Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, meminta dukungan Kejaksaan Agung untuk mencari keberadaan salah seorang tersangka kasus dugaan korupsi proyek jalan menuju Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tunak yang masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) bernama Suherman.

"Jadi, untuk pencarian DPO ini kami minta dukungan pencarian ke Kejagung melalui Kejati NTB," kata Kepala Seksi Intelijen Kejari Lombok Tengah I Made Juri Imanu melalui sambungan telepon, Jumat.

Permintaan dukungan pencarian ini mengingat pihak Kejagung memiliki alat pelacak yang cukup canggih dalam menemukan keberadaan seseorang.

"Alatnya Kejagung ini bisa menentukan titik koordinat (keberadaan DPO). Jadi, di Kejagung itu ada unit adhiyaksa monitoring center namanya," ujar dia.

Dalam upaya pencarian Suherman, Juri mengatakan bahwa pihaknya yang berada di daerah turut berkoordinasi dengan Tim Tangkap Buron (Tabur) Kejati NTB.

"Semoga dengan upaya yang kami lakukan ini DPO bisa segera ditemukan," ucapnya.

Kejari Lombok Tengah menerbitkan status DPO terhadap Suherman yang berperan sebagai pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek tersebut. Hal ini mengingat tersangka tidak pernah hadir memenuhi panggilan pemeriksaan.

"Yang bersangkutan telah dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali, tetapi tidak hadir penuhi panggilan tim penyidik. Makanya, diterbitkan status DPO," ujar dia.

Juri mengemukakan bahwa penerbitan status DPO untuk tersangka Suherman sudah sesuai dengan prosedur penanganan perkara. Bahkan, upaya penjemputan paksa juga sudah dilakukan sebelumnya dengan hasil tersangka tidak berada di rumahnya.

Sebelumnya, Tim Penyidik Kejari Lombok Tengah pada hari Senin (7/10), dengan berbekal surat perintah penangkapan dari Kepala Kejari Lombok Tengah, berupaya jemput paksa terhadap Suherman di rumahnya, Ampenan, Kota Mataram.

Namun, yang bersangkutan tidak berada di tempat. Istri Suherman mengaku suaminya sudah tidak pulang ke rumah sejak hakim pengadilan menolak gugatan praperadilan dalam perkara tersebut. Muncul dugaan, Suherman sudah berada di luar daerah.

Baca juga: Kejagung amankan DPO kasus penggelapan Zainal Muttaqin
Baca juga: Kejagung amankan oknum TNI DPO kasus korupsi penyaluran kredit


Lebih lanjut Juri meminta dukungan masyarakat. Apabila mendapatkan informasi tentang keberadaan Suherman, dia berharap untuk segera lapor ke aparat penegak hukum.

Dalam penanganan kasus ini, Kejari Lombok Tengah sudah mengantongi hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara (PKKN) dari Inspektorat NTB dengan nilai Rp333 juta. Berdasarkan hasil audit, nilai kerugian muncul dari kekurangan pekerjaan.

Terkait dengan kasus ini, Kejari Lombok Tengah tercatat pernah menghadapi gugatan praperadilan dari tiga pemohon yang sebelumnya menjadi tersangka dengan inisial MNR, konsultan pengawas, Direktur PT Indomine Utama sebagai pelaksana proyek berinisial FS, dan Suherman yang merupakan pejabat pembuat komitmen (PPK) proyek.

Hakim tunggal praperadilan pada Pengadilan Negeri Praya dalam putusan tertanggal 6 Juli 2023 menyatakan bahwa rangkaian tindakan penyidikan oleh termohon (Kejari Lombok Tengah) terhadap pemohon adalah tidak sah.

Meskipun kalah dalam gugatan praperadilan, kejaksaan tetap melanjutkan penyidikan dengan menggunakan surat perintah penyidikan yang baru.

Kejari Lombok Tengah menjalankan hal tersebut dengan merujuk Pasal 2 ayat (3) Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2016 yang mengatur putusan praperadilan tidak menggugurkan pokok perkara.

Usai melakukan penyidikan ulang, Suherman yang kini kembali menjadi tersangka mengajukan gugatan praperadilan. Hakim praperadilan pada Pengadilan Negeri Lombok Tengah dalam putusan, Selasa (10/9), menolak gugatan praperadilan Suherman.

Proyek jalan menuju TWA Gunung Tunak dibangun pada tahun 2017. Pembangunan dilakukan melalui anggaran Dinas PUPR NTB senilai Rp3 miliar.

Namun, jalan tersebut ambrol setelah ada serah terima sementara pekerjaan dari rekanan pelaksana dari PT Indomine Utama kepada pihak pemerintah.

Kondisi jalan yang rusak diperkirakan sepanjang 1 kilometer. Atas temuan tersebut, jaksa melakukan penyelidikan dengan menemukan adanya indikasi kekurangan spesifikasi dan volume pekerjaan sesuai dengan hasil pemeriksaan ahli konstruksi dari Nusa Tenggara Timur (NTT).

Jaksa dalam penyidikan sebelumnya turut menggandeng ahli audit dari akuntan publik dengan merujuk hasil pemeriksaan ahli konstruksi.