Kolaborasi diperlukan untuk tingkatkan kesadaran bahaya "fatty liver"
27 Oktober 2024 15:34 WIB
Warga mengikuti pemeriksaan kesehatan gratis pada kegiatan bakti sosial di SD Negeri 15 Banda Aceh, Aceh, Sabtu (26/10/2024). ANTARA FOTO/Irwansyah Putra/nz/am.
Jakarta (ANTARA) - Kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit hati berlemak non-alkohol atau yang kerap disebut fatty liver, dapat ditingkatkan dengan kolaborasi antar sektor, mulai dari Pemerintah, penyedia layanan kesehatan, hingga masyarakat sendiri.
"Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, diperlukan kerjasama antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat," ujar dokter spesialis radiologi di Universitas Gadjah Mada Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad(K)PRP dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Minggu.
Lina berpendapat Pemerintah perlu meningkatkan promosi kesehatan yang fokus pada pentingnya deteksi dini penyakit hati berlemak non-alkohol harus digencarkan, baik melalui media massa maupun edukasi langsung di masyarakat. Selain itu, akses terhadap fasilitas pemeriksaan radiologi, termasuk alat diagnostik yang diperlukan untuk deteksi dini penyakit, perlu dipastikan tersedia secara merata, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
“Kita perlu lebih aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang risiko fatty liver dan pentingnya skrining dini,” kata Lina menegaskan
Baca juga: Kemenkes imbau waspada bahaya perlemakan hati karena tidak bergejala
Kesadaran akan penyakit akan mendorong seseorang untuk melakukan pemeriksaan secara berkala sehingga komplikasi yang lebih serius bisa dicegah.
Selain itu, Lina menyebut kolaborasi antara dokter umum dan spesialis radiologi juga sangat penting. Dokter umum yang menangani pasien dengan risiko tinggi seperti obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik harus lebih proaktif dalam merujuk pasien untuk pemeriksaan radiologi.
“Peran dokter umum sangat vital dalam hal ini. Mereka berada di garis depan dan bisa membantu deteksi dini dengan merujuk pasien berisiko untuk menjalani deteksi dini dengan radiologi,” kata Lina menambahkan.
Fatty liver adalah kondisi yang memerlukan perhatian serius karena sifatnya yang sering kali asimptomatik atau tanpa gejala pada tahap awal.
Fatty liver yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti steatohepatitis non-alkoholik (Non-Alcoholic Steatohepatitis/NASH), yang ditandai dengan peradangan hati dan kerusakan sel hati. Dalam jangka panjang, kondisi itu dapat menyebabkan fibrosis hati, yang pada akhirnya bisa berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
“Jika kita bisa mendeteksi fatty liver sejak dini, kita dapat mencegah perkembangan ke kondisi yang lebih serius melalui perubahan gaya hidup, diet, dan intervensi medis yang tepat,” Lina menjelaskan.
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka berisiko, terutama mereka yang mengalami obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik.
Gaya hidup dengan pola makan tinggi lemak dan kekurangan aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko penyakit hati berlemak, bahkan pada orang yang tidak mengonsumsi alkohol.
"Penanganan fatty liver tidak hanya melibatkan pengobatan, tetapi juga perubahan gaya hidup yang signifikan, seperti penurunan berat badan, pengaturan pola makan, dan peningkatan aktivitas fisik," kata Lina.
Baca juga: Mengenal metode elastografi hati, lebih mudah dan tidak menyakitkan
Baca juga: Puasa Syawal dan herbal bisa bantu ringankan kerja liver
Baca juga: Endoskopi bariatrik jadi alternatif atasi obesitas
Baca juga: Kemenkes: Pengendalian faktor risiko jadi kunci pencegahan stroke
"Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, diperlukan kerjasama antara pemerintah, penyedia layanan kesehatan, dan masyarakat," ujar dokter spesialis radiologi di Universitas Gadjah Mada Dr. dr. Lina Choridah, Sp.Rad(K)PRP dalam pesan singkat yang diterima di Jakarta, Minggu.
Lina berpendapat Pemerintah perlu meningkatkan promosi kesehatan yang fokus pada pentingnya deteksi dini penyakit hati berlemak non-alkohol harus digencarkan, baik melalui media massa maupun edukasi langsung di masyarakat. Selain itu, akses terhadap fasilitas pemeriksaan radiologi, termasuk alat diagnostik yang diperlukan untuk deteksi dini penyakit, perlu dipastikan tersedia secara merata, terutama di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
“Kita perlu lebih aktif dalam mengedukasi masyarakat tentang risiko fatty liver dan pentingnya skrining dini,” kata Lina menegaskan
Baca juga: Kemenkes imbau waspada bahaya perlemakan hati karena tidak bergejala
Kesadaran akan penyakit akan mendorong seseorang untuk melakukan pemeriksaan secara berkala sehingga komplikasi yang lebih serius bisa dicegah.
Selain itu, Lina menyebut kolaborasi antara dokter umum dan spesialis radiologi juga sangat penting. Dokter umum yang menangani pasien dengan risiko tinggi seperti obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik harus lebih proaktif dalam merujuk pasien untuk pemeriksaan radiologi.
“Peran dokter umum sangat vital dalam hal ini. Mereka berada di garis depan dan bisa membantu deteksi dini dengan merujuk pasien berisiko untuk menjalani deteksi dini dengan radiologi,” kata Lina menambahkan.
Fatty liver adalah kondisi yang memerlukan perhatian serius karena sifatnya yang sering kali asimptomatik atau tanpa gejala pada tahap awal.
Fatty liver yang tidak ditangani dengan baik dapat berkembang menjadi kondisi yang lebih serius, seperti steatohepatitis non-alkoholik (Non-Alcoholic Steatohepatitis/NASH), yang ditandai dengan peradangan hati dan kerusakan sel hati. Dalam jangka panjang, kondisi itu dapat menyebabkan fibrosis hati, yang pada akhirnya bisa berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.
“Jika kita bisa mendeteksi fatty liver sejak dini, kita dapat mencegah perkembangan ke kondisi yang lebih serius melalui perubahan gaya hidup, diet, dan intervensi medis yang tepat,” Lina menjelaskan.
Banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka berisiko, terutama mereka yang mengalami obesitas, diabetes, atau sindrom metabolik.
Gaya hidup dengan pola makan tinggi lemak dan kekurangan aktivitas fisik dapat meningkatkan risiko penyakit hati berlemak, bahkan pada orang yang tidak mengonsumsi alkohol.
"Penanganan fatty liver tidak hanya melibatkan pengobatan, tetapi juga perubahan gaya hidup yang signifikan, seperti penurunan berat badan, pengaturan pola makan, dan peningkatan aktivitas fisik," kata Lina.
Baca juga: Mengenal metode elastografi hati, lebih mudah dan tidak menyakitkan
Baca juga: Puasa Syawal dan herbal bisa bantu ringankan kerja liver
Baca juga: Endoskopi bariatrik jadi alternatif atasi obesitas
Baca juga: Kemenkes: Pengendalian faktor risiko jadi kunci pencegahan stroke
Pewarta: Maria Rosari Dwi Putri
Editor: Natisha Andarningtyas
Copyright © ANTARA 2024
Tags: