LSM nilai kewajiban registrasi ormas benih represi
2 Juli 2014 19:33 WIB
Cabut UU Ormas. Sejumlah anggota organisasi masyarakat sipil, buruh dan lainnya yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat menggelar aksi damai di halaman Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (17/3). Koalisi Kebebasan Berserikat mendukung Mahkamah Konstitusi agar berani menegakkan konstitusi yang menjamin hak warga untuk berserikat dan berkumpul dengan membatalkan UU Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan karena bertentangan dengan UUD 1945. (ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf) ()
Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah lembaga swadaya masyarakat yang tergabung dalam Koalisi Kebebasan Berserikat (KKB) menilai bahwa kewajiban registrasi sebagaimana terdapat dalam UU Ormas merupakan benih-benih dari tindakan represi dari otoritas.
Siaran pers Koalisi Kebebasan Berserikat yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan pemantauan KKB selama satu tahun sejak UU Ormas disahkan tahun 2013 silam menemukan adanya implementasi UU Ormas yang cukup masif di berbagai daerah di Tanah Air.
Pola utama yang ditemukan dari pemantauan adalah kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat) di daerah.
Bermacam bentuk/sebutan organisasi yang dimaksud seperti ormas, LSM (lembaga swadaya masyarakat), OKP (organisasi kepemudaan), yayasan, dsb diwajibkan untuk mendaftar dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Pemantauan KKB menemukan pula bahwa pola utama itu biasanya didahului oleh kegiatan pendataan untuk memeriksa apakah organisasi tersebut terdaftar atau tidak, serta apakah SKT masih berlaku atau kadaluarsa.
Kegagalan memenuhi kewajiban registrasi akan menimbulkan ancaman dampak dicabutnya ijin, dibubarkan, dicap sebagai organisasi ilegal atau liar, akses pada dana pemberdayaan ditutup, tidak diakui, atau hanya sekadar tidak dilayani.
Salah satu temuan pemantauan yang memperlihatkan tafsir keliru dan berlebihan atas ketentuan pendaftaran antara lain (kewajiban pendaftaran ormas) ke kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dan kewajiban ormas melaporkan keberadaannya dan rekomendasi pencabutan izin bagi yang tidak melapor sebagaimana yang diberlakukan di Kabupaten Merangin, Jambi.
KKB menyatakan berbagai temuan dalam pelaksanaan UU Ormas ini pada akhirnya merupakan bagian dari tantangan pemerintahan baru nanti khususnya implementasi UU Ormas karena benih represi bagi kebebasan sipil akan lebih membelit ruang bagi masyarakat sipil untuk berperan dan berkontribusi dalam bangunan demokrasi di Indonesia.
Di saat yang bersamaan, kehadiran UU Ormas telah menurunkan status kebebasan sipil ("civil liberties") 2014 Indonesia dari "free" menjadi "partly free" (data Freedom House Index-FHI 2014).
KKB terdiri antara lain dari Yappika (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), dan Indonesia Corruption Watch (ICW). (M040/I007)
Siaran pers Koalisi Kebebasan Berserikat yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan pemantauan KKB selama satu tahun sejak UU Ormas disahkan tahun 2013 silam menemukan adanya implementasi UU Ormas yang cukup masif di berbagai daerah di Tanah Air.
Pola utama yang ditemukan dari pemantauan adalah kewajiban registrasi organisasi pada kantor Kesbangpolinmas (Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat) di daerah.
Bermacam bentuk/sebutan organisasi yang dimaksud seperti ormas, LSM (lembaga swadaya masyarakat), OKP (organisasi kepemudaan), yayasan, dsb diwajibkan untuk mendaftar dan memiliki Surat Keterangan Terdaftar (SKT).
Pemantauan KKB menemukan pula bahwa pola utama itu biasanya didahului oleh kegiatan pendataan untuk memeriksa apakah organisasi tersebut terdaftar atau tidak, serta apakah SKT masih berlaku atau kadaluarsa.
Kegagalan memenuhi kewajiban registrasi akan menimbulkan ancaman dampak dicabutnya ijin, dibubarkan, dicap sebagai organisasi ilegal atau liar, akses pada dana pemberdayaan ditutup, tidak diakui, atau hanya sekadar tidak dilayani.
Salah satu temuan pemantauan yang memperlihatkan tafsir keliru dan berlebihan atas ketentuan pendaftaran antara lain (kewajiban pendaftaran ormas) ke kantor Kesbangpolinmas Kabupaten Tapin, Provinsi Kalimantan Selatan dan kewajiban ormas melaporkan keberadaannya dan rekomendasi pencabutan izin bagi yang tidak melapor sebagaimana yang diberlakukan di Kabupaten Merangin, Jambi.
KKB menyatakan berbagai temuan dalam pelaksanaan UU Ormas ini pada akhirnya merupakan bagian dari tantangan pemerintahan baru nanti khususnya implementasi UU Ormas karena benih represi bagi kebebasan sipil akan lebih membelit ruang bagi masyarakat sipil untuk berperan dan berkontribusi dalam bangunan demokrasi di Indonesia.
Di saat yang bersamaan, kehadiran UU Ormas telah menurunkan status kebebasan sipil ("civil liberties") 2014 Indonesia dari "free" menjadi "partly free" (data Freedom House Index-FHI 2014).
KKB terdiri antara lain dari Yappika (Yayasan Penguatan Partisipasi, Inisiatif dan Kemitraan Masyarakat Indonesia), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), dan Indonesia Corruption Watch (ICW). (M040/I007)
Pewarta: Muhammad Razi Rahman
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2014
Tags: