Jakarta (ANTARA) - Serikat Pekerja Kimia Energi dan Pertambangan - Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SKEP - SPSI) minta agar penetapan upah minimum regional (UMR) diserahkan kepada pemerintah daerah (pemda) sehingga menjadi lebih layak dan disesuaikan dengan kondisi masing-masing daerah.

“Kami meminta pemerintah pusat memberikan diskresi kepada gubernur, wali kota, dan bupati untuk menentukan UMR secara tripartit di daerah masing-masing,” kata Ketua Umum SKEP - SPSI, R Abdullah di Jakarta, Senin.

Baca juga: Pencari kerja di Jakarta tak perlu khawatir hadirnya RUU Ciptaker

Ia mengatakan penetapan upah jangan lagi mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan.

Menurut dia sebaiknya diberikan kewenangan bagi tripartit yang terdiri atas serikat pekerja atau buruh, pengusaha, dan pemerintah bersama Dewan Pengupahan untuk merumuskan dan merundingkan kenaikan UMR setiap tahun.

Menurut dia hal ini lebih objektif dan sesuai dengan kemampuan ekonomi di kota dan kabupaten di seluruh Indonesia.

Baca juga: Pengunjung padati gerai UMK pada puncak HUT Jakarta di JIS

Ia menjelaskan jika masih mengacu kepada PP 51 maka kenaikan pengupahan di daerah yang banyak pekerja pabrik seperti Bekasi, Depok, Bogor, Tangerang, dan lainnya hanya 1,6 persen.

“Sementara inflasi di angka 4-5 persen dan ini tentu ini bukan kenaikan tapi malah berkurang. Jika kenaikan UMR setara dengan inflasi maka itu tidak terjadi kenaikan,” kata dia.

Baca juga: Legislator desak Pemprov DKI bayar upah PJLP dan guru honor sesuai UMP

Abdullah mengingatkan kepada pemerintah pusat agar tidak takut dengan kenaikan UMR yang tinggi kepada pekerja di Indonesia karena pekerja ini merupakan konsumen yang memiliki daya beli terhadap barang kebutuhan mereka.

“Jika gaji naik maka daya beli mereka juga tinggi sehingga ikut menggerakkan ekonomi,” kata dia.