nazhir wakaf adalah individu atau lembaga yang ditunjuk oleh wakif (orang yang mewakafkan harta) atau oleh pihak yang berwenang untuk mengelola harta wakaf sesuai dengan kehendak wakif dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan data Kementerian Agama, terdapat peningkatan jumlah bank syariah yang bertindak sebagai LKS-PWU yang cukup signifikan selama lima tahun terakhir dengan 18 LKS-PWU pada 2019 menjadi 50 LKS-PWU pada Juli 2024 yang terdiri dari 10 bank umum syariah (BUS), 15 unit usaha syariah (UUS) dan 25 bank perekonomian rakyat syariah (BPRS).
Kendati demikian, peningkatan jumlah bank syariah sebagai LKS-PWU tersebut belum diiringi dengan peningkatan realisasi penghimpunan wakaf uang nasional. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan produk dan layanan oleh bank syariah sebagai LKS-PWU agar perannya dapat berjalan lebih optimal.
Guna mendorong pengembangan produk dan layanan oleh perbankan syariah, OJK pun kemudian menerbitkan pedoman untuk implementasi Cash Waqf Linked Deposit atau CWLD bersamaan dengan rilisnya Pedoman Produk Pembiayaan Mudarabah. CWLD merupakan produk yang mengintegrasikan fungsi komersial dan fungsi sosial bank syariah secara bersamaan.
CWLD adalah produk berbasis wakaf uang temporer yang melibatkan peran nazhir wakaf uang dan bank syariah sebagai LKS-PWU dalam menyusun program wakaf yang menarik melalui pendekatan emosional wakif terhadap penerima manfaat wakaf.
Pedoman tersebut ditujukan untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan sistematis terkait aspek teknis serta skema dan contoh program CWLD sehingga mempermudah bank syariah sebagai LKS-PWU dan nazhir wakaf uang dalam mengimplementasikan CWLD.
Baik pedoman produk pembiayaan mudarabah maupun pedoman implementasi CWLD, keduanya sama-sama krusial karena memberikan arahan yang jelas bagi bank dalam mengembangkan dan menawarkan produk serta layanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pedoman tersebut juga untuk memastikan bahwa produk dan layanan bank syariah tidak hanya berorientasi pada profit semata, tetapi juga tujuan sosial dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Editor: Achmad Zaenal M
Jika perbankan konvensional menerapkan sistem bunga, dalam perbankan syariah justru ada larangan terhadap riba. Riba adalah praktik pengambilan tambahan atau bunga dalam transaksi keuangan, terutama dalam pinjaman dan jual beli.
Sebagai alternatif, perbankan syariah menerapkan sistem bagi hasil dalam berbagai produk simpanan dan pembiayaan. Keuntungan maupun kerugian akan dibagi antara pihak bank dan nasabah sebagaimana dengan kesepakatan yang telah ditetapkan di awal.
Prinsip keadilan dan saling menguntungkan mendasari setiap transaksi di perbankan syariah. Bank dan nasabah harus paham dan sepakat terkait hak dan kewajiban masing-masing tanpa adanya ketidakpastian atau penipuan.
Dalam perbankan syariah, transaksi yang mengandung ketidakpastian atau spekulasi berlebihan (gharar) dan perjudian (maysir) sangat dihindari. Setiap transaksi harus punya dasar yang jelas.
Perbankan syariah menggunakan berbagai jenis akad dalam setiap transaksi yang sesuai dengan syariah. Akad yang pertama adalah mudharabah yaitu kerja sama antara bank dan nasabah dalam suatu usaha, dengan bank sebagai pengelola dana dan nasabah sebagai penyedia dana. Keuntungan yang didapatkan akan dibagi sesuai kesepakatan.
Selanjutnya ada akad musyarakah, yaitu kerja sama antara bank dan nasabah dalam suatu usaha, dengan keduanya sama-sama berperan sebagai pengelola dana. Ada pula akad murabahah, yaitu jual beli dengan menyebutkan harga pokok dan keuntungan yang diinginkan oleh penjual. Selain itu ada akad ijarah, yaitu sewa-menyewa suatu barang atau jasa dan akad wakalah, yakni perjanjian pemberian kuasa untuk melakukan suatu tindakan atas nama pihak lain.
Produk pembiayaan menggunakan akad mudarabah merupakan salah satu produk yang unik dan tidak terdapat dalam perbankan konvensional. Produk ini menjadi alternatif bagi industri perbankan syariah guna diversifikasi produk pembiayaan yang berbasis bagi hasil selain dari pembiayaan musyarakah.
Pedoman dari OJK
Dalam Peta Jalan atau Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia (RP3SI) 2023--2027 terkait penguatan karakteristik perbankan syariah, salah satu strategi yang telah dirancang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator perbankan adalah pengembangan produk syariah yang inovatif dan memiliki keunikan. Produk pembiayaan mudarabah adalah salah satunya.
Selain unik, produk ini dinilai punya daya saing tinggi karena mengusung konsep bagi hasil berdasarkan kinerja usaha yang dibiayai. Potensi fluktuasi pendapatan yang diperoleh dinilai lebih memenuhi konsep keadilan bagi bank dan nasabah.
Dengan karakteristik bagi hasilnya, produk pembiayaan mudarabah juga berpotensi menjadi salah satu opsi bagi pembiayaan modal kerja di sektor produktif yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi baik di sektor riil maupun sektor keuangan.
Namun, per Desember 2023, jumlah portofolio pembiayaan mudarabah baru mencapai 2,12 persen dari total jumlah pembiayaan yang ada pada perbankan syariah. Porsi pembiayaan mudarabah masih jauh dibandingkan pembiayaan musyarakah dan pembiayaan murabahah yang masing-masing mencapai 48,25 persen dan 44,21 persen.
Oleh karena itu, OJK pun berkomitmen mendorong peningkatan produk pembiayaan mudarabah agar lebih memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional untuk kemaslahatan masyarakat Indonesia.
Guna mendukung upaya tersebut, OJK baru saja menerbitkan Pedoman Produk Pembiayaan Mudarabah. Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan yang jelas bagi seluruh pelaku industri perbankan syariah dalam mengembangkan dan menerapkan produk pembiayaan mudarabah.
Pedoman tersebut mencakup ketentuan pembiayaan mudarabah secara umum, para pihak yang terlibat dalam pembiayaan mudarabah, ketentuan terkait modal dan cakupan atau ruang lingkup kegiatan usaha yang dapat dibiayai serta metode dan mekanisme distribusi hasil usaha, mekanisme restrukturisasi pembiayaan mudarabah, mekanisme pelunasan dipercepat, mekanisme penyelesaian pembiayaan bermasalah, dan pengakuan hasil usaha dalam pembukuan pembiayaan mudarabah.
Di dalam pedoman itu, ada juga skema-skema yang dapat dilakukan menggunakan akad pembiayaan mudarabah dilengkapi dengan ilustrasi dan pencatatan sehingga pedoman tersebut menjadi lebih komprehensif dan diharapkan memudahkan industri perbankan syariah dalam implementasi pembiayaan mudarabah.
Tak berorientasi bisnis semata
Kehadiran perbankan syariah bertujuan meningkatkan kesejahteraan umat dan ekonomi masyarakat, alih-alih hanya berorientasi pada keuntungan finansial semata. Layanan seperti zakat, infak, sedekah, dan wakaf atau disingkat Ziswaf memungkinkan nasabah menyalurkan sebagian harta mereka kepada yang membutuhkan, yang menunjukkan komitmen perbankan syariah untuk menjadi bagian dari solusi ekonomi dan sosial.
Perbankan syariah diharapkan memberikan sumbangsih lebih besar dalam pembangunan ekonomi melalui salah satu instrumen keuangan sosial syariah yaitu wakaf. Wakaf adalah konsep dalam Islam yang merujuk pada pemberian atau penyerahan harta oleh seseorang atau lembaga untuk kepentingan umum atau amal yang bersifat abadi. Harta wakaf tersebut digunakan untuk mendukung kegiatan sosial, keagamaan, dan kesejahteraan umat.
Di Indonesia, sektor wakaf telah bertumbuh secara signifikan, terutama dalam wakaf uang. Menurut Badan Wakaf Indonesia, potensi sektor wakaf di tanah air khususnya wakaf uang diproyeksikan mencapai Rp180 triliun per tahun.
Pada 2023, realisasi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp2,2 triliun atau baru mencapai 1,22 persen dari potensinya. Dengan kata lain, masih terdapat selisih atau gap yang sangat besar antara potensi dan realisasi pengumpulan wakaf sehingga diperlukan dukungan dan inovasi produk wakaf uang.
Dalam penerimaan dan pengelolaan wakaf uang oleh nazhir wakaf uang, diperlukan dukungan dari bank syariah selaku Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU) yang berperan dalam penerimaan wakaf uang serta menjadi tempat pengelolaan wakaf uang oleh nazhir wakaf uang melalui produk yang relevan.
Nazhir wakaf adalah individu atau lembaga yang ditunjuk oleh wakif (orang yang mewakafkan harta) atau oleh pihak yang berwenang untuk mengelola harta wakaf sesuai dengan kehendak wakif dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Berdasarkan data Kementerian Agama, terdapat peningkatan jumlah bank syariah yang bertindak sebagai LKS-PWU yang cukup signifikan selama lima tahun terakhir dengan 18 LKS-PWU pada 2019 menjadi 50 LKS-PWU pada Juli 2024 yang terdiri dari 10 bank umum syariah (BUS), 15 unit usaha syariah (UUS) dan 25 bank perekonomian rakyat syariah (BPRS).
Kendati demikian, peningkatan jumlah bank syariah sebagai LKS-PWU tersebut belum diiringi dengan peningkatan realisasi penghimpunan wakaf uang nasional. Oleh karena itu, diperlukan pengembangan produk dan layanan oleh bank syariah sebagai LKS-PWU agar perannya dapat berjalan lebih optimal.
Guna mendorong pengembangan produk dan layanan oleh perbankan syariah, OJK pun kemudian menerbitkan pedoman untuk implementasi Cash Waqf Linked Deposit atau CWLD bersamaan dengan rilisnya Pedoman Produk Pembiayaan Mudarabah. CWLD merupakan produk yang mengintegrasikan fungsi komersial dan fungsi sosial bank syariah secara bersamaan.
CWLD adalah produk berbasis wakaf uang temporer yang melibatkan peran nazhir wakaf uang dan bank syariah sebagai LKS-PWU dalam menyusun program wakaf yang menarik melalui pendekatan emosional wakif terhadap penerima manfaat wakaf.
Pedoman tersebut ditujukan untuk memberikan penjelasan yang lengkap dan sistematis terkait aspek teknis serta skema dan contoh program CWLD sehingga mempermudah bank syariah sebagai LKS-PWU dan nazhir wakaf uang dalam mengimplementasikan CWLD.
Baik pedoman produk pembiayaan mudarabah maupun pedoman implementasi CWLD, keduanya sama-sama krusial karena memberikan arahan yang jelas bagi bank dalam mengembangkan dan menawarkan produk serta layanan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Pedoman tersebut juga untuk memastikan bahwa produk dan layanan bank syariah tidak hanya berorientasi pada profit semata, tetapi juga tujuan sosial dan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Editor: Achmad Zaenal M
Editor: Achmad Zaenal M
Copyright © ANTARA 2024
Tags: