Jakarta (ANTARA) - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan, penerapan industrialisasi pedesaan dapat mengembangkan desa menjadi desa mandiri.


“Kita kan ingin menuju desa yang mandiri. Tentu saja desa mandiri itu akan sangat dipengaruhi salah satunya bagaimana desa membangun ekonominya,” kata Deputi Bidang Pengembangan Regional Kementerian PPN/Bappenas Tri Dewi Virgiyanti dalam Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Jumat.

Tri Dewi menuturkan pihaknya mendorong penguatan ekonomi yang lebih besar di desa dengan memanfaatkan sumber daya desa tanpa mengubah desa menjadi kawasan perkotaan.

Oleh karena itu, identifikasi modal dan kekuatan desa harus dilakukan dengan baik untuk bisa dimanfaatkan dalam membangun desa mandiri.

“Artinya memang kita perlu mengidentifikasi ekonomi apa, komoditas apa, atau kegiatan industri apa yang memang pas untuk lokasi kawasan di desa. Itu saja akan banyak bertumpu pada komoditas lokal,” ujarnya.

Komoditas lokal desa yang unggul seperti di bidang perikanan, pangan dan tambang, dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan pendapatan desa dan kesejahteraan masyarakat.

Keterampilan yang berkembang di desa juga bisa dijadikan sebagai modal untuk membangun desa, seperti perajin.

Lebih lanjut, Tri Dewi menuturkan diversifikasi ekonomi pedesaan atau penganekaragaman sumber pendapatan atau usaha di pedesaan, juga perlu dilakukan sehingga ekonomi desa semakin diperkaya.

Hal itu dapat dilakukan antara lain dengan pengembangan komoditas baru atau komoditas yang punya proses hilirisasi yang memiliki nilai tambah yang besar, misalnya dikembangkan menjadi bahan kosmetik atau obat.

Dalam mewujudkan hal tersebut, salah satu tantangan yang dihadapi adalah sumber daya dan tenaga kerja di desa yang terbatas, sehingga perlu ada kolaborasi dan sinergi antarpemangku kepentingan termasuk pelibatan swasta untuk penguatan dan pengembangan ekonomi desa.

Namun, ia menekankan pembangunan ekonomi desa tersebut tidak mengubah karakter desa menjadi kawasan perkotaan atau kawasan industri yang terlalu masif.

“Memang tidak bisa satu desa satu industri. Tapi harus menyatu pendekatan kewilayahan, baik lingkungan kawasan, kecamatan, ataupun bahkan mungkin kabupaten, tapi tetap berdasarkan input-input dari desa-desa tersebut tanpa mengubah mereka menjadi kawasan perkotaan, ataupun kawasan industri yang terlalu masif. Jadi ini yang perlu dipikirkan sehingga kita kemudian bisa membangun desa tanpa mengubah karakter desa,” ujarnya.

Dengan demikian, pembangunan kapasitas, pengetahuan, dan peningkatan produktivitas tenaga kerja di desa harus diperkuat. Potensi ekonomi lokal harus dikembangkan, dan budaya kolaborasi didorong.

Sebelumnya, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Paiman Raharjo menyebutkan bahwa jumlah desa mandiri bertambah sebanyak 17.029 desa, dari semula 174 desa pada tahun 2015 menjadi 17.203 desa per 7 Oktober 2024.

Jumlah status desa maju menjadi 23.063 desa pada 2024, dari semula 3.608 desa pada 2015. Kemudian jumlah desa berkembang menjadi 24.532 desa pada 2024, dari semula 3.608 desa pada 2015.

Status desa tertinggal serta desa sangat tertinggal juga menurun. Saat ini tercatat sebanyak 6.100 desa tertinggal pada 2024, menurun dari semula 33.592 desa tertinggal pada 2015 serta 4.363 desa sangat tertinggal pada 2024 dari sebelumnya 13.453 desa sangat tertinggal pada 2015.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan (Kemenkeu), pemerintah mengucurkan dana sebesar Rp609,68 triliun melalui APBN untuk pengembangan ekonomi desa sepanjang 2015 hingga 2024.