Badan Bahasa selesaikan entri 200 ribu kosakata di KBBI pada 2024
26 Oktober 2024 23:02 WIB
Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Imam Budi Utomo (dua dari kiri) dalam taklimat media tentang Bulan Bahasa dan Sastra 2024 di Jakarta, Sabtu (26/10/2024). ANTARA/Lintang Budiyanti Prameswari.
Jakarta (ANTARA) - Kepala Pusat Pengembangan dan Pelindungan Bahasa dan Sastra Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen) Imam Budi Utomo menyatakan pihaknya akan menyelesaikan entri 200 ribu kosakata di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) pada Desember 2024.
“Kami menggandeng Oxford dan para leksikograf -pekamus- dari Inggris untuk memberikan data terkait entri, tetapi ini masih perlu disunting lagi, mereka memberikan data jumlahnya ratusan ribu, sangat kaya. Namun, saat ini masih 180 ribuan entri, kurang 20 ribu akan kami selesaikan di Bulan Desember 2024 nanti,” ujar Imam pada taklimat media di Jakarta, Sabtu.
Ia menegaskan, kebijakan pengembangan bahasa melalui pengayaan entri KBBI merupakan tindak lanjut dari pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO pada 20 November 2023.
“KBBI kita sampai saat ini baru mencapai angka 120.600 sekian entri, kalau kita bandingkan dengan kamus Bahasa Inggris, memang bahasa Indonesia tergolong masih miskin entri dan kosakata,” katanya.
Pengayaan entri tersebut, lanjut Imam, dilakukan dengan menyerap bahasa asing yang sudah diterjemahkan dan dimodifikasi dalam bahasa Indonesia, juga melalui penyerapan bahasa daerah.
“Di awal program ini kami ajukan, Mas Menteri Nadiem langsung menyetujui dengan anggaran Rp14 miliar, sebelumnya penambahan entri setiap tahun rata-rata hanya 2.500, kalau terbatas pada 2.500 itu, maka butuh 30 tahunan lagi untuk mencapai 200 ribu, oleh karena itu, di tahun 2024, itu kita lakukan secara masif dan radikal,” katanya.
Imam juga menekankan, KBBI harus merangkum penggunaan kata-kata populer di masyarakat, karena KBBI sebetulnya bukan kamus baku bahasa Indonesia, tetapi fungsi utamanya yakni menjadi rujukan untuk bahasa Indonesia yang baku.
“Kalau kita lihat KBBI kita, kata-kata gabut -gaji buta-, misalnya, adakah di sana? Ada, tetapi di dalamnya ada tambahan kata ‘cak’, yang menjelaskan bahwa kata gabut itu adalah kata cakapan, yang itu kemungkinan besar belum bisa digunakan sebagai kata baku, tetapi ini bisa digunakan dalam percakapan,” ucapnya.
Tambahan kata “cak” tersebut, lanjut dia, bertujuan agar orang asing tidak kebingungan ketika menggunakan kata-kata yang biasa digunakan masyarakat, tetapi tidak ada dalam KBBI.
Berdasarkan data dari Badan Bahasa, jumlah entri dalam KBBI versi pertama di tahun 1988 yakni 62.000. Hingga tahun 2023, yakni pada KBBI versi keenam, jumlah entri data tercatat sebanyak 120.000.
KBBI juga telah mengalami dua periode pemutakhiran, pertama yakni periode manual atau berbasis kertas yang berlangsung selama KBBI I hingga KBBI IV, dan periode digital yang dimulai dari KBBI V hingga KBBI VI.
Selama periode manual, sekitar 28.000 entri ditambahkan atau penambahan rata-rata 1.400 entri baru per tahun selama rentang waktu 20 tahun. Sedangkan dari tahun 2016 hingga 2023, KBBI mengalami periode ekspansi digital dengan tambahan 8.000 entri selama kurun tujuh tahun.
“Kami menggandeng Oxford dan para leksikograf -pekamus- dari Inggris untuk memberikan data terkait entri, tetapi ini masih perlu disunting lagi, mereka memberikan data jumlahnya ratusan ribu, sangat kaya. Namun, saat ini masih 180 ribuan entri, kurang 20 ribu akan kami selesaikan di Bulan Desember 2024 nanti,” ujar Imam pada taklimat media di Jakarta, Sabtu.
Ia menegaskan, kebijakan pengembangan bahasa melalui pengayaan entri KBBI merupakan tindak lanjut dari pengakuan bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi sidang umum UNESCO pada 20 November 2023.
“KBBI kita sampai saat ini baru mencapai angka 120.600 sekian entri, kalau kita bandingkan dengan kamus Bahasa Inggris, memang bahasa Indonesia tergolong masih miskin entri dan kosakata,” katanya.
Pengayaan entri tersebut, lanjut Imam, dilakukan dengan menyerap bahasa asing yang sudah diterjemahkan dan dimodifikasi dalam bahasa Indonesia, juga melalui penyerapan bahasa daerah.
“Di awal program ini kami ajukan, Mas Menteri Nadiem langsung menyetujui dengan anggaran Rp14 miliar, sebelumnya penambahan entri setiap tahun rata-rata hanya 2.500, kalau terbatas pada 2.500 itu, maka butuh 30 tahunan lagi untuk mencapai 200 ribu, oleh karena itu, di tahun 2024, itu kita lakukan secara masif dan radikal,” katanya.
Imam juga menekankan, KBBI harus merangkum penggunaan kata-kata populer di masyarakat, karena KBBI sebetulnya bukan kamus baku bahasa Indonesia, tetapi fungsi utamanya yakni menjadi rujukan untuk bahasa Indonesia yang baku.
“Kalau kita lihat KBBI kita, kata-kata gabut -gaji buta-, misalnya, adakah di sana? Ada, tetapi di dalamnya ada tambahan kata ‘cak’, yang menjelaskan bahwa kata gabut itu adalah kata cakapan, yang itu kemungkinan besar belum bisa digunakan sebagai kata baku, tetapi ini bisa digunakan dalam percakapan,” ucapnya.
Tambahan kata “cak” tersebut, lanjut dia, bertujuan agar orang asing tidak kebingungan ketika menggunakan kata-kata yang biasa digunakan masyarakat, tetapi tidak ada dalam KBBI.
Berdasarkan data dari Badan Bahasa, jumlah entri dalam KBBI versi pertama di tahun 1988 yakni 62.000. Hingga tahun 2023, yakni pada KBBI versi keenam, jumlah entri data tercatat sebanyak 120.000.
KBBI juga telah mengalami dua periode pemutakhiran, pertama yakni periode manual atau berbasis kertas yang berlangsung selama KBBI I hingga KBBI IV, dan periode digital yang dimulai dari KBBI V hingga KBBI VI.
Selama periode manual, sekitar 28.000 entri ditambahkan atau penambahan rata-rata 1.400 entri baru per tahun selama rentang waktu 20 tahun. Sedangkan dari tahun 2016 hingga 2023, KBBI mengalami periode ekspansi digital dengan tambahan 8.000 entri selama kurun tujuh tahun.
Pewarta: Lintang Budiyanti Prameswari
Editor: M. Tohamaksun
Copyright © ANTARA 2024
Tags: