Pemerintah susun kebijakan insentif komersialisasi biodiesel
24 Oktober 2024 19:59 WIB
Diskusi Keberlanjutan Biodiesel, dengan tema "Mewujudkan Kemitraan Petani Dan Industri Biodiesel Dalam Pengembangan Biodiesel Sawit Untuk Kesejahteraan Petani Sawit", di jakarta, Kamis (24/10/2024) (ANTARA/HO/SPKS)
Jakarta (ANTARA) - Pemerintah bersama pihak-pihak terkait sedang menyusun kebijakan keuangan dan insentif untuk mendukung komersialisasi biodiesel, khususnya terkait kemitraan antara petani plasma, petani swadaya, dan perusahaan produsen biodiesel.
Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo menyatakan pentingnya pengembangan biodiesel yang berkelanjutan, termasuk rencana menuju implementasi B100 di masa depan.
Pengembangan biodiesel, lanjutnya di Jakarta, Kamis, tidak hanya melibatkan Kementerian ESDM, tetapi juga kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk perusahaan sawit dan petani.
"Produksi biodiesel sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai bahan baku utama. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik plasma maupun swadaya, sangat penting," katanya dalam Diskusi Keberlanjutan Biodiesel, dengan tema "Mewujudkan Kemitraan Petani Dan Industri Biodiesel Dalam Pengembangan Biodiesel Sawit Untuk Kesejahteraan Petani Sawit".
Kemitraan antara petani dan perusahaan, tambahnya, harus terus ditingkatkan agar program biodiesel tidak hanya sukses di sektor industri, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi petani sawit.
Baca juga: Pemerintah perkuat hilirisasi sawit pada 2025 demi sejahterakan petani
Baca juga: Keberlanjutan program biodiesel perlu penanganan sektor hulu sawit
Koordinator Kelembagaan Direktorat Tanaman Sawit dan Aneka Palma di Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian Mula Putra menambahkan pemerintah akan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) melalui program beasiswa dan pelatihan bagi para pekebun.
Pendataan melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) akan diperkuat guna memperbaiki tata niaga tandan buah segar (TBS) serta meningkatkan pendapatan petani melalui integrasi tanaman sela, peternakan, dan pemanfaatan limbah sawit.
Mula Putra optimistis bahwa dengan langkah-langkah ini, produktivitas perkebunan sawit rakyat dapat mencapai 30-40 ton TBS per hektare dengan rendemen 23-25 persen.
"Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel berbahan baku minyak sawit serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin menyatakan program biodiesel yang diluncurkan pada 2015 belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi petani kelapa sawit.
Meskipun tujuan awal program ini adalah untuk kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan perusahaan pemilik biodiesel, lanjutnya, hingga saat ini, kemitraan tersebut belum terealisasi secara merata.
"Program biodiesel ini sudah berjalan cukup lama sejak 2015, namun kemitraan antara petani dan perusahaan biodiesel masih jauh dari harapan," katanya.
Di Riau, yang merupakan daerah dengan industri biodiesel di lima kabupaten, menurut dia, petani belum menikmati hasil dari kemitraan tersebut. Petani masih menjual sawit mereka melalui tengkulak, bukan langsung ke perusahaan biodiesel.
Sebab itu, SPKS menekankan pentingnya adanya peraturan yang mewajibkan perusahaan biodiesel bermitra dengan petani, terutama di wilayah konsesi perusahaan.
"Ke depan, pengembangan biodiesel harus melibatkan petani secara lebih intensif agar dampaknya benar-benar dirasakan," katanya.
Baca juga: Menteri ESDM: Program B100 perlu melalui uji di laboratorium
Baca juga: Pengamat: Presiden terpilih harus akselerasi program transisi energi
Direktur Bioenergi di Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Wibowo menyatakan pentingnya pengembangan biodiesel yang berkelanjutan, termasuk rencana menuju implementasi B100 di masa depan.
Pengembangan biodiesel, lanjutnya di Jakarta, Kamis, tidak hanya melibatkan Kementerian ESDM, tetapi juga kolaborasi dengan Kementerian Pertanian, Kementerian Perekonomian, dan pemangku kepentingan lainnya, termasuk perusahaan sawit dan petani.
"Produksi biodiesel sangat bergantung pada kelapa sawit sebagai bahan baku utama. Oleh karena itu, peran petani sawit, baik plasma maupun swadaya, sangat penting," katanya dalam Diskusi Keberlanjutan Biodiesel, dengan tema "Mewujudkan Kemitraan Petani Dan Industri Biodiesel Dalam Pengembangan Biodiesel Sawit Untuk Kesejahteraan Petani Sawit".
Kemitraan antara petani dan perusahaan, tambahnya, harus terus ditingkatkan agar program biodiesel tidak hanya sukses di sektor industri, tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi petani sawit.
Baca juga: Pemerintah perkuat hilirisasi sawit pada 2025 demi sejahterakan petani
Baca juga: Keberlanjutan program biodiesel perlu penanganan sektor hulu sawit
Koordinator Kelembagaan Direktorat Tanaman Sawit dan Aneka Palma di Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian Mula Putra menambahkan pemerintah akan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia (SDM) melalui program beasiswa dan pelatihan bagi para pekebun.
Pendataan melalui Surat Tanda Daftar Budidaya (STDB) akan diperkuat guna memperbaiki tata niaga tandan buah segar (TBS) serta meningkatkan pendapatan petani melalui integrasi tanaman sela, peternakan, dan pemanfaatan limbah sawit.
Mula Putra optimistis bahwa dengan langkah-langkah ini, produktivitas perkebunan sawit rakyat dapat mencapai 30-40 ton TBS per hektare dengan rendemen 23-25 persen.
"Peningkatan ini diharapkan dapat mendukung program biodiesel berbahan baku minyak sawit serta meningkatkan kesejahteraan petani sawit di Indonesia," ujarnya.
Sebelumnya Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) Sabarudin menyatakan program biodiesel yang diluncurkan pada 2015 belum sepenuhnya memberikan dampak positif bagi petani kelapa sawit.
Meskipun tujuan awal program ini adalah untuk kesejahteraan petani melalui kemitraan dengan perusahaan pemilik biodiesel, lanjutnya, hingga saat ini, kemitraan tersebut belum terealisasi secara merata.
"Program biodiesel ini sudah berjalan cukup lama sejak 2015, namun kemitraan antara petani dan perusahaan biodiesel masih jauh dari harapan," katanya.
Di Riau, yang merupakan daerah dengan industri biodiesel di lima kabupaten, menurut dia, petani belum menikmati hasil dari kemitraan tersebut. Petani masih menjual sawit mereka melalui tengkulak, bukan langsung ke perusahaan biodiesel.
Sebab itu, SPKS menekankan pentingnya adanya peraturan yang mewajibkan perusahaan biodiesel bermitra dengan petani, terutama di wilayah konsesi perusahaan.
"Ke depan, pengembangan biodiesel harus melibatkan petani secara lebih intensif agar dampaknya benar-benar dirasakan," katanya.
Baca juga: Menteri ESDM: Program B100 perlu melalui uji di laboratorium
Baca juga: Pengamat: Presiden terpilih harus akselerasi program transisi energi
Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2024
Tags: