Bapanas ungkap potensi pangan Nusantara bisa hilang, ini sebabnya
26 Oktober 2024 16:51 WIB
Direktur Penganekaragaman Pangan Bapanas, Rinna Syawal (tengah) didampingi Rektor UB, Prof Widodo (kiri) dan Dekan Fakultas Pertanian (FP) UB, saat memberikan keterangan kepada wartawan di kampus Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa Timur, Sabtu (26/10). ANTARA/Endang Sukarelawati.
Malang (ANTARA) - Direktur Penganekaragaman Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Rinna Syawal menyatakan beragam potensi pangan Nusantara yang mencapai ratusan, baik sebagai sumber karbohidrat, protein, maupun sayuran, bisa hilang.
"Bagaimana tidak mengkhawatirkan, anak-anak muda sekarang sudah mulai menyukai makanan luar, seperti makanan Korea, Jepang, bahkan Thailand. Kalau tidak kita kenalkan dan kita galakkan kembali pangan lokal, lama-lama bisa hilang kuliner Nusantara kita," katanya saat memaparkan potensi pangan lokal di hadapan ratusan kelompok urban farming Kota Malang di kampus Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Potensi pangan lokal yang cukup beragam tersebut, kata dia, ada 77 sumber karbohidrat, 85 sumber protein, dan 280 jenis sayuran, yang tersebar di wilayah Nusantara.
"Kalau potensi ini tidak kita manfaatkan dan kita jaga bisa hilang, karena anak-anak muda kita lebih suka makanan dari luar. Bagaimana kita menjaga kearifan lokal ini, bagaimana kita mengembalikan anak-anak muda kita mencintai dan menyukai makanan lokal Tanah Air," ujarnya.
Baca juga: UB gandeng Bapanas galakkan konsumsi pangan lokal guna cegah stunting
Ia mengakui untuk mengubah mindset masyarakat dari nasi ke sumber karbohidrat lainnya cukup sulit.
"Tantangan terbesar kita adalah mengubah mindset masyarakat, padahal kalau kita memanfaatkan potensi pangan lokal dengan maksimal, kita bisa mandiri pangan. Kenapa potensi pangan ini belum kita garap maksimal, karena kita masih dimanjakan dengan Sumber Daya Alam (SDA) kita yang melimpah," ujarnya.
Ia mengemukakan pada tahun 2007 masih banyak area (lahan) yang menghijau, namun pada 2023 hampir semua yang dulu menghijau, berubah menguning, dan tantangan iklimnya luar biasa, yang mempengaruhi produksi pangan.
Menurut dia, bahan pangan selain padi (beras), khususnya umbi-umbian merupakan future food yang harus digalakkan pemanfaatannya, sekaligus sebagai pangan alternatif.
Baca juga: Bappenas: Transformasi sistem pangan di Indonesia cukup agresif
"Sebab kita sedang tidak baik-baik saja soal pangan ini. Berbagai tantangan dan kendala kita hadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan kita. Oleh karena itu potensi pangan lokal yang cukup beragam ini harus kita manfaatkan," ucapnya.
Untuk memaksimalkan potensi pangan lokal tersebut, pihaknya dalam waktu dekat mengadvokasi pemerintah daerah (pemda) di Tanah Air. Kemudian mengedukasi masyarakat secara luas terkait pemanfaatan pangan lokal tersebut, termasuk substitusi beras ke karbohidrat lainnya, seperti umbi-umbian.
Selanjutnya mendorong industri pangan untuk menggunakan bahan lokal, seperti pembuatan mi yang selama ini berbahan baku terigu dan 100 persen impor bisa menggunakan bahan Modified Cassava Flour (mocaf), sagu, maupun sorgum.
"Upaya kami lainnya mendorong para pelaku usaha kuliner maupun wisata, termasuk hotel untuk menggunakan bahan lokal untuk sajiannya sebagai alternatif bahan yang digunakan selama ini," ujarnya.
Baca juga: Bapanas: Pengelolaan SSP penting demi capai ketahanan pangan
"Bagaimana tidak mengkhawatirkan, anak-anak muda sekarang sudah mulai menyukai makanan luar, seperti makanan Korea, Jepang, bahkan Thailand. Kalau tidak kita kenalkan dan kita galakkan kembali pangan lokal, lama-lama bisa hilang kuliner Nusantara kita," katanya saat memaparkan potensi pangan lokal di hadapan ratusan kelompok urban farming Kota Malang di kampus Universitas Brawijaya (UB) di Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Potensi pangan lokal yang cukup beragam tersebut, kata dia, ada 77 sumber karbohidrat, 85 sumber protein, dan 280 jenis sayuran, yang tersebar di wilayah Nusantara.
"Kalau potensi ini tidak kita manfaatkan dan kita jaga bisa hilang, karena anak-anak muda kita lebih suka makanan dari luar. Bagaimana kita menjaga kearifan lokal ini, bagaimana kita mengembalikan anak-anak muda kita mencintai dan menyukai makanan lokal Tanah Air," ujarnya.
Baca juga: UB gandeng Bapanas galakkan konsumsi pangan lokal guna cegah stunting
Ia mengakui untuk mengubah mindset masyarakat dari nasi ke sumber karbohidrat lainnya cukup sulit.
"Tantangan terbesar kita adalah mengubah mindset masyarakat, padahal kalau kita memanfaatkan potensi pangan lokal dengan maksimal, kita bisa mandiri pangan. Kenapa potensi pangan ini belum kita garap maksimal, karena kita masih dimanjakan dengan Sumber Daya Alam (SDA) kita yang melimpah," ujarnya.
Ia mengemukakan pada tahun 2007 masih banyak area (lahan) yang menghijau, namun pada 2023 hampir semua yang dulu menghijau, berubah menguning, dan tantangan iklimnya luar biasa, yang mempengaruhi produksi pangan.
Menurut dia, bahan pangan selain padi (beras), khususnya umbi-umbian merupakan future food yang harus digalakkan pemanfaatannya, sekaligus sebagai pangan alternatif.
Baca juga: Bappenas: Transformasi sistem pangan di Indonesia cukup agresif
"Sebab kita sedang tidak baik-baik saja soal pangan ini. Berbagai tantangan dan kendala kita hadapi dalam upaya memenuhi kebutuhan pangan kita. Oleh karena itu potensi pangan lokal yang cukup beragam ini harus kita manfaatkan," ucapnya.
Untuk memaksimalkan potensi pangan lokal tersebut, pihaknya dalam waktu dekat mengadvokasi pemerintah daerah (pemda) di Tanah Air. Kemudian mengedukasi masyarakat secara luas terkait pemanfaatan pangan lokal tersebut, termasuk substitusi beras ke karbohidrat lainnya, seperti umbi-umbian.
Selanjutnya mendorong industri pangan untuk menggunakan bahan lokal, seperti pembuatan mi yang selama ini berbahan baku terigu dan 100 persen impor bisa menggunakan bahan Modified Cassava Flour (mocaf), sagu, maupun sorgum.
"Upaya kami lainnya mendorong para pelaku usaha kuliner maupun wisata, termasuk hotel untuk menggunakan bahan lokal untuk sajiannya sebagai alternatif bahan yang digunakan selama ini," ujarnya.
Baca juga: Bapanas: Pengelolaan SSP penting demi capai ketahanan pangan
Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2024
Tags: