Para seniman minta pengesahan RUU Kebudayaan ditunda
3 Juli 2014 22:02 WIB
ilustrasi Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kacung Marijan (kanan) menerima sirih yang di berikan oleh penari, saat membuka rangkaian acara Nonton Bareng Film Inspiratif 2013 di Gedung Pemuda, Kabupaten Batanghari, Jambi (26/5). (Kemendikbud)
Jakarta (ANTARA News) - Para seniman yang tergabung dalam Koalisi Seni Indonesia mendesak agar pengesahan RUU Kebudayaan yang digodok Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Komisi X DPR ditunda dan jangan dipaksakan disahkan dalam waktu dekat ini.
"Alasannya, draf RUU Kebudayaan itu memiliki dasar berpikir yang harus dikritisi karena mempunyai implikasi besar pada cita-cita ideal. RUU Kebudayaan disusun dengan paradigma ketakutan budaya Indonesia tergerus oleh budaya asing," kata M Abduh Aziz, ketua pengurus Koalisi Seni Indonesia, dalam diskusi Publik membahas RUU Kebudayaan di Jakarta, Kamis.
RUU Kebudayaan dibuka dengan konsideran yang mengejutkan terutama pada poin C yang berbunyi "Bahwa nilai budaya dan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh globalisasi sehingga dapat menimbulkan perubahan nilai budaya dalam masyarakat," kata Abduh Aziz.
Konsideran tersebut sangat jelas menyatakan bahwa kebudayaan Indonesia sangat rentan, dan ketakutan terhadap hantu globalisasi yang akan merusak masa depan kebudayaan Indonesia. Ini bukti sesat berpikir terhadap pengertian kebudayaan itu sendiri. Pengingkaran bahwa sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia yang tetap "survive" hingga hari ini, tambah Abduh.
Diskusi Publik RUU Kebudayaan yang diprakarsai Koalisi Seni Indonesia menampilkan pembicara yakni Dirjen Kebudayaan Kemendikbus Prof Dr Kacung Marijan, anggota Komisi X DPR Dr Reni Marlinawati, dan akademisi Dr Hilmar Farid.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR Dr Reni Marlinawati mengatakan, bahwa pembuatan draft RUU Kebudayaan ini sudah mengundang tokoh dan pelaku kebudayaan dan seni Indonesia, serta akademisi untuk memberikan masukan mengenai RUU ini.
"Dengan RUU Kebudayaan, kami berharap pemerintah wajib bertanggungjawab dan mengalokasi dana yang besar bagi pengembangan kebudayaan Indonesia. Kami terbuka dengan semua masukan dari Koalisi Seni Indonesia untuk menyempurnakan RUU Kebudayaan ini," kata Reni.
Ketua Koalisi Seni Indonesia Abduh Aziz mengatakan punya pengalaman traumatis saat penggodokan RUU Perfilman, dimana dalam waktu tiga minggu sudah disahkan oleh DPR tahun 2009 dalam rangka kejar target. Akibatnya, UU Perfilman banyak kelemahan dan tidak bisa diimplementasikan yang terlihat tidak ada satu peraturan pemerintahan (PP) yang mendukungnya hingga kini.
Dirjen Kebudayaan Kacung Marijan dan Reni menegaskan tidak akan tergesa-gesa mengesahkan RUU Kebudayaan. "Kami akan melibatkan Koalisi Seni Indonesia terlibat dalam pembahasan RUU Kebudayaan ini. Kasus UU Perfilman memang saat itu pemerintah dan DPR sama-sama ingin mempercepat keluarnya UU tersebut. Kalo RUU Kebudayaan ini, kami tidak ada niatan untuk percepatan," kata Prof Dr Kacung Marijan.
Koalisi Seni Indonesia merupakan organisasi berbadan hukum yang beranggotakan 58 organisasi seni budaya dan praktisi seni di 12 provinsi Indonesia.
(A029/Z002)
"Alasannya, draf RUU Kebudayaan itu memiliki dasar berpikir yang harus dikritisi karena mempunyai implikasi besar pada cita-cita ideal. RUU Kebudayaan disusun dengan paradigma ketakutan budaya Indonesia tergerus oleh budaya asing," kata M Abduh Aziz, ketua pengurus Koalisi Seni Indonesia, dalam diskusi Publik membahas RUU Kebudayaan di Jakarta, Kamis.
RUU Kebudayaan dibuka dengan konsideran yang mengejutkan terutama pada poin C yang berbunyi "Bahwa nilai budaya dan keanekaragaman budaya yang ada di Indonesia sangat rentan terhadap pengaruh globalisasi sehingga dapat menimbulkan perubahan nilai budaya dalam masyarakat," kata Abduh Aziz.
Konsideran tersebut sangat jelas menyatakan bahwa kebudayaan Indonesia sangat rentan, dan ketakutan terhadap hantu globalisasi yang akan merusak masa depan kebudayaan Indonesia. Ini bukti sesat berpikir terhadap pengertian kebudayaan itu sendiri. Pengingkaran bahwa sejarah perkembangan kebudayaan Indonesia yang tetap "survive" hingga hari ini, tambah Abduh.
Diskusi Publik RUU Kebudayaan yang diprakarsai Koalisi Seni Indonesia menampilkan pembicara yakni Dirjen Kebudayaan Kemendikbus Prof Dr Kacung Marijan, anggota Komisi X DPR Dr Reni Marlinawati, dan akademisi Dr Hilmar Farid.
Sementara itu, anggota Komisi X DPR Dr Reni Marlinawati mengatakan, bahwa pembuatan draft RUU Kebudayaan ini sudah mengundang tokoh dan pelaku kebudayaan dan seni Indonesia, serta akademisi untuk memberikan masukan mengenai RUU ini.
"Dengan RUU Kebudayaan, kami berharap pemerintah wajib bertanggungjawab dan mengalokasi dana yang besar bagi pengembangan kebudayaan Indonesia. Kami terbuka dengan semua masukan dari Koalisi Seni Indonesia untuk menyempurnakan RUU Kebudayaan ini," kata Reni.
Ketua Koalisi Seni Indonesia Abduh Aziz mengatakan punya pengalaman traumatis saat penggodokan RUU Perfilman, dimana dalam waktu tiga minggu sudah disahkan oleh DPR tahun 2009 dalam rangka kejar target. Akibatnya, UU Perfilman banyak kelemahan dan tidak bisa diimplementasikan yang terlihat tidak ada satu peraturan pemerintahan (PP) yang mendukungnya hingga kini.
Dirjen Kebudayaan Kacung Marijan dan Reni menegaskan tidak akan tergesa-gesa mengesahkan RUU Kebudayaan. "Kami akan melibatkan Koalisi Seni Indonesia terlibat dalam pembahasan RUU Kebudayaan ini. Kasus UU Perfilman memang saat itu pemerintah dan DPR sama-sama ingin mempercepat keluarnya UU tersebut. Kalo RUU Kebudayaan ini, kami tidak ada niatan untuk percepatan," kata Prof Dr Kacung Marijan.
Koalisi Seni Indonesia merupakan organisasi berbadan hukum yang beranggotakan 58 organisasi seni budaya dan praktisi seni di 12 provinsi Indonesia.
(A029/Z002)
Pewarta: Adi Lazuardi
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2014
Tags: