Ambon (ANTARA) - Pre Early Modern Southeast Asia (Pemsea) dan Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Maritim dan Budaya Berkelanjutan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) berkolaborasi melaksanakan sekolah lapangan arkeologi di Pulau Banda, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.

Kegiatan penelitian terkait peradaban atau kehidupan manusia pada zaman pramodern di Indonesia dilaksanakan di kepulauan Banda pada Oktober 2024.

"Pemsea merupakan konsorsium dari beberapa universitas di Amerika Serikat mengenai peradaban atau kehidupan manusia pada zaman pramodern di Asia Tenggara, antara lain Universitas Washington dan Universitas California Los Angeles (UCLA), dan kolaborasi kali ini yang menginisiasi adalah Universitas Washington dan UCLA, " kata Peneliti Pusat Riset Arkeologi Lingkungan Maritim dan Budaya Berkelanjutan BRIN Atina Winaya, di Ambon, Minggu.

Ia menjelaskan, sekolah lapangan arkeologi berupa kegiatan penguatan arkeologi komunitas yang melibatkan mahasiswa S1 hingga S3 dari sejumlah negara yaitu Amerika Serikat, Filipina, Kamboja, Malaysia, dan Indonesia.

Baca juga: Tim Riset BRIN teliti manuskrip kuno di Maluku

"Mahasiswa Indonesia yang terlibat dari Universitas Indonesia, Universitas Pattimura, dan Universitas Banda Neira, serta mitra kerja dari Kantor Bahasa Maluku dan Badan Pelestarian Kebudayaan, " katanya.

Ia mengatakan bahwa dalam sekolah lapangan arkeologi para peserta belajar pengenalan dasar kegiatan arkeologi berupa kegiatan ekskavasi atau penggalian arkeologi.

"Kita melakukan penggalian di situs Oka Makatita di Pulau Banda, peserta belajar bagaimana cara penggalian, cara menangani temuan, ketika dapat temuan saat menggali," ujarnya.

Menurut dia, peserta belajar berbagai metode baru dengan saling bertukar informasi dari Indonesia dan luar negeri.

Baca juga: KKP kuak arkeologi maritim Tidore Kepulauan Maluku Utara

"Di setiap negara terkadang mempunyai metode arkeologi yang berbeda-beda, misalnya kita dapat metode voltasi bagaimana kita menyaring temuan untuk mendapatkan jenis temuan yang ringan atau berat, ada juga metode baru yang kita belajar dari Amerika Serikat," katanya.

Para peserta, kata dia, belajar arkeologi melalui praktik langsung di lapangan melakukan penggalian, selain di Pulau Banda juga melakukan penggalian untuk melihat lapisan tanah guna mengetahui lapisan budaya di kepulauan Banda besar di tiga situs yang dilakukan eskavasi.

Ia menambahkan, kegiatan Pemsea yang menarik tidak hanya melibatkan peserta dari mahasiswa arkeologi yang belajar arkeologi, tetapi program ini juga melibatkan masyarakat lokal.

Lima mahasiswa Universitas Banda Neira yang tidak memiliki latar belakang arkeologi diajari dasar arkeologi, agar mahasiswa lebih sadar dan lebih merasa dekat dengan temuan arkeologi atau peninggalan bersejarah warisan budaya yang ada di Banda.

Baca juga: Arkeolog teliti potensi peninggalan megalitikum di Maluku Utara

"Adanya upaya pelibatan masyarakat lokal sebagai peserta merupakan hal yang menarik dalam program Pemsea ini, " ujarnya.