Jakarta (ANTARA News) - Toyota Indonesia telah mengekspor 18.060 mesin berbahan bakar etanol ke Argentina untuk produksi pickup Hilux, yang selanjutnya juga diekspor ke "Negeri Samba" Brasil.


"Sejak 2010 Toyota telah mengekspor mesin etanol ke Argentina, untuk produksi Hilux. Kemudian Hiluxnya juga diekspor ke Brasil," kata Direktur Corporate Planning & External Affair PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) I Made Dana Tangkas, kepada ANTARA News di Jakarta, Minggu.

Ia menjelaskan pada 2010 Toyota menempatkan produksi mesin berbasis etanol di Indonesia, seiring dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengembangan biofuel di dalam negeri.



Sayangnya, lanjut Made Dana, kebijakan pemerintah tidak konsisten, malah beralih dari ide pengembangan biofuel ke gas untuk bahan bakar kendaraan. Kendati demikian, Toyota, tetap melanjutkan pengembangan mesin etanol di Indonesia, karena negeri ini telah dijadikan basis produksi mesin bensin tipe TR, dalam strategi global Toyota.

"Secara teknis mesin yang berbasis bensin mempunyai kesiapan untuk biofuel, hanya tinggal menambahkan komponen spesifik di beberapa bagian," kata Made. Dengan pengalaman memproduksi mesin bensin itulah, TMMIN dipercaya memproduksi mesin etanol, meskipun bahan bakar etanol terbatas produksinya di Indonesia. Apalagi mesin yang diekspor menggunakan bahan bakar 100 persen etanol (E100).

Mesin etanol tersebut merupakan tipe mesin 2TR-FFTV berkapasitas 2.694cc menggunakan IN-VVT, dengan sistem gasoline sub-tank, yang menghasilkan tenaga maksimal hingga 120/5.000 (kW/rpm) dan torsi maksimal 245/3.800 (Nm/rpm).



"Salah satu tantangan dalam pengembangan mesin tersebut adalah bagaimana mengatasi kelemahannya yaitu sulit distarter pada suhu dingin, dibawah 11 derajat celcius," kata Made. Oleh karena itu, pihaknya melengkapi mesin etanol 2TR-FFTV yang diekspor ke Argentina itu, dengan sistem bahan bakar sub-tank dan sub-jet untuk menyuntikkan bensin murni pada awal mesin dijalankan.

"Setelah mesin mencapai suhu tertentu yang dibutuhkan, maka injeksi ECU (electronic control unit) akan memindahkan konsumsi bensin ke konsumsi etanol secara otomatis," kata Made.



Kehandalan SDM dan pengalaman memproduksi mesin bensin dengan standar kualitas global, menurut Made, membuat Toyota mempercayakan produksi mesin etanolnya di Indonesia, kendati kebijakan biofuel tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah.




"Pada dasarnya pembuatan mesin etanol mirip dengan mesin bensin," katanya.




Sejak 2010 TMMIN telah mengekspor mesin etanol tersebut sebanyak 216 unit, meningkat menjadi 1.181 unit pada 2011, melonjak menjadi 7.060 unit pada 2012, dan sempat turun menjadi 6.477 unit pada 2013.

Pada Januari-Mei 2014 ekspor mesin etanol ke Argentina itu telah mencapai 3.126 unit, sehingga total ekspor mesin tersebut sejak 2010 mencapai 18.060 unit.

Made menilai bila pemerintah Indonesia serius mengembangkan biofuel, Toyota sudah siap mendukung kebijakan tersebut karena basis produksi mesin sudah ada di negeri.

TMMIN memiliki basis produksi mesin secara total saat ini mencapai sekitar 120 ribu unit/tahun di Sunter, Jakarta, dan bisa dimaksimalkan hingga 150 ribu unit/tahun. "Dengan lembur, produksi mesin di Sunter, bisa mencapai 150 ribu unit/tahun," kata Made.

Selain itu, pada awal 2014 TMMIN telah memulai pembangunan pabrik mesin di Karawang, Jawa Barat, dengan kapasitas produksi 216.00 unit/tahun yang akan mulai produksi pada 2016. (*)