Damaskus (ANTARA News) - Saat sebagian besar warga Suriah tak mampu lagi memenuhi kebutuhan hidup atau memperoleh kebutuhan dasar mereka akibat kesulitan di negeri itu, dapur amal telah bermunculan sebagai tren baru di kalangan pemuda, terutama selama Ramadhan.

"Sakbat Ramadhan", atau "Makanan Ramadhan", adalah nama satu dapur amal yang didirikan oleh lebih dari 30 pemuda Suriah, termasuk mereka yang telah menyampaikan kesediaan guna membantu sesama warga Suriah selama bulan suci Ramadhan.

Relawan, yang mendirikan dapur mereka di bagian kunp Kota Damaskus, Ibu Kota Suriah, menetapkan sasaran harian untuk memasak antara 2.000 dan 3.000 makanan yang cukup buat 9.000 orang Suriah yang memerlukan. Setiap hari mereka memasak makanan yang berbeda dan mereka memperoleh bahan makanan serta bumbu dari sumbangan.

"Kami tak menerima uang, kecuali sumbangan barang atau jasa," demikian tulisan yang terpampang di atas dapur sementara organisasi non-pemerintah tersebut.

Slogan kegiatan mereka mendesak rakyat Suriah yang mampu untuk menyumbang atau bahkan menjadi bagian dari tim relawan.

"Wahai orang yang baik hati, gagasan kami berlangsung berkata relawan anda semua dan sumbangan barang serta jasa. Kami menunggu kalian!" demikian slogan mereka.

Itu adalah tahun kedua bagi kelompok Sakbat Ramadhan, yang relawan dan anggotanya bekerja di bawah pengawasan Kelompok Bader --organisasi non-pemerintah bagi pembangunan kemanusiaan.

Relawan kelompok tersebut memulai kegiatan mereka pada pukul 12.00 siang setiap hari selama Ramadhan. Umat Muslim berpuasa dari fajar sampai terbenam Matahari setiap hari selama bulan suci Ramadhan.

Relawan itu terus memasak dan mengemas makanan sampai pukul 18.00 waktu setempat, ketika delegasi dari 18 permukiman di Damaskus tiba untuk mengumpulkan makanan yang akan dibagikan kepada keluarga yang memerlukan sesuai dengan survei yang dilakukan sebelum Ramadhan.

Majd Issa, Kepala Juru Masak yang telah menjadi relawan buat kelompok itu bersama saudara kembarnya, mengatakan para relawan di sana "bekerja sebagai satu keluarga".

"Kami mulai bekerja pada pukul 12.00 siang dan kami terus berada di sini sampai matahari terbenam hingga kami yakin bahwa semua makanan telah dibagikan. Izinkan saya mengatakan bahwa pada bulan Ramadhan kami ingin orang Suriah membantu saudara mereka sesama warga negara Suriah," kata Issa kepada Xinhua --yang dipantau Antara di Jakarta, Sabtu pagi.

Sementara itu, Alaa Qassem, Pegawai Organisasi Bader, memberitahu Xinhua, "Makanan dibagikan setelah dimasak oleh tim yang terlatih dari organisasi kami yang berhubungan dengan utusan dari permukiman. Delegasi ini atau wakil rakyat mengirim makanan kepada orang yang membutuhkan di masing-masing permukiman di Damaskus sesuai dengan survei yang dilakukan sebelumnya."

Pola kerja semacam itu baru di Suriah. Rakyat pada masa lalu biasa saling membantu, tapi menjadi relawan di dalam kelompok untuk membantu orang yang memerlukan adalah suatu produk krisis Suriah yang dilaporkan telah menggerakkan Suriah 35 tahun mundur dalam indeks pembangunan manusia.

Satu laporan yang dikeluarkan oleh Pusat bagi Penelitian Kebijakan Suriah mengatakan lebih separuh dari rakyat Suriah hidup di bawah garis kemiskinan dan angka pengangguran melonjak ke tingkat yang tak pernah ada sebelumnya akibat krisis.

Jumlah orang miskin di Suriah sebelum krisis berkisar 5,5 juta orang dan pada akhir 2013, jumlah itu mencapai 12 juta dari 23 juta warga sebelum perang.

Yang menambah parah keadaan ialah kemerosotan tajam nilai tukar pound Suriah terhadap dolar AS sehingga menambah berat beban yang harus dipikul rakyat Suriah dan membuat harga semua barang melambung tinggi.

(C003)