Hohhot (ANTARA) - Di tepi Gurun Ulan Buh di China utara, deretan panel fotovoltaik tampak berkilau di bawah sinar matahari. Sejumlah besar tanaman terlihat tumbuh di bawah dan di antara panel-panel tersebut pada musim panas. Proyek fotovoltaik plus tata kelola ekologis yang baru ini mengubah tampilan lanskap gersang tersebut, menambahkan warna biru dan hijau cerah pada pasir gurun yang berwarna kuning.

"Panel-panel ini menyerap sinar matahari, yang membantu mengurangi penguapan dari pasir dan menumbuhkan lingkungan yang kondusif bagi tanaman-tanaman gurun seperti pohon saxaul. Hal ini membantu mengurangi aliran angin dan pasir," kata Zheng Qian, kepala perusahaan ekologis yang mengimplementasikan proyek tersebut di wilayah Dengkou, di Kota Bayannur, Daerah Otonom Mongolia Dalam, China utara.

Ketinggian panel dan jarak antara panel-panel tersebut juga ditambah guna memberikan ruang yang cukup bagi tanaman untuk tumbuh, ujar Zheng.

Proyek itu diperkirakan akan menghasilkan listrik 1,65 miliar kilowatt-jam (kWh) per tahun setelah beroperasi, dengan nilai output tahunan sebesar 467 juta yuan (1 yuan = Rp2.193). Proyek tersebut juga akan memangkas emisi karbon sebesar 1,72 juta ton dan menghemat 672.700 ton batu bara setiap tahunnya. Proyek itu, yang mencakup area seluas 26.000 mu (1.733 hektare), menciptakan lebih dari 4.000 lapangan kerja pada tahap konstruksi.

Dengkou hanya memiliki sekitar 50.000 pohon pada 1949, sementara 77 persen areanya merupakan gurun. Selama beberapa dekade terakhir, total 2,1 juta hektare lahan telah diaforestasi.

Mongolia Dalam, area fungsional ekologis terbesar dan paling beragam di China utara, berfungsi sebagai garis pertahanan utama negara itu terhadap badai pasir.

Dalam beberapa tahun terakhir, Mongolia Dalam memajukan pengembangan terpadu pencegahan desertifikasi dan pengembangan energi baru. Berkat upaya tersebut, total 2,3 juta mu lahan gurun diharapkan dapat diolah, dan peralatan energi baru dengan kapasitas 27,27 juta kilowatt akan dipasang tahun ini.

Di wilayah Shaya, Prefektur Aksu, Daerah Otonom Uighur Xinjiang di China barat laut, sebuah perusahaan fotovoltaik berhasil menemukan cara untuk mengumpulkan air dengan tenaga fotovoltaik, yang akan membantu membersihkan panel fotovoltaik dan memelihara tanaman gurun.

Terletak di tepi utara Gurun Taklamakan, gurun terbesar di China, Shaya menghadapi tantangan dalam mengembangkan industri fotovoltaik.

Memasang panel di gurun membutuhkan pembersihan debu secara teratur, yang dapat menumpuk hingga setebal beberapa sentimeter, kata Wang Zhijun, kepala proyek pengendalian desertifikasi perusahaan fotovoltaik tersebut. Vegetasi di bawah panel juga membutuhkan air.

Para peneliti menemukan bahwa gurun pasir memiliki sumber daya air bawah tanah yang signifikan. Meskipun airnya sangat asin, air ini dapat digunakan untuk mengairi gurun dan tanaman yang tahan terhadap garam.

Perusahaan tersebut memutuskan untuk menggunakan tenaga fotovoltaik untuk memompa air. Sumur pompa bertenaga fotovoltaik dapat mengairi lahan seluas 2.000 mu dengan biaya konstruksi 215.000 yuan. Dibandingkan dengan sumur pompa listrik yang mengairi area lahan yang sama, sumur pompa seperti itu diperkirakan dapat menghemat 133.000 yuan pada tahun pertama dan 160.000 yuan per tahun dari tahun kedua.

Hutan fotovoltaik terutama melibatkan pohon saxaul dan pohon willow merah. Beberapa perusahaan ingin berkolaborasi dengan perusahaan fotovoltaik untuk menyuntik akar pohon saxaul dengan Cistanche deserticola, obat herbal China, untuk produksi produk kesehatan dan minuman beralkohol China.
Di Aksu, rencana untuk tahun ini termasuk melakukan uji coba hutan fotovoltaik dengan Cistanche deserticola, memperluas budidaya Cistanche deserticola seluas 20.000 mu, dan membangun basis produksi benih.

Dengan kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan inovasi, pengendalian desertifikasi fotovoltaik muncul sebagai pendekatan yang menjanjikan untuk mengelola desertifikasi.

(Staf magang Dai Xiang berkontribusi dalam artikel ini)