Jakarta (ANTARA News) - Jasa ojek di kota besar berguna untuk menembus kemacetan lalu lintas dan untuk mereka yang ingin segera tiba di tempat tujuan tanpa menunggu angkutan umum.
Calon pelanggan biasanya terlebih dulu bertanya mengenai ongkos untuk diantar ke tujuan dan lazim jika terjadi tawar menawar.
Soal tawar menawar juga identik dengan bajaj di Jakarta, bedanya, bajaj tidak diperbolehkan melalui jalan protokol sehingga jangkauannya terbatas.
Bodi dengan tiga roda kecil juga membuat bajaj kalah lincah dibanding ojek dalam manuver menerobos kemacetan.
Potensi bisnis jasa ojek juga yang membuat lahirnya penyedia layanan transportasi dan kurir yang mengandalkan sepeda motor, seperti GO-JEK Indonesia, Transjek, dan Wheel Line.
Mereka menyediakan layanan berstandar untuk transportasi dan kurir dengan sepeda motor.
Menurut General Manager of Corporate Relations Sam Diah di Jakarta, Rabu, GO-JEK yang digagas empat tahun lalu bekerjasama dengan sekitar 400 tukang ojek di kawasan Jabodetabek.
Setiap hari, GO-JEK rata-rata menerima 150 pesanan yang diantar sekitar 100 pengojek aktif.
Pemesan juga dapat memanfaatkan GO-JEK untuk kebutuhan pribadi seperti belanja di swalayan, membelikan makanan di tempat yang tidak menyediakan layanan antar, mengambilkan barang ketinggalan, atau membeli tiket presale konser yang didapat setelah antre berjam-jam.
"Rekor kami mengirimkan 22 driver untuk membeli presale tiket konser Lady Gaga, tiap orang maksimal membeli empat tiket," ungkap Sam.
Pengguna jasa GO-JEK pun bervariasi, mulai dari perorangan hingga puluhan korporasi seperti British Council dan sejumlah kedutaan besar di Jakarta.
Para ekspatriat pun kerap memesan layanan GO-JEK sebagai sarana transportasi dari kediaman mereka ke kantor.
Publik figur seperti Project Pop, Dian Sastro dan Cathy Sharon pun pernah memanfaatkan jasa layanan yang beroperasi setiap hari kecuali hari raya Idul Fitri itu.
Dalam situasi tertentu, jasa mereka dapat dipesan beberapa waktu sebelumnya (pre-booking).
"Untuk malam tahun baru, jasa GO-JEK dipakai para clubbers dan DJ karena mereka harus ke banyak tempat dalam semalam sementara jalan-jalan banyak ditutup," ujar dia.
Tarif yang dikenakan GO-JEK pada penumpang bervariasi tergantung jarak yang diukur dari Google Map.
Meningkatkan produktivitas pengojek
Sam mengemukakan GO-JEK diawali dari keprihatinan sang penggagas Nadiem Makarim pada nasib tukang ojek yang waktunya lebih banyak terbuang untuk menunggu penumpang di pangkalan.
"Kami ingin membuat pengojek ini lebih produktif," kata Sam.
GO-JEK menghimpun sumber daya manusia dari para pengojek dari berbagai tempat, termasuk kawasan segitiga emas Jakarta yang permintaan jasa antarnya tinggi.
Layanan yang meraih juara pertama Global Entrepeneurship Program Indonesia (GEPI) 2011 dalam Non-Tech Category merekrut para pengojek yang diberi pelatihan dasar tentang aturan lalu lintas yang baik, mengemudi aman, tata cara menyapa penumpang dan berpenampilan rapi.
"Yang penting adalah rapi dan tidak bau," ujar dia.
Para pengojek juga dilengkapi dengan kartu pengenal dari GO-JEK untuk memudahkan akses keluar masuk perkantoran yang keamanannya ketat.
GO-JEK dan pengojek menerapkan sistem bagi hasil dalam berbagi keuntungan.
"Yang pasti bagiannya lebih banyak untuk driver," kata Sam.
Ditemui terpisah, Suyono (40) salah seorang pengojek di GO-JEK mengungkapkan setiap harinya dia dapat mengantarkan rata-rata lima pesanan.
"Sebulan penghasilan dapat mencapai Rp3-4 juta," kata pengojek yang sudah bergabung selama empat tahun di sana.
Argo
Sementara itu, chief operating officer Transjek Riyandri Tjahjadi mengatakan Transjek mengandalkan ojek argo demi kepastian harga.
"Dari pengalaman pribadi, misalnya saya naik ojek Cilandak-Senayan dan sebaliknya, tarif bisa jadi berbeda karena harga ojek tergantung daerahnya," kata dia di Jakarta, Kamis.
Transjek mematok argo seharga Rp4.000 untuk kilometer pertama dan Rp3.000 untuk tiap kilometer berikutnya.
Berbeda dengan GO-JEK, Transjek merekrut sendiri karyawan untuk dipekerjakan sebagai pengemudi motor.
Dia mengatakan, bisnis yang dibangun bersama rekannya Nusa Ramadhan itu awalnya ingin bekerjasama dengan para tukang ojek.
"Tapi tidak bisa karena mereka menganggap Transjek sebagai ancaman, karena penampilan pengemudi Transjek lebih bagus dan rapi," kata dia.
Transjek menyediakan jaket, helm, dan sarung tangan untuk pengemudi yang "dipersenjatai" berstiker Transjek.
Sementara itu, penumpang diberi shower cap yang dapat dikenakan sebelum memakai helm.
"Motor punya sandaran agar penumpang duduk lebih nyaman," ujar dia.
Riyandri mengungkapkan Transjek memang lebih banyak melayani jasa transportasi ketimbang kurir.
Dari rata-rata 50 pesanan per hari, 70 persen merupakan permintaan transportasi.
"Tapi sebaliknya dapat berlaku pada akhir pekan yang permintaan antar barangnya lebih banyak," kata dia.
Sejak didirikan September 2012, Transjek memiliki 20 armada motor di Jakarta Selatan, Jakarta Barat dan Jakarta Pusat.
Wheel Line antar pesanan secepat kilat
Selain itu, ada juga layanan Wheel Line yang mengutamakan kemampuan antar barang dalam kurun waktu dua jam.
"Kami mengirim barang yang biasanya tidak dilayani pesaing, seperti kue, susu, es krim, puding dan macarone," kata pendiri Wheel Line Chris Wibawa.
Wheel Line yang telah beroperasi selama 2,5 tahun memiliki sepuluh armada motor yang menyediakan jasa ojek argo, kurir belanja, dan kurir barang.
Dalam sehari mereka rata-rata menerima 40 pesanan yang sebagian besar merupakan permintaan antar barang.
Chris menjelaskan Wheel Line mematok harga sesuai zona wilayah dalam menentukan tarif.
"Radius tiga kilometer dari kantor pusat kami di Jakarta Barat adalah zona satu, tiga kilometer berikutnya zona dua, dan seterusnya," ujar dia.
Tidak rekomendasi
Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Perhubungan Julius Adravida Barata mengatakan pemerintah tidak merekomendasikan motor sebagai alat angkutan umum.
"Pengkomersialan sepeda motor itu fenomena yang tidak bisa dihindari karena kenyataannya memang terjadi di berbagai kota di Indonesia," kata dia.
Tetapi dia menegaskan pemerintah tidak pernah merekomendasikan hal tersebut.
Oleh karena itu, saat ini pemerintah akan berupaya untuk memperbaiki kualitas angkutan umum.
"Yang kita pacu adalah perbaikan angkutan umum yang selamat, aman dan nyaman sebagai alat transportasi," kata dia.
Bila hal itu terjadi, tentu angkutan umum ilegal seperti ojek akan menghilang dengan sendirinya.
Riyandri dari Transjek menyadari bahwa sepeda motor bukanlah angkutan umum yang berada di bawah naungan pemerintah sehingga dia pun tidak punya jaminan perlindungan untuk penumpang.
Maka, dia memastikan para pengemudi Transjek berkendara dengan mengutamakan keselamatan.
"Ada training dari instruktur ahli tentang cara berkendara baik di berbagai kondisi dan maksimal kecepatan 60 kilometer per jam, kecuali itu diminta konsumen. Bila ada, pengemudi selalu melapor pada kami," kata dia.
Chris dari Wheel Line juga menyadari hal yang sama.
Namun, dia mengatakan bisnisnya lebih menitikberatkan pada pelayanan personal kurir sehingga yang utama adalah jaminan keamanan barang yang diantar.
Dilema
Pengamat transportasi Danang Parikesit mengatakan keberadaan ojek taksi adalah dilema.
Dalam regulasi pemerintah, ojek tidak dianggap sebagai moda transportasi sehingga tidak ada peraturan yang membawahinya.
Di sisi lain, ada kebutuhan dan manfaat yang dirasakan masyarakat dari keberadaan ojek.
Danang berpendapat pemerintah harus secepatnya meninjau kembali peraturan tentang angkutan umum.
"Putuskan apakah ojek akan dimasukkan ke dalam moda angkutan umum atau tidak," kata dia.
Dia mengingatkan, transaksi pengemudi ojek dengan penumpang melibatkan tanggung jawab besar menyangkut nyawa.
Bila ojek dimasukkan dalam moda transportasi umum, penumpang akan mendapat jaminan perlindungan karena negara harus menetapkan standar.
Dia mencontohkan beberapa yang dapat diatur adalah kompetensi pengemudi dalam berkendara dan kondisi kendaraan.
"Harus ada spesifikasi jaminan pelayanannya, misalnya kalau celaka dibayar asuransi, penumpang harus pakai helm seperti apa, kendaraan yang memenuhi standar seperti apa." kata dia.
Di sisi lain, lanjut Danang, masyarakat juga harus menyadari bahwa menaiki ojek yang tidak punya dasar hukum jelas tentu berisiko tidak adanya jaminan perlindungan seperti angkutan umum legal lainnya.
Dia menyimpulkan fenomena ojek merupakan bukti bahwa sistem angkutan umum belum berjalan dengan baik dan jaringannya belum menjangkau semua kebutuhan masyarakat.
"Bagi sebagian orang, ojek adalah pilihan yang masuk akal bila tidak ada layanan lain yang memadai," kata dia.
Ojek taksi memang menjadi alternatif bagi warga Jakarta yang setiap hari berhadapan dengan kemacetan sehingga mobilitas terbatas.
"Penting banget buat hal-hal urgent," kata Ega Anandita (24), karyawan swasta yang beberapa kali memakai jasa ojek taksi sebagai transportasi maupun antar barang.
Hal senada diungkapkan Amanda Zahra (24), Public Relations di Jakarta yang pernah mengirim puluhan undangan lewat jasa ojek taksi dalam kondisi terhimpit waktu.
"Karena kondisi jalan ya tidak bisa diprediksi, daripada pakai layanan lain yang takes time, lebih baik pakai ojek taksi yang cepat karena memakai motor," ujar dia.
Ojek yang "naik kelas"
Oleh Nanien Yuniar
5 Juli 2014 12:39 WIB
ilustrasi - suatu barisan ojek (ANTARA FOTO/Dhoni Setiawan)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2014
Tags: