BRIN terapkan teknologi paludikultur merestorasi lahan gambut
28 Oktober 2024 16:42 WIB
Ilustrasi - Pengunjung memetik buah jambu yang ditanam di lahan gambut di Agrowisata Buah Cipta Rasa, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Minggu (26/2/2023). ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nz.
Jakarta (ANTARA) - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menerapkan teknologi paludikultur untuk merestorasi lahan gambut di Desa Mendawai, Kabupaten Katingan, Kalimantan Utara.
"Kami menerapkan pendekatan paludikultur yang mengombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman bermanfaat seperti sagu dan buah-buahan," kata Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN Asep Hidayat melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Asep menjelaskan metode paludikultur merupakan metode pertanian di lahan gambut yang telah direstorasi dengan menanam tanaman yang sesuai untuk lahan basah, yang tidak hanya bertujuan memulihkan fungsi ekosistem, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Ia menilai langkah ini penting untuk memulihkan hutan gambut yang rusak dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
"Restorasi lahan gambut bukan hal yang mudah, tetapi dengan teknologi paludikultur dan kerja sama semua pihak, saya optimistis kita bisa memulihkan ekosistem ini," ujarnya.
Asep berharap metode paludikultur ini bisa diadopsi oleh daerah lain di Indonesia yang memiliki lahan gambut terdegradasi.
Baca juga: Penelit: Lahan gambut rusak berkorelasi dengan potensi bencana banjir
"Memang sulit untuk merestorasi lahan gambut, tetapi dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mencapai hasil berkelanjutan," ucap Asep.
Sementara, Peneliti PREE BRIN Made Hesti Lestari menambahkan restorasi ini tidak hanya bertujuan mengembalikan tutupan hutan, tetapi juga mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat sekitar.
"Vegetasi di lahan ini saat ini didominasi oleh rumput yang kurang produktif. Dengan paludikultur, kami berharap dapat menggantinya dengan tanaman yang tidak hanya memperbaiki ekosistem tetapi juga bisa dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan ekonomi," ucapnya.
Diketahui, upaya restorasi lahan gambut ini terwujud melalui komitmen kerja sama antara PREE BRIN dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Mendawai.
Kerja sama ini ditargetkan menghasilkan dampak signifikan dalam tiga tahun ke depan, salah satunya melalui pembangunan demo plot paludikultur seluas empat hektare.
Melalui demo plot ini, diharapkan peningkatan tutupan hutan dan cadangan karbon dapat terlihat, sambil memastikan lahan gambut yang terdegradasi dapat berfungsi kembali secara optimal.
"Kami optimistis bahwa dengan kolaborasi yang kuat, hasil dari kerja sama ini akan dapat dikembangkan lebih luas. Harapannya, ini bukan hanya menjadi proyek restorasi, tetapi juga model keberhasilan yang dapat diterapkan di tempat lain," tutur Hesti.
Baca juga: Peneliti: Paludikultur solusi restorasi lahan gambut berbasis alam
Baca juga: KLHK sebut pengelolaan gambut perlu perhatikan fisiografi ekosistem
"Kami menerapkan pendekatan paludikultur yang mengombinasikan tanaman kehutanan dengan tanaman bermanfaat seperti sagu dan buah-buahan," kata Kepala Pusat Riset Ekologi dan Etnobiologi (PREE) BRIN Asep Hidayat melalui keterangan di Jakarta, Senin.
Asep menjelaskan metode paludikultur merupakan metode pertanian di lahan gambut yang telah direstorasi dengan menanam tanaman yang sesuai untuk lahan basah, yang tidak hanya bertujuan memulihkan fungsi ekosistem, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.
Ia menilai langkah ini penting untuk memulihkan hutan gambut yang rusak dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat
"Restorasi lahan gambut bukan hal yang mudah, tetapi dengan teknologi paludikultur dan kerja sama semua pihak, saya optimistis kita bisa memulihkan ekosistem ini," ujarnya.
Asep berharap metode paludikultur ini bisa diadopsi oleh daerah lain di Indonesia yang memiliki lahan gambut terdegradasi.
Baca juga: Penelit: Lahan gambut rusak berkorelasi dengan potensi bencana banjir
"Memang sulit untuk merestorasi lahan gambut, tetapi dengan pendekatan yang tepat, kita bisa mencapai hasil berkelanjutan," ucap Asep.
Sementara, Peneliti PREE BRIN Made Hesti Lestari menambahkan restorasi ini tidak hanya bertujuan mengembalikan tutupan hutan, tetapi juga mempertimbangkan manfaat jangka panjang bagi masyarakat sekitar.
"Vegetasi di lahan ini saat ini didominasi oleh rumput yang kurang produktif. Dengan paludikultur, kami berharap dapat menggantinya dengan tanaman yang tidak hanya memperbaiki ekosistem tetapi juga bisa dimanfaatkan masyarakat untuk kebutuhan ekonomi," ucapnya.
Diketahui, upaya restorasi lahan gambut ini terwujud melalui komitmen kerja sama antara PREE BRIN dan Lembaga Pengelola Hutan Desa (LPHD) Mendawai.
Kerja sama ini ditargetkan menghasilkan dampak signifikan dalam tiga tahun ke depan, salah satunya melalui pembangunan demo plot paludikultur seluas empat hektare.
Melalui demo plot ini, diharapkan peningkatan tutupan hutan dan cadangan karbon dapat terlihat, sambil memastikan lahan gambut yang terdegradasi dapat berfungsi kembali secara optimal.
"Kami optimistis bahwa dengan kolaborasi yang kuat, hasil dari kerja sama ini akan dapat dikembangkan lebih luas. Harapannya, ini bukan hanya menjadi proyek restorasi, tetapi juga model keberhasilan yang dapat diterapkan di tempat lain," tutur Hesti.
Baca juga: Peneliti: Paludikultur solusi restorasi lahan gambut berbasis alam
Baca juga: KLHK sebut pengelolaan gambut perlu perhatikan fisiografi ekosistem
Pewarta: Sean Filo Muhamad
Editor: Indra Gultom
Copyright © ANTARA 2024
Tags: